Bangsa Penenun Dari Sunda Kecil
Budaya & Seni
November 4, 2024
Jon Afrizal
Pintal benang, sebuah proses dalam menenun bagi masyarakat etnis Sasak, di Kampung Sade, Lombok. (credits: wiki commons)
PULAU Lombok, Kota Mataram, dan Gunung Rinjani (3.726 mdpl). Pada pulau di Nusa Tenggara Barat dengan luas 5.435 kilometer persegi ini, bertempat tingal sekitar 4 juta jiwa etnis Sasak.
Namanya pulau ini pun berasal dari Sasak lomboq. Artinya kira-kira: “lurus dan jujur”.
Nama “Sasak” pertama kali disebutkan dalam Prasasti Pujungan. Sebuah prasasti yang ditemukan di Kabupaten Tabanan, Bali, yang diperkirakan berasal dari abad ke-11 Masehi. Berkemungkinan, asal nama Sasak adalah: sak-sak (sampan).
Kitab Negara Kertagama menyebut kata Sasak menyatu dengan kata Lombok. Yakni Lombok Sasak Mirah Adhi, dengan arti yang kira-kira adalah: “kejujuran adalah bagaikan permata kenyataan yang baik dan utama.”
Dalam tradisi lisan, warga Lombok mempercayai bahwa kata Sasak berasal dari kata sa’-saq (satu). Sedangkan kata Lombok (Lomboq) memiliki arti: lurus.
Sehingga Sa’ Saq Lomboq dapat diartikan sebagai: jalan yang lurus.
Suku bangsa Sasak adalah bangsa yang pandai menenun. Sasak (sak sak) yang berarti “satu satu” menggambarkan bagaimana cara menenun itu sendiri.
Kaum laki-laku etnis Sasak, mengutip rimbakita, berprofesi sebagi petani. Sedangkan kaum prempuan dikenal pandai menenun.
Kaum perempuan Sasak telah diajari keahlian menenun sejak usia dini, sekitar usia 9 atau 10 tahun. Kegiatan menenun ini disebut sebagai Sèsèk.
Perempuan yang telah pandai menenun akan masuk kategori wanita dewasa. Sehingga telah siap untuk menikah.
Maka, menenun di sini, adalah berhubungan dengan perjalanan hidup manusia.
Manusia yang baru lahir yang diberikan kain tenun sebagai kain bedong, dan jasad manusia yang meninggal akan ditutup, juga dengan kain tenun.
Sebelum menenun, penenun akan mengikat bagian benang, kemudian dicelupkan ke dalam pewarna. Bagian yang diikat tidak akan terkena warna saat dicelupkan.
Teknik ini akan dilakukan berulang kali. Hingga menciptakan motif serta warna yang harmonis di kedua sisi kain.
Menenun khas suku Sasak dilakukan dengan cara memasukkan benang satu-persatu (sak sak). Lalu benang dirapatkan hingga sesak dan padat.
Proses ini dilakukan agar benang terbentuk menjadi kain. Caranya adalah dengan memukul-mukul alat tenun tradisional. Suara memukul-mukul itu terdengar seperti suara “sak sak”.
Tahapan ini dilakukan sebanyak 2 kali ketika menenun.
Seorang wanita Sasak sedang memperlihatkan hasil tenunanya. (credits: shutterstock)
Kain tenun Lombok, mengutip kemenparekraf, terbagi menjadi dua jenis. Yakni tenun songket dan tenun ikat.
Kain tenun songket memiliki ciri khas penuh warna yang terbuat dari benang katun warna-warni, benang perak, atau emas. Sebaliknya, kain tenun ikat punya bahan sekaligus bentuk yang lebih sederhana dan fungsional.
Kesederhanaan ini disesuaikan dengan kegunaan kain tenun untuk kebutuhan dan fungsi sehari-hari bagi etnis Sasak. Seperti kain tenun ikat yang biasa digunakan untuk bedong bayi, selimut, penutup jenazah, dan juga perlengkapan ibadah.
Inspirasi ragam motif kain tenun Lombok sebagian besar dipengaruhi oleh kepercayaan yang dianut masyarakat suku Sasak.
Kepulauan Sunda Kecil dalam bahasa lokal, disebut Kapuloan Nusa Lélod’an (: Isla dé Nósa Lorosa’e).
Yakni gugusan pulau-pulau di sebelah timur Pulau Jawa; yang membentang dari Pulau Bali di sebelah barat hingga ke Pulau Timor di sebelah timur. Yakni Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Secara pentadbiran, Kepulauan Sunda Kecil termasuk wilayah negara Indonesia, terkecuali di bagian timur Pulau Timor yang termasuk wilayah negara Timor Timur.
Alfred Russel Wallace, naturalis sekaligus penjelajah, geografer, antropolog, biolog, dan ilustrator berkebangsaan Inggris, menyebutkan Selat Lombok (Sunda Kecil) menandai batas flora dan fauna Asia. Mulai dari pulau Lombok ke arah timur, flora dan fauna lebih menunjukkan kemiripan dengan flora dan fauna yang dijumpai di Australia daripada Asia.
Topografi Pulau Lombok didominasi oleh morfologi gunung berapi karena keberadaan Gunung Rinjani di bagian utara. Gunung Rinjani termasuk gunung berapi tipe A.
Mengutip indonesia.travel, ragam motif kain tenun Sasak dipengaruhi agama yang dianut suku ini.
Sebelum masuknya Islam, motif kain tenun didominasi motif tumpal/pucuk rebung mirip deretan gunung. Ini adalah sebagai perwujudan Dewi Sri, sebagai dewi kemakmuran, dan juga motif hewan seperti burung.
Sedangkan motif tumbuh-tumbuhan, seperti sulur, pucuk rebung, pohon hayat, dan bunga bersusun delapan seperti bintang mendominasi setelah masuknya agama Islam. Sementara itu, motif geometris hanya ada pada kain pelekat.
Para wanita perajin suku Sasak masih mempertahankan peralatan serba tradisional, mulai alat memintal benang hingga penenunan. Kain tenun Sasak Lombok punya tekstur tebal, tidak mudah kusut, dan tak mudah luntur.
Ini dihasilkan dari teknik pembuatan kain yang dilakukan para perempuan Sasak. Kualitas tenun pun sangat baik dengan kerapatan benang yang padat.
Sehingga, pengerjaan sehelai kain berukuran 60 x 200 centimeter memakan antara dua hingga empat minggu. Tergantung pada kerumitan motif.
Tentunya, dengan pola ini susunan benang yang ditenun sangat rapat, dan dapat awet dan tahan lama.*