Bagaimana Audivisul Memanipulasi Kita
Inovasi
October 22, 2025
Jon Afrizal

Ilustrasi film “Scary Movie”. (credits: Warner Media)
FILM dan acara TV bukan hanya sekadar alat hiburan saja. Tetapi juga adalah instrumen ampuh yang membentuk pikiran, persepsi, dan bahkan perilaku seseorang.
Sadar atau tidak, penonton, dapat dimanipulasi ke dalam pola pikir tertentu.
Artikel ini, secara singkat akan membahas tentang bagaimana film dan acara TV mempengaruhi pikiran kita, dan bagaimana teknik manipulasi itu bekerja.
Film dan acara TV adalah bentuk seni yang meninggalkan dampak kuat pada otak kita. Keduanya, merujuk Psychology Times, akan menggugah emosi kita, mempengaruhi pikiran kita, dan menentukan bagaimana kita menafsirkan peristiwa.
Otak kita terpengaruh melalui cermin neuron. Dimana kita meniru perasaan dan tindakan karakter yang kita tonton. Itulah sebabnya, mengapa kita ikut menangis saat adegan sedih, dan tegang saat adegan menegangkan.
Juga, pengkondisian emosional. Ketika karakter atau ide tertentu dikaitkan dengan emosi positif atau negatif, yang menciptakan pengkondisian dalam otak kita.
Lalu, persepsi selektif. Orang yang secara konsisten menonton jenis konten tertentu akan mulai melihat peristiwa dari perspektif itu.
Menurut sebuah studi oleh Universitas Stanford, film dan acara TV memiliki kekuatan untuk mengubah cara kita memandang dunia.
Individu yang menonton film dan acara TV secara intensif, akan memandang peristiwa dunia nyata secara berbeda dan mengembangkan lebih banyak empati. Universitas Harvard bahkan menemukan bahwa film membentuk norma sosial dan dapat mengubah penilaian nilai individu.

Ilustrasi film “You Are Apple of My Eyes”. (credits: Pinterest)
Film dan acara TV dapat mengarahkan emosi penonton melalui teknik manipulasi yang tidak disadari. Emosi kita dimanipulasi melalui musik, warna, dan teknik visual.
Sebagai contoh, dalam film horor, misalnya. Musik yang menegangkan digunakan untuk membuat penonton ketakutan.
Sedangkan dalam adegan bahagia, melodi ceria dimainkan untuk membangkitkan emosi positif.
Permainan warna dan cahaya, juga ikut membantu. Warna biru dan “dingin” adalah cara untuk menciptakan perasaan sedih dan melankolis. Sedangakn warna merah dan “hangat” akan membangkitkan kegembiraan dan rasa bahaya.
Beberapa teknik penyuntingan, pun berpengaruh pada emosi penonton. Potongan cepat meningkatkan kegembiraan. Sedangkan pengambilan gambar gerak lambat dapat meningkatkan dampak emosional.
Film-film karya Christopher Nolan selalu menggunakan tempo musik dan teknik pemotongan untuk memanipulasi persepsi waktu. Sedangkan film-film horor lebih menggunakan trik suara dan cahaya untuk membuat objek biasa menjadi menakutkan.
Sebagai lanjutannya, maka akan tercipta propaganda dan pesan sosial. Film dan acara TV adalah satu alat propaganda politik dan budaya yang paling efektif.
Adapun cara kerjanya, adalah melalui beberapa “pesan”. Pesan Bawah Sadar, diamna ideologi, norma budaya, atau pandangan politik tertentu dimasukkan secara cerdik ke dalam film.
Lalu, Persepsi Pahlawan dan Penjahat. Kelompok tertentu digambarkan secara positif atau negatif, yang mengarahkan perspektif pemirsa ke arah mereka.
Selanjutnya, Stereotip dan Prasangka. Bangsa, profesi, atau kelompok sosial tertentu ditampilkan dengan stereotip tertentu.
Sebagai contoh, film-film Hollywood sering menggambarkan karakter Rusia sebagai “orang jahat.” Itu terjadi selama selama “Perang Dingin”.
Sedangkan di dunia TV, profesi tertentu terus-menerus diglamorkan, dan membuatnya popular. Seperti; pengacara, dokter, dan penegak hukum.

Ilustrasi acara TV “American Idols”. (credits: Britannica)
Maka, narasi akan mendistorsi persepsi realitas seseorang dalam film fiksi. Dengan cara; menyajikan kejadian nyata dengan cara yang menyimpang, dramatisasi dan fiksionalisasi yang berlebihan, dan menciptakan ekspektasi yang tidak realistis dengan klise “Akhir Bahagia”.
Film romantis dapat membentuk persepsi tentang “cinta yang sempurna”. Juga, meningkatkan ekspektasi dalam hubungan nyata.
Film laga dapat menyebabkan penonton meremehkan bahaya di dunia nyata. Terutama dengan dengan adegan-adegan yang menentang hukum fisika.
Selain itu, manipulasi juga akan mempengaruhi Perilaku Sosial penonton. Ini dapat dilihat dari pakaian yang dikenakan dalam serial TV kemudian ditiru oleh jutaan orang.
Setelah “Peaky Blinders”, misalnya, maka minat terhadap mode vintage menular dan meningkat.
Juga, dapat mengubah pola bicara dan bahasa pergaulan. Serial populer dapat memperkenalkan kata-kata dan idiom baru ke dalam bahasa sehari-hari.
Dan, dapat memicu tren sscial. Ini terlihat dimana acara seperti “Squid Game” dapat menginspirasi tren global dan tiruan kehidupan nyata.
Sementara “Breaking Bad”, telah memicu minat terhadap sains dan kimia untuk bertumbuh secara signifikan.
Satu-satunya advice yang memungkinkan, adalah, mengkontrol pikiran sendiri. Maka, konsumsilah media audiovisual secara sadar.
Seperti memulai menonton konten dengan pola pikir kritis, dan memahami perbedaan antara realitas dan fiksi.
Juga, mempertimbangkan berbagai perspektif, dan itu lebih baik ketimbang hanya terpaku pada satu sudut pandang saja.
Dan, mewaspadai pesan tersembunyi dalam film dan serial TV.
Sebab, apa yang kita tonton akan membentuk kita.
Haruslah disadari, bahwa film dan serial TV bukan sekadar alat hiburan saja. Keduanya juga adalah instrumen manipulasi yang ampuh yang membentuk emosi kita, mempengaruhi pikiran kita, dan mengubah persepsi kita tentang realitas.
Maka, menjadi penonton yang sadar adalah cara paling efektif untuk melindungi diri dari pengaruh-pengaruh ini.*