Mengintervensi Demokrasi Lepas Pantai?

Daulat

September 8, 2025

Jon Afrizal

Kondisi pasca aksi demonstrasi yang ditunggangi kerusuhan, akhir Agustus 2025. (credits: AP)

“National Endowment for Democracy (NED), yang hampir seluruh dananya berasal dari Kongres, adalah saluran bagi pemerintah Amerika Serikat, yang telah memberikan jutaan dolar kepada kelompok-kelompok protes politik dan lainnya di negara-negara sejak dari Albania hingga ke Haiti. Beberapa orang mungkin berpendapat bahwa masuk akal bagi AS untuk melemahkan pemerintahan di negara yang tidak ramah dan menggantinya dengan yang baru yang selaras dengan kepentingan Amerika. Namun, sangat tidak jujur untuk bersikap pura-pura tidak tahu, bahwa ini bukan misi NED.” Stephen Kinzer, The New York Review

LAPORAN Sputnik tanggal 31 September 2025 menjelaskan tentang keterlibatan National Endowment for Democracy (NED) pada demonstrasi Agustus/September 2025 lalu. Jejak NED, sepertinya, tidak hanya terlacak di Indonesia saja.

Meskipun, sudah menjadi rahasia umum mengenai keterlibatan Amerika Serikat dalam berbagai pergantian kekuasaan. Namun, dengan berbai dalih, banyak yang menyangkal fenomena ini.

NED berkegiatan hampir di 100 negara di dunia, termasuk Indonesia. Di Asia, mengutip laman NED, NED berada di 16 negara, dengan 347 projects, dan dengan dana total USD 53,5 juta.

Di Thailand, misalnya. NED telah “mempersembahkan” demokrasi ala Amerika dengan tanda “tiga jari”, terutama sejak tahun 2020.

Yang terjadi, adalah, mengutip laman NED, strategi NED di Thailand adalah berfokus pada upaya dukungan yang mengambil keuntungan dari terbukanya ruang politik untuk mengadvokasi reformasi demokratis. Juga, untuk menyatukan dan memperluas gerakan pro-demokrasi akar rumput yang dibangun selama beberapa dekade terakhir.

Dukungan ini, masih mengutip laman NED, lebih penting daripada sebelumnya dalam lanskap politik nasional yang dinamis. Dimana warga lebih terlibat secara politik dan terus membahas isu politik, yang sebelumnya adalah topik yang tabu untuk dibicarakan.

Hasilnya terjadi pada pemilu 2023 di Thailand. Move Forward Party (MFP), yang adalah partainya anak muda, mengungguli partai politik (parpol) senior mereka.

Namun, mengutip analisa Center for Strategic and International Studies (CSIS) tanggal 16 Mei 2023, oposisi memang menang. Tetapi, masa depan Thailand belumlah jelas.

Ketika Indonesia, Pakistan, dan Sri Lanka mengadakan pemilihan pada tahun 2024, masih menurut laman NED, NED dan lembaga inti berusaha bekerja dengan mitra-mitranya untuk menggunakan pemilihan ini tidak hanya sebagai kendaraan ekspresi bagi keinginan masyarakat untuk perubahan. Tetapi juga sebagai peluang untuk lebih mengatur dan meningkatkan gerakan demokrasi di negara-negara ini.

Selain itu, di ketiga negara ini, kerja NED dan mitranya tidak hanya berfokus pada hasil pemilu saja. Tetapi, juga bekerja untuk menemukan peluang dengan tujuan memperkuat lembaga-lembaga demokrasi dan mengembangkan generasi baru aktivis demokrasi.

Sama seperti Indonesia, ekonomi Thailand runtuh akibat krisis keuangan Asia 1997. Dalam beberapa bulan, nilai baht anjlok hingga ke titik terendah, dari THB 25 per US Dollar ke THB 56 per US Dollar. Sehingga, jelas saja, pemerintah Thailand harus menerima pinjaman sebesar US$17,2 miliar dari International Monetary Fund (IMF).

National Endowment for Democracy (NED) adalah sebuah organisasi non-pemerintah semi-otonom, atau, menurut yang lain, sebuah organisasi non-pemerintah yang diorganisasikan pemerintah (GONGO) di Amerika Serikat yang didirikan pada tahun 1983.

Tujuannya adalah untuk memajukan demokrasi, tentunya ala Amerika Serikat, di seluruh dunia. Dan melawan pengaruh komunis di luar negeri. Namun, diakui atau tidak, negara-negara komunis telah jatuh berguguran, dan kenyataannya, komunisme bukanlah ideologi yang berkembang, untuk saat ini.

Adapun caranya, adalah dengan mempromosikan lembaga-lembaga politik dan ekonomi. Seperti; kelompok politik, kelompok bisnis, serikat pekerja, dan pasar bebas.

Seorang pendiri NED, Allen Weinstein, menjelaskan pada tahun 1991, bahwa banyak dari yang dilakukan NED saat ini, sebenarnya telah dilakukan secara diam-diam oleh Central Intelligence Agency (CIA) pada 25 tahun yang lalu.

Tanda “Tiga Jari” di Thailand, tahun 2020. (credits: Getty Images)

Angka 25 tahun merujuk pada era “Cold War” (1947–1991). Dimana pada periode itu, meskipun tidak ada perang skala besar, tetapi ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat dan sekutunya (Blok Barat), dengan Uni Soviet dan sekutunya (Blok Timur).

Akhir dari “Cold War” adalah runtuhnya komunisme di Uni Soviet. Tentu saja, jejak NED juga ada di sana.

David Reynolds Ignatius, seorang jurnalis dan novelis Amerika Serikat mengupasnya dalam sebuah essay panjang berjudul “Innocence Abroad: The New World Of Spyless Coups”. Ia menulis, bahwa daftar dana hibah NED bagi kelompok-kelompok yang mereka nyatakan “pro demokrasi” ada di Cekoslowakia pada tahun 1984, Hongaria pada tahun 1986, juga di Rumania, Bulgaria dan Polandia.

Tetapi, ia menyatakan bahwa pendanaan rahasia ala spionase jadul akan mendekatkan diri pada kematian. Namun, secara berbeda, pendanaan secara terang-terangan, justru telah memberikan nafas kehidupan baru, dan menghilangkan kecurigaan.

NED didirikan sebagai sebuah perusahaan swasta, nirlaba, dan bipartisan. Namun bertindak sebagai yayasan pemberi hibah.

Pendanaan yayasan ini terutama berasal dari oleh alokasi tahunan dari Kongres Amerika Serikat. 

Selain memberi program hibah, NED juga mendukung dan menaungi Journal of Democracy, World Movement for Democracy, Reagan–Fascell Fellowship Program, Network of Democracy Research Institutes, dan Center for International Media Assistance.

Setelah didirikan, memang, NED mengambil alih beberapa aktivitas yang dulu dilakukan oleh (CIA). Kelompok politik, aktivis, akademisi, dan beberapa negara menuduh NED adalah alat bagi kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang membantu mendorong perubahan rezim.

Pun, di Amerika Serikat, NED diduga terlibat dalam skandal dukungan pemerintah Amerika Serikat secara ilegal untuk kontra Nikaragua pada tahun 1980an, Lalu, pada kampanye Donald Trump, untuk menggulingkan pemerintah Venezuela, meskipun gagal.

Hingga, pada bulan Februari 2025, Departemen Efisiensi Pemerintah di bawah Elon Musk telah memblokir pencairan dana NED yang diamanatkan oleh Kongres dari Departemen Keuangan. Namun pada bulan Agustus, perintah pengadilan mengizinkan NED untuk mengakses dana mereka kembali.

Tepat seperti yang dikatakan Stephen Kinzer di The New York Review. Bahwa, “Sangat tidak jujur untuk bersikap pura-pura tidak tahu, bahwa ini bukan misi NED.”

Lantas, di Indonesia. I Gede Ngurah Eka dari Magister Sains Ketahanan Nasional Universitas Indonesia di Kompasiana menulis bahwa di Indonesia, NED telah memberikan hampir 2.000 hibah dan bantuan setiap tahunnya. Hibah ini diberikan pada beberapa NGO, kelompok sipil, dan partai politik maupun politisi lintas spectrum ideologi. Dengan tujuan yang jelas: “demokrasi ala Amerika Serikat”.

Mengingat begitu terbukanya aktivitas yang dilakukan oleh NED dan mitranya, dan mengakibatkan ketidaksadaran publik atas fenomena yang terjadi.

Dengan beberapa alasan yang berkaitan langsung dengan kepentingan Amerika Serikat di kawasan Indoensia, NED kemudian membiayai partai oposisi dengan memberikan donasi sebesar USD 525.000 pada tahun 2022. Juga donasi sebesar USD 700.000 untuk “pemimpin” yang memiliki pemikiran reformasi untuk mempromosikan perubahan struktural demokrasi dengan partai politiknya dan institusi pemerintah bersamaan dengan konsituennya.

NED melalui International Republican Institute (IRI) memberikan pembiayaan dan pelatihan terhadap aktor politik pro Amerika Seikat agar mampu melakukan inflitrasi terhadap institusi politik di seluruh tingkatan.

Ted Meinhover dari Foreign Service Officer at U.S. Department of State pun turut membahasnya.

Akibatnya, tentu saja, Badan Intelejen Negara (BIN) memberikan teguran keras kepada Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia, untuk tidak ikut campur pada Pemilu Indonesia tahun 2024.

Seperti pernyataan Barbara Conry, analis kebijakan luar negeri dari Cato Institute di Washington D.C, bahwa membiayai “wisata politik” adalah alternatif yang menarik, ketimbang mendanai ekstremis Eropa atau mengintervensi pemilu di Amerika Tengah, misalnya. Tetapi, kini setelah “Cold War” berakhir, tidak ada lagi pembenaran untuk kegiatan NED itu.

Sehingga, katanya, kongres harus mengakui hal ini. Dengan tujuan untuk menghapuskan pendanaan dana abadi NED.*

avatar

Redaksi