Hikayat Orang Portugis Di Tanah Hindia

Inovasi

January 3, 2025

GJF Biegman*

Lukisan kapal Portugis pertengahan abad ke-16. Kapal ini memungkinkan Portugis mendominasi lautan dan membawa muatan berharga seperti rempah-rempah kembali ke Eropa. (credits: Royal Museums Greenwich, UK)

BERMULA, ketika pada masa lalu barang dagangan dari Hindustan dan dari benua Asia sebelah timur dibawa iringan kafilah pedagang ke benua Eropa. Melalui Afganistan, Persia, Suriah dan Mesir.

Dari sana, barang dagangan itu dimuat ke dalam kapal, lalu dikirim melalui bandar-bandar yang ramai yang berada di tepi Laut Tengah. Seperti; Venetia dan Genua.

Tetapi, cara itu terlalu pelik dan sangat panjang. Serta menempuh berbagai resiko dan bahaya. Para pedagang acap kali diserang oleh penyamun dan perompak.

Akibatnya, barang dagangan dari Asia harganya sangat mahal di benua Eropa. Terutama rempah yang dibawa dari pulau Maluku.

Adalah satu bangsa Eropa pada abad ke-15, yang sangat berani untuk berlayar ke tempat-tempat yang belum diketahui. Mereka adalah: orang Portugis.

Maka, mereka pun berlayar ke arah selatan, semakin lama semakin jauh. Hingga akhinya sampailah ke seluruh pantai barat benua Afrika.

Akhirnya, pada tahun 1486, sampailah seorang nahkoda dari bangsa Portugis ke ujung selatan benua Afrika. Ia bernama: Bartholomeus Diaz.

Meskipun ia sangat ingin berlayar ke Hindustan, tetapi ia urungkan niat itu, dan berbalik pulang ke Portugis. Karena angin badai, dan juga karena anak buah kapal yang nakal.

Diaz khawatir, jika kapalnya diserang ikan yang buas, ataupun dihancurkan oleh bangsa raksasa dan bangsa jin.

Benteng Belgica di Banda Neira, 1824. (credits: Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies)

Adapun Raja Portugis sangat senang mendapat kabar yang menyatakan bahwa Diaz telah sampai ke ujung benua Afrika. Maka, bagian ujung itu dinamakan: Cabo de Bone Esperanza, yang artinya Tanjung Pengharapan.

Sebab raja berharap bahwa para perwiranya tidak lama lagi akan sampai ka Hindustan. Sehingga barang dagangan dapat dibawa dengan mudah ke Eropa, tanpa melalaui perantara kafilah pedagang.

Setelah itu, seorang nahkoda bangsa Portugis bernama Vasco de Gama, sampai juga ke negeri Kalikut di Hindustan pada tahun 1498.

Setelah berlabuh di Kalikut, maka orang Portugis pun berniaga dengan orang Hindu. Tetapi niat ini urung terjadi. Karena terjadinya persaingan bisnis dengan para saudagar Arab dan Persia. Jelas saja, orang kulit putih yang datang ini akan merugikan perniagaan mereka.

Sehingga, Raja Portugis pun berpikir, “Sebelum beberapa bandar yang ramai di benua Asia kami kuasai dan berada dibawah hukum kami, para pedagang kami tidak dapat berniaga dengan tenang dan mendapat untung.”

Maka dihimpunlah beberapa kapal perang yang terpenuhi kelengkapannya. Yang dipimpin oleh laksamana laut bernama: d’Alboquerqiie.

Selanjutnya, orang Portugis pun berlayar ke laut Hindia. Lalu didatanginya Goa di Hindustan, negeri Ormus di teluk Persia, dan negeri Malaka. Agar perniagaan di Hindustan, dan di tanah Persia, dan di tanah Hindia dikuasai oleh orang Portugis.

Sewaktu itu, negeri Malaka sangat ramai. Negeri yang sangat luas, dengan kota yang tertata rapi.

Negeri Malaka, juga dihuni oleh banyak orang dari Jawa. Sehingga, Raja Jawa pada masa itu, tidak mungkin akan membiarkan kehadiran dan niat orang Portugis di sana.

Maka, Bupati Demak Pati Unus mendatangkan 90 unit kapal dan 12.000 prajurit ke Malaka.

Meskipun, pada awalnya orang Portugis kalah, tetapi, akhirnya, Portugis pun menang.

Ketika kapal dari Jawa itu pun berlabuh, orang-orang Portugis membakar sebuah kapal, lalu api berpindah-pindah dan membakar kapal-kapal yang lain.

Terjadilah kekacauan. Ada kapal yang dilalap api, dan ada pula yang tenggelam. Sedangkan yang tertinggal, segera berlayar pulang ke Jawa.

Sejak saat itu, negeri Malaka berada di tangan orang Portugis.

Maka laksamana d’Abren pun kembali berlayar ke kepulauan Maluku. Di sana, orang Portugis untuk melakukan monopoli perdagangan rempah. Caranya; orang Maluku hanya menjual rempah kepada orang Portugis saja. Dan tidak boleh dengan pedagang dari bangsa-bangsa lainnya.

Ketika d’Abren berada di pulau Ambon, maka ia bertemu dengan utusan Sultan Ternate dan Sultan Tidore. Pesan dari raja mereka, dengan harapan orang Portugis datang ka Ternate dan Tidore untuk berniaga.

d’Abren menyetujuinya. Sebelumnya, laksamana d’Abren menghadap Sultan, dan selanjutnya, ia pun diberi izin untuk membuat benteng dan kamar dagang di pulau Ternate.

Sejak saat itu, berkembanglah kekuasaan orang Portugis di sana.

Setelah itu, dibangunlah benteng dan kamar dagang di kepulauan Maluku. Selanjutnya, orang Portugis pun menduduki Mangkasar dan Brunai.

Adapun di pulau Djawa, kekuasaan Portugis tidaklah besar. Hanya di Banten Portugis hadir, karena Banten banyak menghasilkan lada.

Sedangkan di pulau Sumatera sebelah utara, orang Portugis terlibat dalam perselisihan antara Raja Pedir dengan Sultan Ibrahim di Aceh.

Orang Portugis kalah, tentara mereka banyak terbunuh, senjata dan meriamnya dilucuti oleh orang Aceh.

Pada tahun 1524, negeri Pasai ditaklukan oleh Sultan Ibrahim, begitu pula dengan kamar dagang Portugis.

Tak berapa lama Portugis berkegiatan perdagangan di kepulauan Maluku, datanglah bangsa Spanyol ke sana.

Orang Spanyol itu berada di bawah komando laksamana Magelhaes. Mereka berlayar berkeliling bumi melalui selat Magelhaes, menuju benua Amerika sebelah selatan dan Tanah Api.

Tatkala orang-orang Spanyol itu sampai ke tanah Hindia, laksamana Magelhaes telah terbunuh di Filipina.

Orang-orang Spanyol itu diterima dengan baik oleh Sultan Tidore. Sambutan ini membuat marah orang Portugis marah. Karena perjanjian monopoli rempah telah dilanggar oleh orang Spanyol.

Akhirnya, terjadi perselisihan antara orang Maluku dengan orang Portugis. Kebanyakan, wakil Raja Portugis kurang cerdik dan lalai, serta, para serdadunya loba dan bengis kelakuannya.

Orang Maluku pun menaruh dendam kepada orang Portoegis. Akibatnya, raja dan para orang kaya berkumpul dan bermufakat. Mereka pun bertujuan untuk memerangi orang Portugis.

Hampir seluruh orang Portugis yang ada di sana mati terbunuh.

Pada tahun 1537, diketahui terdapat seorang wakil Raja Portugis di sana, yang bernama: Galvano. Ia pintar dan baik hati. Sehingga, ia pun dapat berdamai dengan orang Maluku.

Pada kenyataannya, di kemudian hari, terungkap, bahwa Galvano, adalah sama perangainya dengan wakil-wakil Raja Spanyol sebelumnya.

Karena persoalan itu, maka orang Belanda yang datang ke kepulauan Maluku pada tahun 1598, dan diterima dengan baik oleh orang Maluku. Sebab, orang Maluku bermusuhan dengan orang Portugis.

Pada tahun 1600, orang Ambon pun mengikat perjanjian dengan laksamana Belanda, Van der Hagen. Dengan tujuan untuk menghalau orang Portugis. Meskipun orang Belanda telah gagal mengepung benteng Portugis, tetapi orang Ambon percaya dengan orang Belanda dan membantu untuk membangun sebuah benteng.

Orang-orang Belanda semakin bertambah-tambah banyak berlayar ke kepulauan Hindia. Sehingga raja muda Spanyol di Hindustan dan di tanah Hindia berniat untuk memerangi orang Belanda dan raja-raja di Hindustan dan Hindia yang bergaul dagang dengan orang Belanda.

Sejak tahun 1580, Portugis berada dalam kekuasaan hukum Spanyol.

Lalu, berkumpulah 30 unit kapal perang Spanyol pelabuhan Goa. Delapan unit diantara adalah kapal yang besar. Angkatan perang itu dibawah komando Laksamana Mendoça.

Pertama-tama, kapal-kapal itu menuju tanah Aceh. Setelah sampai di sana, maka Laksamana Mendoça meminta izin mendirikan sebuah benteng. Tetapi permintaan itu ditolak oleh Sultan Aceh.

Pun orang Portugis dan orang Spanyol tidak memerangi orang Aceh. Entah karena alasan tidak berani, entah pula karena tidak bersungguh-sungguh.

Selanjutnya, orang Portugis dan orang Spanyol mengepung negeri Banten. Dan memerangi orang Banten. Sebab, orang Banten telah berniaga dengan orang Belanda.

Pada saat yang sama, lima unit kapal Belanda berlayar di selat Sunda dan menuju ka Banten. Yang dikomandoi oleh Wolfert Harmensz. Harmensz pun mendengar khabar bahwa kapal Portugis dan Spanyol tengah mengepung Banten.

Maskipun kapal Belanda sedikit dan ukurannya lebih kecil, tetapi Laksamana Wolfert Harmensz berani untuk berpihak kepada orang Banten.

Dua unit kapal Portugis dirusak oleh kapal Belanda. Dan, akhirnya, Laksamana Mendoça pun menuju ke perahu.

Keesokan harinya, kapal Portugis meninggalkan pelabuhan Banten, dan lalu berlayar ke pulau Ambon.

Tatkala Laksamana Mendoça sampai di pulau Ambon, seluruh orang Portugis naik ke darat, dan menuju kampung-kampung. Orang Portugis menebang pohon-pohon cengkeh dan memusuhi rakyat Ambon.

Adapun Belanda, kala itu tengah mengepung Malaka. Inilah alasan mengapa Mendoça berlayar dan mendarat di Ambon, lalu melepaskan negeri Malaka.

Orang Portugis dan orang Belanda berperang selama bertahun-tahun lamanya, bergantian menang dan kalah. Hingga, pada pertengahan abad ke-17, orang Spanyol berpindah ke pulau-pulau di Filipina, dan orang Portugis ke pulau Timor.

Hingga saat buku ini diterbitkan, bagian sebelah utara pulau itu berada dibawah kekuasaan Raja Portugis.

Adapun negeri yang terakhir dikalahkan orang Belanda adalah Malaka. Yakni diserang Belanda pada tahun 1640.

Ketika Belanda mengepung kota Malaka yang setengahnya dikelilingi rawa-rawa, balatentara Belanda banyak orang tewas karena penyakit menular, dan orang Portugis kekurangan ransum pangan.

Setelah Malaka dikepung selama satu tahun, maka sebagian pagar tembok runtuh oleh peluru meriam Belanda. Belanda pun masuk ke kota Malaka, dan akhirnya orang Portugis terpaksa menyerahkan diri, tepatnya pada tahun 1641.

Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan orang Portugis di tanah Hindia.

Sejak awal, orang Portugis terbiasa bergaul dengan anak negeri dan, kadang, mengikuti adat budaya. Ada juga orang Portugis yang membeli sebidang tanah, pun beristerikan anak negeri.

Sehingga, saat ini, di pulau Flores dan di pulau Timur banyak keturunan Portugis. Yakni keturunan orang Portugis yang telah berdiam di sana sebelumnya.

Maka, hingga saat ini, banyak kata-kata Portugis yang diserap ke dalam bahasa Melayu. Seperti; meja, kemeja, peluru, lelang, dan Iainnya.

Selain itu, hingga abad ke-17, banyak orang kulit putih di Batavia menggunakan bahasa Portugis.*

*Disadur dan dialihbahasakan oleh Amira dari buku karya GJF Biegman berjudul “Hikayat Tanah Hindia” yang terbit tahun 1894

avatar

Redaksi