Geng Motor Di Jambi, Klitih Di Jogja
Daulat
March 26, 2025
Jon Afrizal/Kota Jambi

Barang bukti sitaan polisi dari Geng Motor di Kota Jambi. (credits: Detik)
Bagaimana, hingga hari ini, terjadi kenakalan remaja, yang mengarah kepada kriminalitas, di tempat-tempat yang letaknya saling berjauhan? Apakah telah terjadi “transfer ilmu”? Berikut ulasan Amira, untuk para pembaca.
GENG motor adalah teror bagi warga Kota Jambi. Kenakalan remaja, yang telah menjadi perbuatan kriminal, dengan membawa senjata tajam.
Begitu juga dengan Klitih, di Yogyakarta. Sebutan untuk kejahatan kriminal jalanan di Jogjakarta.
Geng motor di Kota Jambi, pertama kali terdengar kiprah kriminal mereka, adalah pada awal tahun 2019. Sewaktu itu, sedang pandemi, dan segerombolan remaja tertangkap kamera cctv, sedang melakukan aksi, mungkin, penyerangan.
Meskipun, kejadian awal ini dibantah oleh banyak orang, tetapi, sejak saat itu, istilah Geng Motor menjadi prasa umum di kalangan warga di Kota Jambi.
Sejak saat itu, banyak korban “tebas” yang dilakukan oleh anggota geng motor. Mereka mencari korban secara acak, dengan alasan “uji mental”.
Banyak warga Kota Jambi yang dapat berbicara terkait persoalan ini. Terutama warga yang acap kali masih berada di jalanan, selepas pukul 21.00 WIB.
Celurit, parang panjang, dan berbagai senjata tajam dengan ukuran panjang, biasa dibawa oleh anggota Geng Motor. Yakni, oleh penumpang yang duduk di sadel bagian belakang.
Umumnya, mereka berkendara secara berboncengan dua orang. Driver bertugas mengendalikan kendaraan, dan penumpang di sadel belakang adalah eksekutor, dan melakukan aksi kekerasan terhadap siapa saja yang layak menurut standard-nya.
Lama makin lama, aksi kekerasan jalanan yang meresahkan itu, diupload ke media sosial. Mungkin saja setelah kejadian, atau bahkan live.
Aksi yang mengerikan, dan merugikan banyak orang.
Sehingga, Polda Jambi pun menyatakan perang terhadap Geng Motor. Dan, aksi mereka dipandang sebagai aksi yang melawan hukum.
Belum lama ini, Tim Resmob Polda Jambi, menangkap empat orang remaja beserta empat pucuk senjata tajam dan dua unit sepeda motor di daerah Simpang Pulai, Kota Jambi, Senin (24/3).

Barang bukti sitaan polisi dari pelaku Klitih di Yogyakarta. (credits: TribunJogja)
Keempat remaja itu, adalah; RA (20), MYS (17), RA (17), dan AP (18). Mereka akan disangkakan UU Darurat nomor 12 tahun 1951, karena pidana kepemilikan senjata tajam.
“Sekali lagi saya peringatkan kepada para gengster di Jambi, kalau kalian masih berani, kita lihat saja nanti. Kami sudah kasih kesempatan untuk berdamai, dan saya tidak kasih ampun lagi,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jambi Kombes Manang Soebeti, mengutip Detik.
Adapun keempat pucuk senjata tajam yang berhasil di sita, adalah; katana, celurit, egrek, dan parang gergaji.
Jenis senjata tajam yang sama, atau hampir sama, yang digunakan oleh pelaku Klitih di Yogyakarta, sejak awal tahun 1990-an lalu.
Istilah Klitih, mengutip Kompas, terjadi di malam hari ketika beberapa jalan mulai sepi.
Ahli Bahasa Jawa, dan juga Guru Besar Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Pranowo mengatakan, klitih berasal dari bentuk kata ulang, yakni: klithah-klithih. Artinya kira-kira, adalah: jalan bolak-balik agak kebingungan.
Sehingga, dapat digunakan dengan contoh yang hampir mirip dalam bahasa Indonesia, yakni; pontang-panting, mondar-mandir, hilir-mudik, dan seradak-seruduk.
“Itu dulu. Tapi sekarang, kata klithah-klithih yang hanya digunakan sebagian, yakni klitih digunakan untuk menunjuk aksi-aksi kekerasan dan kriminalitas,” katanya.
Klitih, menurut sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito, adalah kegiatan atau aktifitas keluar rumah di malam hari untuk menghilangkan kepenatan. Namun, kini, telah mengalami pergeseran menjadi hal-hal negatif, yakni tindak kriminalitas, yang justru dilakukan oleh remaja.
Menurut sosiolog kriminalitas UGM Soeprapto, sejumlah remaja dengan latar belakang keluarga yang kurang kondusif melampiaskan kekecewaannya dengan mengajak remaja lain berkeliling mencari “musuh” memakai sepeda motor.
Pelaku klitih, katanya, jarang menyerang masyarakat dari kelompok tertentu, seperti; perempuan, orang tua, dan pemuda-pemudi yang sedang berboncengan. Dan juga, pelaku klitih tidak merampas harta korban.
Pelaku klitih, katanya, tidak akan menyerang pihak-pihak yang tidak dapat mereka jadikan “musuh”. Mereka memiliki standard tertentu terkait kategori “musuh”.
“Aturan main” yang hampir sama, yang digunakan oleh para begundal Geng Motor di Kota Jambi. Sejauh ini, mereka akan mencari target yang “sebanding” dengan mereka. Mungkin, itu dalam hal usia.
Dan, mereka tidak pernah mengambil harta korban. Atau, katankanlah, mereka bukan jenis rampok, jambret atau begal.
Tetapi, tentu ini bukan pembenaran terhadap aksi penebasan dan perang antar geng yang mengganggu ketertiban umum.
Terbuka kemungkinan, jika kemudian, para begal, jambret dan rampok yang seusia menyelinap di dalam kelompok Geng Motor, dan melakukan aksinya di saat kelompok Geng Motor sedang melakukan aksi.
Sebab, kelompok Geng Motor adalah cair, dan tidak memilki kartu anggota tetap. Sehingga, siapa saja, yang sepaham dan seusia, dapat ikut serta menjadi anggota.
Sehingga, perlu untuk memikirkan dan mengantidipasi dampak buruk lanjutan dari kegiatan geng-gengan ini.
Dikarenakan dianggap membahayakan nyawa orang lain, maka para pelaku klitih kerap disangkakan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, dan Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan berat, Pasal 2 Undang-Undang Darurat nomor 12 Tahun 1951 yakni Pasal membawa senjata tajam, pasal 80 Ayat 2 juncto Pasal 76 C Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang “Perlindungan Anak”.
Ancaman hukuman bagi para pelaku kejahatan klitih adalah pidana 5 hingga 12 tahun penjara.
Maka, jika anda adalah warga Kota Jambi, sangat disarankan untuk menghindari jalanan utama ataupun jalanan lainnya pada waktu malam hari, atau mendekati tengah malam, atau lewat tengah malam. Terutama ketika jalanan telah sepi dari aktifitas, dan di wilayah-wilayah yang sepi pengendara.
Jika terjadi hal-hal buruk akibat ulah anggota geng motor, segeralah hubungi Call Center 110, atau segera hubungi kantor polisi terdekat.*

