Relasi Kuasa Dalam Kasus Kekerasan Seksual Di Jambi

Hak Asasi Manusia

August 1, 2023

Junus Nuh

(: United Nations)

HAMPIR 50 tahun lalu, Michael Foucault telah bicara tentang relasi kuasa. Yakni pada dua buku berjudul Discipline and Punish: The Birth of the Prison dan The History of Sexuality 1: An Introduction.

Pemikir yang berasal dari Perancis ini dikenal dengan tiga tema pemikirannya, dimana kuasa menjadi satu diantaranya. Pemikir post-modernis ini dikenal karena melihat tiga konsep pemikiran; pengetahuan terhadap kebenaran, kuasa dan subjek etika.

Ketiga tema yang saling berhubungan, yang ia lihat dari sudut pandang arkeo-historis. Foucault melihat apa yang terjadi pada saat ini, dengan bercermin pada kejadian yang juga pernah terjadi pada masa lalu.

Foucault menganalisa tentang kuasa (: kekuasaan) terutama isu terkait seksualitas dan praktek penjara, dirunut dari abad ke 17. Di tulisan ini, hanya berfokus pada sub tema seks dan seksualitas saja. Yakni kasus pelecehan seksual yang kini sering kita dengar, yang terjadi di sekeliling kita.

Foucault memandang seks dan seksualitas yang kerap dianggap tabu dan berbahaya untuk dibicarakan semasa zaman Viktorian di Inggris. Tetapi, kenyataannya, seks yang selalu di-tabu-kan malah secara gamblang kita lihat penyelewengannya. Ini yang terjadi pada kasus-kasus pelecehan seksual dan kekerasan seksual.

Meskipun, cara berpikir manusia berkembang mengikuti jaman, tetapi, menurut Foucault, kejadian per kejadian selalu kembali berulang. Cukup riskan untuk mengatakan bahwa terlepas dari berkembangannya cara berpikir manusia, tetapi yang dipikirkan tetaplah sama, dalam kasus ini : seks dan seksualitas.

Seks dan seksualitas hadir di trilogi karya Foucault. Yakni The History of Sexuality, The Care of the Self, dan The Use of Pleasure.

Pelecehan dan Kekerasan seksual, memiliki pola relasi kuasa. Menurut Foucalt, kuasa itu menyebar dalam hubungan-hubungan masyarakat, dan merupakan tatanan disiplin dan dihubungkan dengan jaringan, memberi struktur kegiatan-kegiatan, tidak represif tapi produktif, serta melekat pada kehendak untuk mengetahui.

Foucalt melihat bahwa betapa cairnya kekuasaan. Sebab relasi kuasa adalah efek dari pembagian, perbedaan, ketidaksetaraan dan ketidakseimbangan.

Kasus tindak kekerasan terbaru di Kota Jambi, adalah perlakukan BP (49), seorang perawat senior di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raden Mattaher Jambi terhadap TF, seorang mahasiswi magang di sana.

Jika menggunakan cara pandang Foucalt, maka TF adalah orang yang meminta petunjuk dan arahan kepada BP yang lebih senior, terkait tugas-tugas yang harus dilakukannya.

Tetapi, kekuasaan, yang berselubungan dalam ke-tabu-an, membuat BP melakukan perbuatan penyelewengan seks, dan dengan pemaksaan kehendak. Sebagai senior kepada junior. Sebagai penguasa kepada yang dikuasai.

BP, kini sedang menjalani sidang demi sidang di PN Jambi. Perbuatannya, menurut JPU, melanggar pasal 6 huruf a Undang-Undang UU nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual. Sehingga, JPU pun menuntut terdakwa dengan hukuman dua tahun penjara, dikurangi masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalaninya.

Ketika mendapatkan perlakukan itu, TF sempat berontak dan berteriak. Dan BP pun melepaskan korban. Orangtua korban, IW (47), lalu melaporkan kejadian itu ke Polresta Jambi tanggal 4 November 2022 lalu.

Selanjutnya, TF pun mendapatkan memeriksaan secara psikologi forensik. Dari pemeriksaan itu, diketahui kondisi psikis korban yang mengalami ketakutan, merasa tidak nyaman, kualitas tidur terganggu, dan selalu teringat tentang kejadian yang dialaminya itu.

Akhirnya, BP (49) diamankan di Mapolresta Jambi tertanggal 27 Desember 2022 lalu.

Foucault memaparkan bahwa kuasa itu menyebar, tidak terpusat pada seseorang atau institusi saja. Relasi kuasa dapat saja terjadi di lingkungan tempat tinggal.

Pada kasus sebelumnya itu, dimana AL, adalah seorang pengajar membaca di bilangan Mayang Kota Jambi. Belasan anak-anak perempuan berguru kepadanya.

Sebagai guru, AL berkusa penuh. Sehingga murid-muridnya, sebanyak 5 orang melapokan ke pihak kepolisian, pun menjadi objek untuk ke-tabu-an itu : seksualitas.

Hubungan guru dan murid, yang dikuasai sepenuhnya oleh guru, menyebabkan kesewenangan dalam seks yang tabu untuk dibicarakan. Anak-anak pun menjadi korban. Dan hingga kini masih mengalami trauma.

AL divonis hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 100 juta oleh majelis hakim Mahkamah Agung, pada Desember 2020 lalu. AL dibebaskan pada Februari 2023 lalu.

Peraturan perundangan-undangan di Indonesia pun telah menjelaskan tentang relasi kuasa. Yakni melalui Peraturan Mahkamah Agung nomor 3 tahun 2017 tentang pedoman mengadili perkara perempuan yang berhadapan dengan hukum.

Peraturan ini menyebutkan bahwa relasi kuasa adalah relasi yang bersifat hierarkis, ketidaksetaraan dan/atau ketergantungan status sosial, budaya, pengetahuan/pendidikan dan/atau ekonomi yang menimbulkan kekuasaan pada satu pihak terhadap pihak lainnya dalam konteks relasi antar gender sehingga merugikan pihak yang memiliki posisi lebih rendah.

Sebenarnya, kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia masih cukup tinggi. Komnas Perempuan pada Catatan Tahunan 2023 menyebutkan pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2022 adalah 457.895 kasus. Sebanyak 339.782 dari total pengaduan tersebut adalah kekerasan berbasis gender (KBG)

Seolah semakin membuktikan, bahwa dalam setiap kasus, selalu ada relasi kuasa. Yakni tindakan keselewengan dari ke-tabu-an seks dan seksualitas yang enggan dibicarakan secara gamblang. Dan akibat ke-tabu-an itu telah menciptakan korban-korban kekerasan seksual.*

avatar

Redaksi