Berliner Mauer : Diruntuhkan Angin Perubahan
Daulat
July 20, 2023
Jon Afrizal
(: pixabay)
“Take me to the magic of the moment
On a glory night
Where the children of tomorrow dream away
In the wind of change”
SUARA siulan vocalis utama band rock Jerman Scorpions, Klaus Meine, mengisyaratkan bahwa telah terjadi perubahan di Eropa timur. Siulan sebagai intro dari lagu bernuansa power ballad berjudul Wind Of Change dari band asal Hannover, Jerman ini, berasal dari album ke-11 dengan tajuk Crazy World yang dirilis pada tahun 1990.
Setelah penduduk di Jerman Timur berdemonstrasi sejak September 1989, dan mencapai puncaknya di Alexanderplatz pada 4 November 1989, maka pada 9 November 1989 Berliner Mauer (tembok berlin) yang selama ini disebut oleh otoritas Jerman Timur sebagai Antifaschistischer Schutzwall (benteng proteksi antifasis) pun dirobohkan oleh penduduk Jerman Timur.
Berliner Mauer dibangun pada tanggal 12 Agustus 1961. Sebagai simbol dari Perang Dingin yang terjadi di Eropa Timur. Tembok Yang Memalukan ini, karena mengekang kebebasan, berdiri sepanjang 45 kilometer, telah memisahkan Berlin Timur yang dikendalikan Soviet dan Berlin Barat yang didukung oleh sekutu Nato.
Selanjutnya, pada tahun 1980, tembok dengan tinggi 5 meter ini pun diperpanjang lagi sepanjang 120 kilometer agar benar-benar dapat memisahkan Jerman Barat dan Jerman Timur.
Pada 1 September 1939 hingga 2 September 1945, terjadilah perang dunia kedua. Tetapi, setelah masa itu masih terus berlanjut, yakni pertempuran ideologi yang biasa disebut Cold War (perang dingin). Perang yang terjadi pada tahun 1947 hingga 1991 ini adalah ketegangan politik dan militer antara blok barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan sekutu NATO-nya dengan blok timur yang dipimpin oleh Uni Soviet.
Bermula dari persoalan itu, setelah berakhirnya perang dunia kedua, Jerman jatuh dalam pengaruh sekutu dan Soviet. Ini mengakibatkan, Jerman dibelah menjadi dua. Bagian barat Jerman dikuasai oleh sekutu, dan bagian timur dikuasai oleh Uni Soviet.
Pemerintahan Jerman Barat dibentuk pada bulan Mei 1949 dengan ibu kotanya, Bonn. Sedangkan pemerintahan sosialis Jerman Timur dibentuk bulan Oktober 1949 dengan ibu kota di Berlin Timur.
Sepanjang tahun 1949 hingga 1961, banyak orang melarikan diri dari Jerman Timur menuju ke Jerman Barat. Umumnya adalah generasi muda, yang ingin merenggut kebebasan.
Banyak dari mereka yang mengalami kematian dalam pelarian itu, dan banyak pula yang ditangkap oleh tentara Jerman Timur. Terkait angka dan jumlah, hingga kini masih diperdebatkan.
Jerman Barat adalah penganut paham liberal dan menuju kapitalisme, sama seperti negara barat pada umumnya. Sementara Jerman Timur, dengan kecenderungan komunisme ala Uni Soviet lebih memilih praktek Soziale Marktwirtschaft (ekonomi sosialis).
Kondisi ini mengakibatkan terbentuknya iklim perekonomian yang senjang antara Jerman Barat yang lebih makmur dibandingkan Jerman Timur.
Pelarian penduduk Jerman Timur ini jelas membuat perekonomian Republik Demokratik Jerman semakin anjlok. Maka secara tiba-tiba, seperti sulap, otoritas Jerman Timur yang waktu itu dipimpin Walter Ulbricht membangun tembok pembatas untuk kedua negara penganut ideologi yang berbeda itu.
Pembangunan tembok dilakukan pada tanggal 12 hingga 13 Agustus 1961.
Walter Ulbricht mengemukan alasan pembangunan tembok itu, bahwa Berlin Barat adalah lobang bagi negara mereka. Sehingga harus ditutup, agar tidak ada celah bagi fasisme untuk masuk ke Jerman Timur.
Kenyataannya, setelah pembangunan tembok pembatas itu, semakin banyak lobang yang menganga di tembok yang mereka bangun. Lobang yang menjadi jalan menuju kebebasan. Lubang yang sengaja dipukul dengan menggunakan martil, godam dan palu, oleh penduduk Jerman Timur agar mereka dapat menyeberang ke Jerman Barat.
(: gettyimages)
Presiden Amerika Serikat, sejak dari John F Kennedy hingga Ronald Reagen pernah berpidato di sisi tembok di bagian Jerman Barat. Mereka menyatakan dukungan sepenuhnya terhadap sesama penganut ideologi.
Kedatangan John F Kennedy pada tahun 1963 dikenang dengan kata-katanya “Ich bin ein Berliner” (saya adalah warga berlin).
Selama aksi demonstrasi besar-besaran di Jerman Timur pada penghujung 1989 itu, terdapat dua kalimat pendek yang selalu diteriakkan oleh demonstran. Dua kalimat paradoks, yang artinya saling bertentang satu dengan lainnya, dan diungkapkan dalam waktu yang bersamaan.
Yakni “Wir wollen raus!” (Kami mau pergi!), dan “Wir bleiben hier” (Kami akan tetap di sini!). Dua kalimat yang mengungkap pikiran mereka. Bahwa sebagai warga negara mereka sangat mencintai Jerman Timur, tetapi sebagai manusia mereka tetap menginginkan kebebasan dan kemakmuran.
Tercatat dalam sejarah, penduduk berdatangan ke sisi tembok bagian Jerman Timur. Mereka, semua datang dengan menggenggam martil, palu dan godam di tangan. Satu demi satu, mereka memukul tembok penghalang itu dengan martil, palu dan godam, hingga berminggu-minggu.
Mereka adalah Mauerspechte (pelatuk tembok). Penduduk kota Berlin Timur yang dengan sadar menarik pelatuk senjata mereka; berupa martil, palu dan godam, untuk menghancurkan tembok pembatas.
Di sisi kota yang berbeda, Jerman Barat, kebebasan adalah patut untuk disambut dan dirayakan bersama. Bertemunya kerabat dan saudara yang hampir 30 tahun dipisahkan oleh tembok ideologi politik dan ekonomi.
Runtuhnya tembok pembatas ini, sebagai konsekwensinya, telah membentuk reunifikasi Jerman pada 3 Oktober 1990. Jerman telah bersatu. Dan Berlin tidak lagi dibelah dua. Baik itu secara ideologi politik maupun secara ekonomi.
Angin perubahan itu sendiri telah digaungkan oleh pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev. Ia adalah pencetus dua kebijakan, yakni glasnost dan perestroika bagi Uni Soviet. Glasnost bertujuan untuk membuka kebebasan berpendapat dan kritik, dan perestorika bermakna pada reformasi di bidang ekonomi.
Melalui kedua kebijakan ini, Gorbachev menyerahkan negara-negara Eropa Timur untuk mengatur dirinya sendiri dan terbebas dari aturan Soviet.
Pada kunjungannya ke Berliner Mauer pada tahun 1989, tepat pada hari peringatan Republik Demokratis Jerman, ia berkata kepada pemimpin Jerman Timur Erich Honecker. Satu kalimat yang, sebenarnya, menjelaskan akan terjadinya sebuah perubahan besar. Yang artinya kira-kira “Siapa yang terlambat datang, akan dihukum oleh hidup”.
Itulah yang terjadi. Angin perubahan bertiup sangat kencang di Jerman Timur. Dan setiap hari semakin kencang, hingga merobohkan Berliner Mauer.*