Anne Frank Dan Keinginannya Menjadi Jurnalis
Hak Asasi Manusia
May 18, 2023
Jon Afrizal
Anne Frank, penulis Diary of A Young Girl. (photo coutesy: gettyimages)
“Aku akhirnya menyadari bahwa aku harus mengerjakan tugas sekolahku agar tidak menjadi orang bodoh, agar tetap hidup, agar bisa menjadi seorang jurnalis, karena itulah yang aku inginkan!”(Anne Frank, Diary of a Young Girl, 5 April 1944)
SEBUAH rak buku menjadi saksi. Bahwa di balik rak buku itu adalah “ruang rahasia” seorang calon jurnalis. Namanya Anne Frank. Tapi sayang, keinginan itu tidak pernah dapat dicapainya.
Annelies Marie, demikian nama lengkap gadis yang lahir pada 12 Juni 1929 itu. Ia adalah Jewish korban holocaust perang dunia kedua.
Anne Frank berasal dari Kota Frankfurt, Republik Weimar. Ia terlahir sebagai warga negara Jerman, dan kehilangan status kewarganegarannya pada tahun 1941.
Ia menjalani sebagian besar masa hidupnya di Kota Amsterdam, Belanda. Di sana lah buku harian itu ia tulis, di sebuah ruangan di gedung tempat keluarganya bersembunyi dari kejaran tentara Nazi-nya Hitler.
Buku harian itu, berisi tentang pengalaman kehidupan seorang gadis kecil pada saat tentara Jerman menduduki Belanda pada perang dunia kedua.
Menurut history.com, holocaust adalah penganiayaan dan pembantaian massal yang disponsori negara terhadap jutaan Jewish di Eropa, Romanian, penyandang cacat intelektual, pembangkang politik, dan homoseksual oleh rezim Nazi Jerman antara tahun 1933 dan 1945.
Dimana, seorang gadis kecil, yang punya bakat untuk menulis, telah mencatat secara detail hari-hari yang ia lewati di Achterhuis ( : ruang rahasia). Yang berada di sebuah gedung tua di bagian barat Kota Amsterdam.
Secret Annexe, dalam edisi bahasa Inggris, sebuah “rumah” yang ditutup dengan menggunakan rak buku. “Rumah” itu terdiri dari dua kamar berukuran kecil, yang dilengkapi dengan kamar mandi dan toilet, berada di lantai satu, dan di atas terdapat ruangan terbuka besar, dengan sebuah ruangan kecil di sampingnya.
“Rumah” itu berada di atas kantor Opekta Works, sebuah perusahaan yangbergerak di bidang ekstrak buah-buahan, diman Otto Frank, ayah Anne berkerja.
Menurut annefrank.org, keluarga Frank pindah dari Jermnan ke Belanda pada tahun 1933. Tetapi, kekisruhan politik telah menjebak mereka untuk tetap berada di Amsterdam, sejak 1940. Dan pencarian terhadap Jewish oleh tentara Nazi terus berlangsung, hingga akhirnya mereka ditangkap dan dipindahkan ke kamp konsentrasi Bergen-Belsen, dan meninggal di sana karena penyakit thypus, pada Februari tahun1945.
Ayah Anne, Otto Frank, adalah satu-satunya anggota keluarga yang selamat. Dari seorang bernama Miep Gies, ia mendapatkan buku harian Anne yang tersimpan rapi.
Otto menangis ketika membaca buku harian anaknya yang telah meninggal dunia itu. Tetapi, dalam memoarnya, Otto akhirnya berniat untuk menerbitkan buku ini agar menjadi suatu contoh yang baik kepada anak-anak di dunia untuk rajin membaca dan menulis.
Dengan kondisi setelah perang, di saat Nazi Hitler telah kalah, buku itu diterbitkan pada tahun 1947. Dengan judul asli berbahasa Belanda, Het Achter-huis.
Begitu banyak perdebabatan tentang Anne Frank dan bukunya. Apakah buku itu adalah asli tulisan Anne, dan apakah Anne adalah nyata. Namun, Otto berhasil membuktikan keaslian dari tulisan itu.
Seperti pernyataan Anne pada buku diary-nya, “Ketika aku menulis, kesedihanku hilang, semangatku bangkit!”
Pada tahun 1955, buku harian ini diangkat menjadi sebuah drama dan dipentaskan di Kota New York. Drama ini berhasil mendapatkan Pulitzer Prize for Drama. Bahkan buku ini pun menjadi bacaan wajib dan masuk ke dalam kurikulum di sekolah-sekolah di Amerika serikat, selama bertahun-tahun.
“Dari banyak orang yang di sepanjang sejarah telah berbicara mengenai martabat manusia pada masa penderitaan dan kehilangan, tidak ada suara yang lebih menarik dibandingkan dengan Anne Frank,” demikian menurut John F Kennedy, presiden Amerika Serikat ke-35.
Selayak jurnalis, Anne Frank mengamati dan mencatat secara detail orang per orang yang ada di gedung itu, termasuk juga keluarga Van Pels.
Selayak jurnalis pula, ia dengan lihai mengganti nama orang per orang di gedung itu. Agar, untuk dirinya sendiri pun ia harus menetapkan status praduga tidak bersalah kepada siapa pun.
Meskipun, sesungguhnya seperti yang ia tulis di buku diari, Anne tidak menginginkan setiap orang membaca buku hariannya. Tetapi, buku ini adalah rekonstruksi secara akurat tentang manusia-manusia yang merasakan akibat langsung perang dunia kedua dan holocaust.
Seperti pernyataan Nelson Mandela, bahwa holocaust adalah sama dengan apratheid. Keyakinan keduanya adalah sama, baik Anne Frank maupun Nelson Mandela, bahwa holocaust dan apartheid adalah sebuah keyakinan yang salah dan harus ditentang.
Majalah Time, memasukkan Anne Frank sebagai The Most Important People of the Century, pada tahun 1999. Dengan menyatakan bahwa buku yang ditulis Anne adalah “suara yang membakar dan memperjuangkan martabat manusia.”
Dan, sebagaimana semestinya, jurnalisme adalah bercerita tentang manusia, sebagai main character-nya. Selayaknya jurnalis, Anne Frank adalah seorang humanist dan juga saksi mata tentang mengapa banyak orang takut dan bersembunyi dari kejaran Nazi Hitler.
Ia juga secara jujur telah menceritakan tentang hal-hal yang ia tidak sukai. Tentang norma-norma yang seharusnya dijalani dan dijunjung tinggi setiap manusia. Tentang rasa peduli terhadap manusia di sekeliling kita.
Meskipun melalui sebuah buku diari, tapi kita semua telah belajar dari seorang gadis kecil. Gadis kecil itu bernama Anne Frank.*