Harga Sawit Anjlok, Efek Regulasi Produk Bebas Deforestasi Uni Eropa

Ekonomi & Bisnis

June 6, 2023

Muhammad Al Fikri/ Kota Jambi

Petani sawit saat sedang menimbang hasil panenan, di Kabupaten Tanjungjabung Barat, Provinsi Jambi. (credit tittle : Jon Afrizal/amira.co.id)

UNI Eropa telah menerapkan regulasi baru untuk mencegah perusahaan dunia menjual komoditas yang terkait dengan deforestasi ke pasar Uni Eropa, yang secara efektif berlaku sejak 16 Mei lalu. Regulasi yang mengatur tentang rantai suplai ini mewajibkan perusahaan untuk membuat pernyataan uji tuntas,  yang menunjukkan bahwa rantai pasokan komoditas mereka tidak berkontribusi terhadap kerusakan hutan sebelum mereka menjual produk ke negara-negara Uni Eropa. Jika tidak, perusahaan akan menghadapi denda hingga 4 persen dari omset mereka di negara Uni Eropa.

Adapun komoditas yang terimbas adalah produk minyak sawit dan turunannya. Selain juga kedelai, daging sapi, minyak sawit, kayu, kakao dan kopi, dan beberapa produk turunan termasuk kulit, cokelat, dan furnitur.

Mengutip voaindonesia.com, perusahaan perlu menunjukkan kapan dan di mana komoditas yang mereka jual ke pasar negara-negara Uni Eropa,  telah diproduksi dan memiliki informasi yang dapat diverifikasi bahwa komoditas itu tidak ditanam di areal hutan yang ditebang setelah tahun 2020.

Regulasi baru ini berimbas pada negara-negara eksportir seperti; Indonesia, Brazil dan Kolombia. Jelas saja regulasi ini memberatkan negara-negara eksportir, dan membutuhkan biaya mahal bagi negara-negara eksportir untuk menerapkan ketentuanyang ditetapkan Uni Eropa. Selain itu, sertifikasi pun sulit untuk dipantau, terutama juga karena beberapa rantai pasokan dapat menjangkau banyak negara.

“Peraturan ini akan memberikan dorongan bagi perlindungan hutan di seluruh dunia dan menginspirasi negara-negara lain. Sebab deforestasi bertanggung jawab atas sekitar 10 persen emisi gas rumah kaca global yang mendorong perubahan iklim,” kata juru runding utama Parlemen Eropa, Christophe Hansen, dikutip dari europarl.europa.eu.

Konsekwensi dari penerapan regulasi ini, Uni Eropa akan meninjau apakah akan menambah perlindungan untuk lahan berhutan dalam satu tahun, dan ekosistem kritis lainnya dalam dua tahun.

Mengutip bepi.mpob.gov.my, regulasi ini mempengaruhi harga CPO (minyak sawit mentah) global. Dan menyebabkan harga sawit di Bursa Berjangka Malaysia pada 1 Juni 2023 ini berada di angka RM 3.310 per ton. Padahal, ketika Uni Eropa bersepakat mengesahkan regulasi ini pada 6 Desember 2022 lalu, harga CPO masih berada di angka RM 4.094 per ton.

Menanggapi persoalan ini, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan, Indonesia sebagai penghasil komoditas sawit terbesar di dunia selalu mengacu pada harga acuan dari Malaysia. Ia meminta Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) membentuk harga acuan sendiri pada Juni 2023 ini.

Sementara data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan  angka deforestasi bersih pada 2019 hingga 2020 seluas 115.459 hektare. Dan turun sebesar 75 persen dibandingkan dengan tahun 2018 hingga 2019 seluas 462.460 hektare. Data itu merupakan data deforestasi Indonesia yang disesuaikan dengan peta rupa bumi terbaru di Kebijakan Satu Peta.

Jika menggunakan citra satelit Landsat 8 OLI Lapan, Indonesia memiliki tutupan hutan seluas 95,6 juta hektar atau 50,9 persen dari daratan. Dari luas itu, sebanyak  92,5 persen atau 88,4 juta hektare berada di kawasan hutan.

Data Kementrian Pertanian menyebutkan total luasan perkebunan sawit di indonesia pada tahun 2017 adalah 14 juta hektare. Tetapi terus meningkat menjadi 16,38 hektare pada tahun 2022.

Dari data itu, sebanyak 5 persen atau sekitar 800 ribu hektare dikuasai oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), lalu 53 persen atau sekitar 8,64 juta hektare dikuasai perusahaan swasta, dan 42 persen lainnya atau sekitar 6,94 juta hektare adalah sawit rakyat.

Regulasi Bebas Deforestasi Uni Eropa ini menghentak sekaligus memberikan kesadaran bahwa trend ekonomi berbasis agrikultur seperti sawit, akan segera memudar kejayaannya. Dan karena persoalan perubahan iklim yang tengah dihadapi dunia saat ini, yang juga dipicu oleh deforestasi, maka cara berjualan komoditas kini pun harus green.*

avatar

Redaksi