“Minus” Rasa Malu? Waspada: Jaringan Otak Rusak

Resonansi

December 13, 2024

Zachary Jonah

Ilustrasi Rasa Malu. (credits: proactiveapproache)

Rasa Malu berhubungan dengan kerusakan di jaringan otak manusia, yang biasa disebut dengan korteks cingulate anterior pregenual. Semakin banyak kerusakan jaringan di bagian otak ini, maka akan semakin sedikit rasa malu pada seseorang, bahkan terhadap dirinya sendiri.

TIM ilmuwan di University of California, San Francisco dan University of California, Berkeley, melakukan eksperimen terkait karaoke untuk mengungkap bagian otak mana yang penting untuk rasa malu. Caranya, adalah dengan merekam orang-orang yang menyanyikan lagu Motown lama, dan kemudian meminta mereka mendengarkan nyanyian mereka sendiri tanpa musik yang mengiringinya.

Hal yang menarik dari percobaan ini, mengutip ScienceDaily, adalah sebagian besar subjek memiliki penyakit neurodegeneratif, yang membantu para ilmuwan mengidentifikasi sepotong jaringan seukuran ibu jari di belahan kanan bagian depan otak yang disebut korteks cingulate anterior pregenual sebagai bagian penting dari rasa malu.

Sejauh mana para penyanyi merasa malu saat mendengar diri mereka sendiri menyanyikan lagu hits tahun 1964 berjudul “My Girl” dari Temptations, sangat bergantung pada integritas wilayah khusus ini.

“Pada orang sehat, menonton diri mereka bernyanyi menimbulkan reaksi malu yang cukup besar,” kata Virginia Sturm, seorang peneliti pascadoktoral di UCSF.

Tekanan darah dan detak jantung mereka meningkat, dan pernapasan mereka berubah,

Namun, orang yang mengalami kerusakan neurologis di korteks frontal medial, merespons dengan lebih acuh tak acuh.

“Wilayah otak ini memprediksi perilaku. Semakin kecil wilayahnya, semakin sedikit rasa malu yang dirasakan orang-orang,” katanya.

Untuk mengetahui bahwa orang kehilangan kemampuan untuk merasa malu dan bagian otak mana yang mengatur kemampuan itu dapat menjadi cara untuk membantu mendiagnosis orang dengan penyakit neurodegeneratif tertentu lebih dini.

Penelitian berjudul “Right Pregenual Anterior Cingulate Cortex Volume Predicts Self-Conscious Emotional Reactivity in Neurodegenerative Disease” dipresentasikan pada Pertemuan Tahunan ke-63 Akademi Neurologi Amerika pada tanggal 14 April 2011 di Hawaii.

Korteks cingulate anterior pregenual pada otak manusia. (credits: wiki commons)

Penelitian ini adalah bagian dari kumpulan karya yang lebih besar di “Pusat Memori dan Penuaan” UCSF yang meneliti tentang emosi dan perilaku sosial dalam penyakit neurodegeneratif, dan mencari cara yang lebih baik untuk memprediksi, mencegah, dan mengobatinya.

Ahli saraf di UCSF dan di tempat lain di negara ini telah mendokumentasikan selama bertahun-tahun tentang bagaimana orang dengan sekelompok kondisi neurodegeneratif terkait yang disebut demensia frontotemporal bertindak dengan cara yang akan memalukan bagi orang sehat.

Kondisi ini disebabkan oleh degenerasi progresif lobus temporal dan otak frontal, yang memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan, perilaku, dan pemahaman serta ekspresi emosi dan Bahasa, termasuk emosi kompleks, seperti rasa malu.

Saat bagian-bagian otak ini memburuk, orang kehilangan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dan mungkin berperilaku aneh.

Semakin banyak penelitian di UCSF dan pusat-pusat medis lainnya telah menghubungkan hilangnya struktur otak dan jaringan saraf tertentu dengan perubahan perilaku tertentu.

Dalam percobaan Karaoke mereka, Sturm dan rekan-rekannya mengambil 79 orang, dimana sebagian besar dengan penyakit neurodegenerative, dan meminta mereka bernyanyi sementara alat ukur mengukur tanda-tanda vital mereka dan kamera merekam ekspresi mereka.

Mereka bernyanyi. Lagu-lagu mereka direkam, lalu diputar ulang dengan kecepatan normal tanpa musik pengiring. Sturm dan rekan-rekannya menilai seberapa memalukan hal ini bagi para peserta berdasarkan ekspresi wajah dan penanda fisiologis, seperti keringat dan detak jantung.

Selanjutnya, semua orang menjalani MRI, yang menghasilkan peta otak yang sangat akurat. Sturm dan rekan-rekannya menggunakan peta ini untuk mengukur volume berbagai daerah otak dan mempertimbangkan apakah ukuran daerah tersebut dapat memprediksi rasa malu.

Mereka menemukan bahwa orang yang mengalami neurodegenerasi signifikan di korteks cingulate anterior pregenual cenderung tidak merasa malu. Bahkan, semakin banyak kerusakan jaringan di bagian otak ini, semakin sedikit orang merasa malu dengan nyanyian mereka sendiri.

Kelompok yang sama juga menjadi sasaran tes “kaget” sederhana terhadap reaktivitas emosional. Dimana mereka duduk diam hingga suara tembakan keras menggema di seluruh ruangan.

“Mereka memang melompat, dan mereka takut,” kata Sturm.

Kondisi ini, katanya, bukan berarti mereka tidak memiliki reaksi emosional sama sekali. Tetapi, pasien yang kehilangan bagian otak ini tampaknya kehilangan emosi sosial yang lebih rumit.

“Emosi seperti malu sangat rentan pada penyakit neurodegeneratif yang menyerang lobus frontal,” katanya.

Sementara perubahan dalam cara berpikir dan ingatan mudah dikenali oleh anggota keluarga dan dokter, perubahan dalam emosi dan perilaku sosial bisa jadi lebih halus dan mudah terlewatkan.

Pemahaman yang lebih baik tentang dasar saraf emosi sosial, seperti “rasa malu” juga dapat membantu anggota keluarga dan perawat untuk lebih memahami perubahan perilaku yang lebih parah pada orang yang mereka cintai.*

avatar

Redaksi