Aturan Baru OJK Persempit Ruang Gerak Terorisme

Ekonomi & Bisnis

June 20, 2023

Zulfa Amira Zaed/Kota Jambi

No Terrorism (coutesy of hsdl.org)

OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan aturan baru untuk mempersempit ruang gerak terorisme di Indonesia. Yakni, peraturan OJK nomor 8 tahun 2023 tentang penerapan program anti pencucian uang, pencegahan pendanaan terorisme dan pencegahan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal di sektor jasa keuangan.

“Peraturan OJK ini bertujuan untuk memitigasi risiko tindak pidana pencucian uang (TPPU), tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT), dan/atau pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal (PPSPM) yang berkembang dan menjadi ancaman serius bagi negara,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, dikutip dari okezone.com.

Peraturan ini, katanya, sejalan dengan prinsip internasional, seperti Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF), peraturan perundang-undangan di Indonesia, dan perkembangan inovasi dan teknologi yang harus diikuti penjagaan aspek keamanan dan kerahasiaan.

“Ini adalah komitmen kami untuk mendukung Indonesia menjadi anggota penuh FATF,” katanya.

Substansi dari aturan ini, katanya, adalah penambahan penyedia jasa keuangan (PJK) yang wajib menerapkan program anti pencucian uang dengan menggunakan wali amanat, penyelenggara penawaran efek melalui layanan urun dana berbasis teknologi informasi, penyelenggara layanan transaksi keuangan berbasis teknologi informasi atau penyelenggara inovasi teknologi sektor keuangan, dan jenis lainnya yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan dan berada pada kewenangan OJK.

Terkait pengaturan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal, menurutnya, harus ada kewajiban penilaian, kebijakan dan prosedur, serta mitigasi risiko. Juga laporan transaksi keuangan mencurigakan dan attempted transaction. Serta penegasan pemblokiran tanpa penundaan dan tanpa pemberitahuan sebelumnya, dan penegasan kewenangan pengenaan sanksi atas pelanggaran, dan mitigasi risiko penghindaran sanksi.

“Penyedia jasa keuangan wajib memastikan profesi penunjang yang digunakan jasanya telah menerapkan ketiga aspek peraturan ini, serta terdaftar pada sistem informasi pelaporan yang dikelola PPATK,” katanya.

Selain itu, penyedia jasa keuangan wajib menyusun dan menyampaian Individual Risk Assessment (IRA) oleh PJK. Serta menambahkan contoh tindakan countermeasures oleh penyedia jasa keuangan terhadap negara berisiko tinggi yang dipublikasikan oleh FATF untuk dilakukan countermeasure.

“Juga, penegasan kewajiban Customer Due Diligence,” katanya.

Penyedia jasa keuangan pun harus menyempurnakan persyaratan dan tata cara kerja sama dengan pihak ketiga. Juga penyempurnaan ketentuan fungsi manajemen kepatuhan dan pelaksanaan audit internal secara independen serta prosedur pre-employee screening.

Serta penyempurnaan pengaturan sanksi administratif yang lebih efektif, proporsional dan disuasif. Juga harmonisasi dengan UU Cipta Kerja yang mengatur entitas baru yaitu perusahaan perseorangan.

“Lalu, pengaturan mengenai penundaan atau penghentian sementara transaksi yang diketahui atau diduga terkait dengan ketiga komponen itu,” katanya.

Terpenting, katanya, penyedia jasa keuangan berkewajiban penyampaian data untuk kebutuhan pengawasan melalui sistem pelaporan OJK. Dan juga, OJK memberikan waktu transisi bagi penyedia jasa keuangan paling lama enam bulan sejak diterbitkannya peraturan ini.*

avatar

Redaksi