Walhi Jambi: Waspada Bencana Ekologis

Lingkungan & Krisis Iklim

December 9, 2025

Mahendra Wisnu/Kota Jambi

Protes Walhi Jambi terhadap kerusakan lingkungan hidup. (credits: Walhi Jambi)

WALHI Jambi memperingatkan bahwa Provinsi Jambi saat ini berada di ambang bencana ekologis yang serupa, seperti yang terjadi di tiga provinsi di Sumatera belum lama ini.

“Berdasarkan dokumentasi kami sejak tahun 2001-2024, Provinsi Jambi telah kehilangan tutupan lahan seluas 993.453 hektare, terutama di zona vital Huluan Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari dan Pengabuan Lagan,” kata Direktur Walhi Jambi, Oscar Anugerha, mengutip rilis Walhi Jambi tertanggal 8 Desember 2025.

Menurutnya, ratusan ribu hektare lahan kritis di hulu DAS telah menjadi milik konsesi berizin. Dan, menjadi jaminan bahwa risiko banjir di hilir akan terus meningkat.

Kerusakan ini, katanya, dilakukan dibalik legalitas dan pembiaran. Ini adalah krisis terstruktur, dimana negara secara legal memberikan karpet merah kepada korporasi untuk mengubah hutan menjadi lahan terbuka, dan menukarkan fungsi ekologis dengan keuntungan sesaat.

Terdapat tiga poin utama.

Pertama, Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) – Hutan Tanaman Industri (HTI) seluas 530.000 hektare. Kerusakan ini, jika dibandingkan, lebih besar dari luas Kabupaten Muaro Jambi yang hanya memiliki luas wilayah 526.400 hektare saja.

Banjir di Kota Jambi beberapa waktu lalu. (credits: Walhi Jambi)

“Jika dipersentasekan, maka 53,35 persen dari total kerusakan tutupan lahan di Provinsi Jambi adalah akibatkan dari PBPH -HTI,” katanya.

Kedua, Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI), seluas 44.387 hektare. PETI terjadi di Kabupaten Sarolangun, zona terparah dengan 14.900 hektar PETI, hulu sungai Batanghari kini dialiri lumpur dan merkuri beracun, dan mencemari sumber kehidupan masyarakat. PETI adalah kejahatan terorganisir yang beroperasi dengan adanya keterlibatan cukong besar.

Ketiga, eksploitasi kawasan konservasi. Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) kehilangan 39.000 hektare, dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) kehilangan 890 hektare.

“Kini total kehilangan akan berubah menjadi 1,272 juta hectare. Ini adalah akumulasi ekologis yang telah ditandatangani,” katanya.

Dan, penandatangan izin kerusakan lingkungan ini diperkirakan akan terus berlanjut. Mengingat saat ini terdapat tiga perusahaan yang telah mengajukan perizinan PBPH baru di Provinsi Jambi dengan total luasan 32.661,95 hektare.

“Penambahan perizinan korporasi, pembiaran PETI, dan rencana Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) adalah bom waktu yang menjamin banjir dan penderitaan lanjutannya,” katanya.

Beberapa poin yang ditegaskan Walhi Jambi ke pemerintah adalah; moratorium PBPH, menolak WPR, dan, menindak tegas mafia lingkungan.*

avatar

Redaksi