Pertukaran Kolombia, Sifilis Dan Globalisasi
Inovasi
November 20, 2023
Zachary Jonah
Penjelajahan Christoper Columbus ke Dunia Baru pada tahun 1492. (: digiporcorn)
“WORLD is a small village.” Itulah diksi yang kerap kita dengar terkait globalisasi. Dimana terjadi pertukaran berbagai produk oleh masyarakat di dunia, mulai dari produk pertanian, teknologi hingga ke pemikiran dan kebudayaan, bahkan juga penyakit.
Pertukaran paling luas dan telah dilakukan pada masa penjelajahan Christopher Columbus di tahun 1492. Columbian Exchange (: pertukaran kolombia), demikian istilah awalan fase globalisasi ini disebut. Meskipun, tidak juga dapat ditampik jika pertukaran sejenis telah terjadi sejak era-era sebelumnya.
Istilah ini pertama kali digunakan pada tahun 1972 oleh sejarawan dan profesor Amerika Alfred W. Crosby dari Texas Unniversity dalam buku sejarah lingkungannya berjudul The Columbian Exchange. Hal ini dengan cepat diadopsi oleh sejarawan lainnya, dan juga jurnalis.
Buku The Columbian Exchange berfokus pada pemetakan transfer biologis dan budaya yang terjadi antara Dunia Lama dan Dunia Baru. Ia mempelajari dampak pelayaran Columbus di antara keduanya – khususnya, difusi global tanaman pangan, benih, dan tanaman dari Dunia Baru ke Dunia Lama, yang secara radikal mengubah pertanian di kedua wilayah itu.
Penelitiannya telah memberikan kontribusi jangka panjang terhadap cara para ilmuwan memahami keragaman ekosistem kontemporer yang muncul akibat perpindahan ini. Istilah ini menjadi populer di kalangan sejarawan dan jurnalis dan sejak itu diperkuat dengan buku Crosby selanjutnya dalam tiga edisi, Ecological Imperialism: The Biological Expansion of Europe, 900–1900. Selanjutnya, Charles C. Mann, dalam bukunya berjudul 1493 telah memperluas dan memperbarui penelitian Crosby.
Pertukaran Kolumbia, adalah perpindahan secara luasa mulai dari tumbuhan, hewan, logam mulia, komoditas, budaya, populasi manusia, teknologi, penyakit, dan gagasan antara Dunia Baru (Amerika) di Belahan Barat, dan Dunia Lama (Afro-Eurasia) di Belahan Bumi Timur, pada akhir abad ke-15 dan seterusnya. Baik itu disengaja atau tidak.
Yang tidak disengaja adalah, seperti penyakit menular yang berasal dari Dunia Lama yang telah mengakibatkan penurunan jumlah indigenous people Amerika mendekati angka 90 persen, sejak pertukaran itu terjadi hingga hari ini.
Selanjutnya, kebudayaan kedua belahan bumi sangat dipengaruhi oleh migrasi banyak orang, baik yang merdeka maupun yang diperbudak, dari Dunia Lama ke Dunia Baru. Penjajah Eropa dan budak Afrika menggantikan populasi indigenous people di seluruh Amerika, pada tingkatan yang berbeda-beda.
Jumlah orang Afrika yang dibawa ke Dunia Baru jauh lebih banyak dibandingkan jumlah orang Eropa yang pindah ke Dunia Baru pada tiga abad pertama setelah Columbus.
Kontak baru di antara populasi global mengakibatkan pertukaran berbagai macam tanaman dan hewan ternak, yang mendukung peningkatan produksi pangan dan populasi di Dunia Lama. Tanaman Amerika seperti jagung, kentang, tomat, tembakau, singkong, ubi jalar, dan cabai menjadi tanaman penting di seluruh dunia.
Lalu, padi , gandum, tebu, dan ternak dari Dunia Lama menjadi penting di Dunia Baru. Perak produksi Amerika membanjiri dunia dan menjadi logam standar yang digunakan dalam mata uang, khususnya di Kekaisaran Tiongkok.
Penelitian terkait Columbian Exchange pun telah sampai ke bukti-bukti ilmiah bahwa manusia pertama kali datang ke Dunia Baru dari Siberia ribuan tahun yang lalu. Terdapat sedikit bukti tambahan mengenai kontak antara masyarakat Dunia Lama dan masyarakat Dunia Baru, meskipun literatur yang berspekulasi mengenai perjalanan lintas samudera pra-Columbus sangat luas.
Penghuni pertama Dunia Baru membawa serta anjing peliharaan dan, mungkin juga, sebuah wadah, labu, yang keduanya tetap ada di rumah baru mereka. Penjelajahan, kunjungan, dan kediaman singkat orang-orang Norse di Greenland, Newfoundland, dan Vinland pada akhir abad ke-10 dan ke-11 pada akhir abad ke-10 dan ke-11 tidak diketahui mempunyai dampak terhadap benua Amerika.
Banyak ilmuwan menerima bahwa kemungkinan kontak antara orang Polinesia dan masyarakat pesisir di Amerika Selatan sekitar tahun 1200 mengakibatkan kesamaan genetik dan adopsi tanaman Amerika, yakni ubi jalar, oleh orang Polinesia.
Namun, baru pada pelayaran pertama penjelajah Italia bernama Christopher Columbus dan kru-nya ke Amerika pada tahun 1492, pertukaran Kolombia dimulai. Yang mengakibatkan transformasi besar dalam budaya dan mata pencaharian masyarakat di kedua belahan bumi.
Manifestasi pertama dari pertukaran Kolombia mungkin adalah penyebaran penyakit sifilis dari penduduk asli Laut Karibia ke Eropa. Sejarah sifilis telah dipelajari dengan baik, namun asal muasal penyakit ini masih menjadi bahan penelitian hingga saat ini.
Terdapat dua hipotesis utama: satu hipotesis menyatakan bahwa sifilis dibawa ke Eropa dari Amerika oleh kru Christopher Columbus pada awal tahun 1490-an. Sementara hipotesis lainnya menyatakan bahwa sifilis sebelumnya telah ada di Eropa tetapi tidak dikenal.
Deskripsi tertulis pertama tentang penyakit ini di Dunia Lama muncul pada tahun 1493. Wabah sifilis besar-besaran pertama di Eropa terjadi pada tahun 1494 hingga 1495 di antara tentara Charles VIII selama invasi mereka ke Napoli.
Banyak awak kapal yang pernah bertugas di Columbus telah bergabung dengan pasukan ini. Setelah kemenangan tersebut, pasukan Charles yang sebagian besar adalah tentara bayaran kembali ke rumah masing-masing, sehingga menyebarkan “Cacar Besar” ke seluruh Eropa dan membunuh hingga lima juta orang.
Pertukaran penyakit di Kolombia ke arah lain jauh lebih mematikan. Masyarakat Amerika tidak memiliki kontak dengan penyakit Eropa dan Afrika dan memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki kekebalan terhadap penyakit tersebut.
Epidemi flu babi yang dimulai pada tahun 1493 juga telah membunuh banyak orang Taino yang mendiami kepulauan Karibia. Populasi pulau Hispaniola sebelum kontak berjumlah sekitar 500.000 orang, tetapi pada tahun 1526, hanya kurang dari 500 orang yang masih hidup. Eksploitasi Spanyol menjadi salah satu penyebab hampir punahnya penduduk asli.
Pada tahun 1518, cacar pertama kali tercatat di Amerika dan menjadi penyakit impor Eropa yang paling mematikan. Sebanyak 40 persen dari 200.000 orang yang tinggal di ibu kota Aztec, Tenochtitlan, yang kemudian menjadi Mexico City, diperkirakan meninggal karena cacar pada tahun 1520 selama perang suku Aztec dengan penakluk Hernán Cortés. Epidemi, kemungkinan berupa cacar dan menyebar dari Amerika Tengah, telah memusnahkan populasi Kekaisaran Inca beberapa tahun sebelum kedatangan Spanyol.
Kehancuran akibat penyakit menular dan eksploitasi Spanyol akhirnya juga menyebabkan berkurangnya populasi di Meksiko, yakni dari sekitar 20 juta orang menjadi 1 juta orang pada abad ke-16. Populasi penduduk asli Peru menurun dari sekitar 9 juta orang pada era pra-Columbus menjadi 600.000 orang pada tahun 1620.
Para ahli seperti Nunn dan Qian memperkirakan bahwa 80 hingga 95 persen penduduk asli Amerika meninggal karena epidemi dalam 100 hingga 150 tahun pertama setelah tahun 1492. Nunn dan Qian juga mengacu pada perhitungan ilmuwan David Cook, di mana dalam beberapa kasus tidak ada seorang pun yang selamat karena penyakit. Penyakit Dunia Lama yang paling mematikan di Amerika adalah cacar, campak, batuk rejan, cacar air, penyakit pes, tifus, dan malaria.
Meskipun manfaat lain juga juga terlihat. Seperti transfer ilmu pengetahuan terkait obat-obatan, teknologi roda, standar mata uang dan cara bercocok tanam.
Tetapi, sama seperti Globalisasi yang terjadi pada saat ini selalu muncul hal-hal yang tidak direncanakan yang ikut serta dalam gelombang pertukaran atau transfer itu.*