Tok Putih Bersemayam Di Pulau Besar

Budaya & Seni

August 26, 2024

Jon Afrizal

Pulau Besar, Melaka. (credits : melakahariini)

“Jika roboh kota Melaka,
papan di Jawa saya tegakkan.
Jika sungguh kanda berkata,
badan dan nyawa saya serahkan.”

DATUK Paduka Berhala, diyakini sebagai “ayah” dari orang Jambi. Sehingga, Pulau Berhala, harap dipahami dalam konteks Jambi, juga kerap dianggap sebagai bagian dari wilayah Jambi.

Seperti menurut “Persumpahan Karang Setia” antara tiga raja di Bukit Sitinjau Laut, Kerinci pada tahun 1560 Masehi. Yakni Sultan Kerajaan Indrapura Tuanku Nan Berdarah Putih, lalu, Pangeran Temenggung Kabul Pucuk Jambi Sembilan Lurah, dan, Rajo Mudo Pancar Zat Suluh Bendang Alam Kurinci.

Maka penetapan wilayah kesultanan Djambi mengacu pada empat penjuru angin. Yakni, dari Tanjung Jabung sampai Durian Takuk Rajo, dari Sialang Belantak Besi ke Bukit Tambun Tulang.”

Tanjung Jabung adalah; Pulau Berhala, Pulau Telor, Pulau Laya, dan Pulau Majin hingga ke Kuala Tungkal. Durian Takuk Rajo berada di Sitinjau Laut, dan Bukit Tambun Tulang berada di Singkut.

Pulau Berhala, pada masa lalu, juga dikenal dengan sebutan Pulau Hantu. Yang masuk dalam gugusan pulau-pulau yang berada di sekitar Selat Malaka.

Terdapat juga pendapat, yang meragukan tentang Datuk Paduka Berhala sebagai pen-syiar agama Islam di Jambi pada masa lalu. Mungkin, karena tersemat kata “berhala” di namanya.

Tapi, “berhala” yang dimaksud, adalah merujuk kepada nama wilayah, yakni Pulau Berhala. Ketika itu, ia bertempat di sana, dan menikah dengan Puti Selaro Pinang Masak. Sama seperti orang-orang di masa lalu, yang selalu menyematkan nama daerah di belakang nama mereka.

Senyatanya, Datuk Paduka Berhala, adalah juga ulama yang mensyiarkan agama Islam di wilayah-wilayah di sekitar Selat Berhala hingga Selat Melaka. Sewaktu itu, Pulau Berhala dihuni oleh para penyembah berhala, dan Datuk Paduka Berhala lah yang meng-Islamkan mereka.

Datuk Paduka Berhala, dikenal dengan banyak nama. Yakni Tok Putih, atau Sayyid Ahmad Ahmad Tajudden, atau Ahmad Salim, atau Ahmad Qadir, atau Panglima Alang Daik Hitam. Ia hidup pada tahun 1457 hingga 1577 Masehi. Nama-nama atau gelar itu, diberikan sesuai pada waktu dan tempatnya.

Hingga hari ini, masyarakat negeri Melaka, Malaysia, masih mengenang sosok ini. Datuk Paduka Berhala dimakamkan di Pulau Besar, negeri Melaka.

Pulau Besar, jika dari Kuala Lumpur, berjarak tempuh sekitar 2 jam perjalanan melalui darat via Lebuhraya, lalu menuju ke arah laut dengan menggunakan angkutan laut.

Paduka Datuk Berhala, bernama asli Sayyid Ahmad Ahmad Tajudden. Ia adalah anak pertama dari tiga bersaudara.

Ayahnya bernama Syeikh Sultan Ariffin Sayyi Ismail bin Sayyid Abdul Qadir bin Sayyid Jabbar bin Sayyid Shollih bin Syeikh Sayyid Mohyidden Abdul Qader Jilani, dan ibu bernama Syarifah Siti Maimunah binti Maulana Mohamad Yusof atau Maulana Ishaq.

Datuk Paduka Berhala, lahir di Pulau Besar pada tahun pada tahun 1497 Masehi. Perang Melaka terhadap Portugis, mencatatkan namanya, yang selalu ikut dalam setiap peperangan. Sehingga, ia pun diberi gelar Panglima Alang Daik Hitam.

Pada tahun 1517 Masehi, Panglima Alang Daik Hitam menikah dengan Raja Siti Kamariah, seorang keturunan Bugis Riau. Namun, pernikahan itu tidak memiliki keturunan.

Akibat kejaran tentara Portugis, Panglima Alang Daik Hitam lari ke arah selatan Pulau Sumatera. Pada masa itulah, ia mengganti nama menjadi Tok Putih.

Setelah perang usai, ia kembali ke Pulau Besar. Selanjutnya, pada tahun 1545 Masehi, Tok Putih kembali menuju ke arah selatan Pulau Sumatera.

Namun, ketika kapal berada di Selat Berhala, lambung kapal pecah diterjang ombak ganas di sana. Kapal pun karam. Dan, Tok Putih menyelamatkan diri ke Pulau Berhala.

Mari, melihat ke sejarah lisan tentang Djambi. Untuk menghubungkan noktah-noktah sejarah, yang terhilangkan.

Dari makam yang ada di Pulau Berhala, tertulis “Datuk Paduko Berhalo (Ahmad Barus II) Rajo Jambi tahun 1460 – 1907)”.  

Sebuah pertanyaan mendasar, bagaimana seorang dapat dinyatakan memerintah sebagai raja selama lima abad? Jika, dengan perkiraan, bahwa umur manusia rata-rata adalah 60 hingga, mungkin, 110 tahun.

Ayub Mursalin dari UIN STS Jambi dalam “Sejarah dan Struktur Undang-Undang Jambi” menyatakan bahwa Datuk Paduka Berhala atau Ahmad Barus II ke Jambi dianggap sebagai titik awal penyebaran Islam di wilayah Jambi, yang dilakukan melalui proses politik. Yakni dengan cara menikah dengan salah satu anggota kerajaan, yang kemudian masuk Islam dan diikuti penguasa lokal serta penduduknya.

Tok Putih, selajutnya bernama Datuk Paduka Berhala, kemudian menikah dengan Puti Selaro Pinang Masak. Mengacu pada sejarah lisan Jambi, diperkirakan Datuk Paduka Berhala hidup pada pertengahan tahun 1400-an.

Dari pernikahan itu, terdapat empat anak. Yakni Orang Kayo Pingai, Orang Kayo Pedataran, Orang Kayo Hitam, dan Orang Kayo Gemuk.

Jika mengacu pada Inilah Sejarah Kerajaan Jambi Sejak 700 H  yang ditulis oleh Ngebih Sutho Dilogo, Datuk Paduka Berhala adalah Ahmad Barus II atau Sayid Ahmad Salim, seorang keturunan Raja Istanbul Turki.

Maka, kita kembali lagi ke Pulau Besar, tempat dimana Tok Putih, atau Sayyid Ahmad Ahmad Tajudden, atau Ahmad Salim, atau Ahmad Qadir, atau Panglima Alang Daik Hitam dimakamkan.

Datuk Paduka Berhala adalah anak dari Syeikh Sultan Ariffin Sayyi Ismail. Gelar “sultan” di sini, jika merujuk pada cerita rakyat Melaka, dan bukanlah karena ia adalah raja yang memerintah sebuah wilayah kerajaan. Melainkan keahliannya dalam bidang agama Islam, sekaligus pemuka agama Islam, dan menjadi tempat orang berguru dan bertanya terkait agama Islam.

Ia juga dikenal dengan nama Wali Lanang.

Mengutip banten.nu.or.id, Wali Lanang adalah seorang guru ngaji yang bertempat di Pulau Besar. Raden Maulana Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang) dan Raden Paku (Sunan Giri) berguru kepadanya. Ngaji, diartikan sebagai belajar mendalami ilmu agama.

Wali Lanang, seorang sufi pengembara, hidup di sekitar tahun 1379 hingga 1453 Masehi. Jika merunut kepada keturunan diatasnya,  maka, ia adalah keturunan Sultan Al-Awliya’ Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani, seorang sufi.

Ia mendarat di Pulau Besar bersama dengan 16 sahabatnya. Diantaranya, adalah gurunya, yang bernama Syeikh Yusuf As-Sidiq.

Pantun di awal tulisan ini, adalah juga pantun dari Wali Lanang. Yang hingga kini masih diingat oleh warga Melaka.

Sama seperti anaknya, Datuk Paduka Berhala, ia pun turut memerangi Portugis.

Mengutip nextstepmalaysia, Wali Lanang dimakamkan di Pulau Besar, dalam usia 58 tahun. Sama seperti Datuk Paduka Berhala, atau Tok Putih. Serta, 41 orang pengikutnya yang juga dimakamkan di sana.

Lantas, makam siapakah yang berada di Pulau Berhala itu? Lagi, dan lagi, butuh kajian lebih lanjut.*

avatar

Redaksi