Rumah Retak Yang “Nyerempet” ITE

Hak Asasi Manusia

June 25, 2023

Jon Afrizal, Novita Sari/Kota Jambi

Kodisi bagian dalam rumah yang amblas akibat truk bertonase yang melintasi rumah Nenekbuyut Hapsah di Payo Selincah. (credit tittle : Novita Sari/amira.co.id)

Jika rumput yang mulai tinggi, jangan pula pohon yang ditebang.

Tebaslah rumputnya, agar tidak menjadi setinggi pohon”.

ANANDA Syarifah Fadiyah Alkaf, adalah gadis berusia 16 tahun. Konten kreator aplikasi TikTok ini masih terdata sebagai siswi SMP di Jambi. Tetapi, video-video yang di-upload Syarifah pada akun @fadiyahalkaff justru menjadi bumerang baginya.

Sama seperti anak usia belia pada umumnya, yang belum memahamai penggunaan teknologi secara bijak, awalnya Syarifah memiliki tujuan baik dalam 54 video postingannya. Ia ingin agar persoalan “rumah retak” yang dialami oleh nenekbuyutnya, Hapsah, diketahui oleh pemerintah dan dapat segera diselesaikan.

Namun, mungkin saja Syarifah keceplosan. Sebab ia menggunakan metafora yang membuat kuping Pemerintah Kota (Pemkot) Jambi panas berdenging.

Efek buruk dari metafora yang ia gunakan itu, membuat Syarifah dilaporkan oleh Pemkot Jambi ke Polda Jambi pada tanggal 4 Mei 2023. Laporan ini terkait pasal 27 ayat (3) tentang penyebaran konten pencemaran nama baik, dan pasal 28 ayat (2) tentang menyebarkan informasi terkait suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Tapi kerancuan pun timbul. Ketika Pemkot Jambi, melalui Kabag Hukum Gempa Awaljon Putra menyatakan bahwa Pemkot Jambi tidak sedang melaporkan seorang anak bernama Syarifah, melainkan akun TikTok atas nama @fadiyahalkaff.

Kondisi yang cukup membingungkan bagi publik, karena jelas yang berada di akun TikTok @fadiyahalkaff itu adalah Syarifah Fadiyah Alkaf, murid SMP. Dan, video-video yang ia upload adalah dirinya; wajahnya, begitu juga suaranya.

Hingga mengakibatkan banyak orang yang melek hukum pun memberikan komentar terhadap persoalan ini. Satu diantaranya adalah MenkuHAM Mafmud MD.

Selanjutnya, pada Selasa (6/6), Polda Jambi melakukan mediasi antara Syarifah dengan Pemkot Jambi dan juga pihak PT Rimba Palma Sejahtera Lestari (RSPL) yang disebut dalam video yang diupload Syarifah melalui akun TikTok @fadiyahalkaff. Pada mediasi ini, disepakati kata damai.

Tetapi, jika persoalan ini dilihat lebih jauh lagi, maka yang terjadi pada Syarifah kini, adalah guncangan kejiwaan.

Kondisi sumur perigi yang ambrol di rumah nenekbuyut Hapsah. (credit tittle : Novita Sari/amira.co.id)

Beberapa waktu lalu, amira.co.id mewawancarai Syarifah, pemilik akun TikTok @fadiyahalkaff yang dilaporkan itu. Terlihat sikap takut, was was, emosional dan kehilangan selera makan yang ia idap kini.

Meskipun, hingga saat ini ia masih didampingi oleh tim dari Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Provinsi Jambi. Dan tim ini juga yang mendampinginya ketika mediasi berlangsung.

Menurut American Psychological Association, trauma adalah respons emosional yang diberikan oleh seseorang atas kejadian buruk yang ia alami. Baik itu rasa terancam secara psikis maupun fisik.

Pada kasus yang dialami Syarifah ini, ia adalah seorang gadis remaja pada umumnya, yang penuh dengan keceriaan, tapi secara tiba-tiba harus berhadapan dengan persoalan hukum. Tetapi, sejauh ini, belum ada pernyataan resmi dari PPA Provinsi Jambi tentang kondisi terkini Syarifah; berikut juga tentang perubahan sikap, trauma ataupun penanggulangannya.

Kepala sub divisi pemantauan Komnas Perempuan, Fuad Bahrul, yang dimintai keterangan terkait persoalan ini mengatakan hak-hak Syarifah sebagai perempuan harus dipastikan ketika menghadapi proses hukum.

“Kita semua harus memastikan hak-haknya sebagai perempuan terlindungi. Misalnya hak untuk bersekolah, juga perlindungan untuk tidak mendapatkan pelecehan seksual,” katanya di Jambi, Selasa (20/6) lalu.

Fuad pun menambahkan, adalah penting untuk memastikan agar Syarifah tidak termasuk dalam catatan anak yang berhadapan dengan hukum. Sebab akan berpengaruh pada masa depan anak.

Lalu amira.co.id melongok ke akun TikTok @fadiyahalkaff, dimana pada satu video yang diupload, adalah memberikan pertanyaan langung kepada Walikota Jambi Syarif Fasha pada sebuah kesempatan terkait persoalan “rumah retak” yang dialami nenekbuyut Hapsah. Ini adalah tindakan yang berani, yang dilakukan oleh seorang anak SMP.

Maka pembahasaan yang seharusnya juga muncul ke permukaan, adalah tentang penyelesaian persoalan “rumah retak” yang dialami nenekbuyut Hapsah, yang membuat Syarifah mengupload video-video itu. Sebab kondisi ini telah terjadi, bahkan sejak tahun 2018 lalu.

Sewaktu itu, Manager PLN wilayah Jambi, Haris Andika mengatakan pihaknya selaku pembeli pasokan listrik dari perusahaan pengelola PLTU, PT Rimba Palma Sejahtera Lestari (RPSL) meminta agar konflik sosial yang terjadi di RT 23, 24, 25, dan 26 Kelurahan Payoselincah Kecamatan Paal Merah Kota Jambi dengan PT RPSL dapat diselesaikan secepatnya.

Sewaktu itu, beberapa warga pemilik rumah di keempat RT itu mengeluh karena dinding rumah mereka mnegalami retak-retak akibat aktifitas lalu lalang truck operasional PT RSPL.

“Agar kelancaran operasional tidak terganggu, lakukanlah penyelesaian konflik secepatnya. Jangan ditunda lagi,” katanya, Jum’at (4/1) tahun 2018 lalu.

Rumah nenekbuyut Hapsah berada di RT 24. Dan pada sesi dengar pendapat DPRD Kota Jambi, Minggu (11/6), Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Jambi, Ridwan mengatakan Pemkot Jambi akan membentuk tim penyelesaian konflik antara nenekbuyut Hapsah dengan pihak PT RPSL. Agar konflik dapat diselesaikan secepatnya.

PT RPSL adalah bagian dari ELL Environmental Holdings Limited, sebuah perusahaan yang berkantor di Hongkong. Perusahaan ini memiliki dua site, yakni sebagai penyedia layanan solusi lingkungan di Provinsi Jiangsu, China, dan mengoperasikan pembangkit listrik tenaga biomassa dan berinvestasi dalam bisnis produksi pelet biofuel di Provinsi Jambi, Indonesia. Dengan istilah yang biasa digunakan di sini, PT RPSL adalah termasuk pada sektor penanaman modal asing (PMA).

Pada ELL Environmental Holdings Limited 2022 Annual Report, disebutkan bahwa RPSL telah memberikan donasi sebesar Rp 54.025.955 untuk mendukung penduduk setempat yang membutuhkan, serta perayaan pesta rakyat di lingkungan sekitar. Juga disediakan kesempatan magang kepada siswa, yang memungkinkan mereka untuk membekali diri dengan keterampilan kerja yang memadai.

Melihat dari annual report ini, dapat disimpulkan bahwa pihak perusahaan mau untuk melakukan perundingan penyelesaian masalah “rumah retak”. Sebab rumah nenekbuyut Hapsah berada di areal atau terdampak operasional perusahaan.

Sehingga butuh peran aktif pemerintah untuk memediasi pihak keluarga nenekbuyut Hapsah dengan perusahaan. Apakah itu nantinya adalah ganti-rugi atau ganti-untung, tentunya haruslah win win solution bagi kedua belah pihak.

Ibarat pepatah, jika rumput yang mulai tinggi, jangan pula pohon yang ditebang. Tebas saja rumputnya, agar tidak menjadi setinggi pohon.*

avatar

Redaksi