“Mollycoddled No More”, Eropa Bersiaga Hadapi Perang

Inovasi

March 29, 2025

Zachary Jonah

Kerusakan akibat pertempuran antara pasukan Ukraina dan Rusia, di Borodyanka, Ukraina, 5 April 2022. (credits: Associated Press)

WARGA Uni Eropa, pada saat ini, diminta untuk menimbun cadangan makanan dan pasokan penting lainnya untuk bertahan hidup minimal selama 72 jam, jika terjadi krisis. Komisi Uni Eropa menekankan perlunya warga Eropa untuk mengubah pola pikir, yakni ketergantung yang tinggi terhadap negara, dan, untuk menumbuhkan budaya “kesiapan” dan “ketahanan” perseorangan.

Pada buku panduan setebal 18 halaman yang dirilis oleh Komisi Uni Eropa, Rabu (26/3), mengutip CNN, memperingatkan bahwa Eropa menghadapi realitas baru tentang risiko dan ketidakpastian dari krisis perang.

Kondisi ini merujuk pada perang skala penuh yang dilakukan Rusia di Ukraina. Yang diduga, sebagai efek lanjjutannya, akan juga meningkatkan ketegangan geopolitik, krisis sabotase infrastruktur, dan perang electroniccyber sebagai faktor yang menonjol, yang akan terjadi.

Kantor Uni Eropa di Brussels, menjelaskan bahwa buku panduan ini juga berfungsi sebagai seruan bagi negara-negara anggota Uni Eropa terhadap beratnya situasi keamanan blok barat pada saat ini.

Ancaman yang selalu ada dari Rusia, telah mendorong para pemimpin Eropa untuk menekankan perlunya kesiapan dalam kondisi perang.

Sementara itu; pendekatan konfrontatif pemerintahan Trump terhadap Eropa pada saat ini, berupa kontribusi Amerika Serikat terhadap NATO, dan perang di Ukraina.

Suasana sebuah pasar di Bucaharest, Romania. (credits: World Bank)

Pendekatan ini telah memicu perlombaan untuk menopang kesiapan militernya sendiri di seluruh wilayah benua Eropa.

Komisi Strategi Dan Kesiapsiagaan Uni Eropa mengatakan, bahwa warga di seluruh benua Eropa harus mengadopsi langkah-langkah praktis. Dengan tujuan untuk memastikan mereka siap dalam keadaan darurat.

Ini termasuk memiliki persediaan penting yang cukup untuk bertahan selama minimal tiga hari, mengutip dokumen itu.

Penjelasannya, adalah: “Dalam kasus gangguan ekstrem, periode awal adalah yang paling penting”.

Secara keseluruhan, warga sipil harus didorong untuk memiliki kemandirian dan ketahanan psikologis.

Komisi Uni Eropa pun telah menyerukan untuk memperkenalkan mata pelajaran “kesiapan” di kurikulum sekolah. Termasuk juga, memberi siswa keterampilan untuk melawan disinformasi dan manipulasi informasi.

“Realitas baru membutuhkan tingkat kesiapsiagaan baru di Eropa,” kata Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen.

Warga negara Uni Eropa, lanjutnya, dan juga sector bisnis membutuhkan alat yang tepat untuk bertindak baik, guna mencegah krisis dan bereaksi dengan cepat ketika bencana melanda.

Pada bulan Juni 2024, Jerman telah memperbarui Kerangka Kerja untuk Pertahanan Keseluruhan. Yang memberikan arahan tentang apa yang harus dilakukan jika konflik pecah di Eropa.

Menteri Dalam Negeri Jerman, Nancy Faeser mengungkap rencana itu, bahwa kerangka kerja ini diperlukan bagi negaranya untuk mempersenjatai diri lebih baik dalam menghadapi agresi Rusia.

Peta Moldova, Ukraina. (credits: google maps)

Pada bulan November 2024, The Swedish Civil Contingencies Agency (MSB) telah menerbitkan booklet berjudul “In Case of Crisis or War: Important information to all residents of Sweden”.

Booklet berjumlah 32 halaman ini berisi panduan praktis. Yakni, jika pihak musuh, yang tidak dapat ditentukan, melakukan invasi ke wilayah mereka.

Juga, berisi panduan tentang bagaimana membendung pendarahan hebat di tubuh, dan, di mana tempat menemukan informasi yang dapat dipercaya, serta tips yang berguna tentang ancaman bom nuklir.

Booklet ini, setidaknya, telah membuat warga Eropa bersiap secara mental terhadap hal-hal buruk yang akan datang. Serta, booklet ini, membawa pesan yang lebih luas dan lebih serius.

Yakni, ada batasan bagi negara untuk bertindak terhadap warga negaranya. Sehingga, jika krisis melanda pada suatu hari, maka penduduk harus berjuang sendirian, setidaknya untuk sementara waktu.

Mengutip Geneva Academy, terdapat tujuh konflik bersenjata di benua Eropa. Empat dari tujuh konflik bersenjata itu, yakni; pendudukan militer Rusia di Crimea (Ukraina), Transdniestria (Moldova), serta Ossetia Selatan dan Abkhazia (Georgia).

Sementara itu, sementara Armenia menduduki bagian dari Nagorno Karabakh (Azerbaijan).

Eropa juga sedang menghadapi international armed conflict (IAC) antara Ukraina dan Rusia.

Serta, dua non-international armed conflicts (NIAC) di Ukraina, yang menentang pasukan pemerintah dengan “People Republic” yang memproklamirkan diri di Donetsk dan Luhansk di Ukraina timur.*

avatar

Redaksi