Memahami Pertahanan Non Militer

Daulat

March 15, 2025

Zachary Jonah

Ilustrasi pertahanan. (credits: pexels)

PADA tanggal 15 Januari 1965, Ketua Comitte Cental (CC) Partai Komunis Indonesia (PKI) DN Aidit mengusulkan kepada Presiden Soekarno tentang pembentukan Angkatan Kelima. Yakni, satu angkatan tambahan dalam pertahanan dan keamanan. Yang terdiri dari kaum buruh dan tani yang diberi latihan-latihan kemiliteran serta dipersenjatai.

Angkatan Kelima, berada di luar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).

Usulan ini, mengutip Kemdikbud, menguat menjelang peristiwa Gerakan 30 September (G30S). Sehingga, dianggap sebagai satu upaya PKI untuk membentuk milisi di luar empat unsur pertahanan yang tergabung dalam ABRI. Yakni; angkatan darat, angkatan udara, angkatan laut, dan kepolisian.

Mengutip Julius Pour dalam bukunya “Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan & Petualang”, Aidit menyatakan sebanyak 15 juta buruh siap berjuang melaksanakan komando Sukarno untuk melawan kekuatan-kekuatan asing, termasuk mengganyang Malaysia, jika dipersenjatai.

Semangat pengganyangan Malaysia berkobar pada 1965 dengan adanya Operasi Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang diikuti hampir seluruh lapisan masyarakat. Mereka yang telah mendaftar sebagai relawan harus menjalani pelatihan militer atas nama: bela negara.

Dengan alasan yang sangat politis, yakni mengatasnamakan Operasi Dwikora, PKI kemudian mendesak pemerintah agar mempersenjatai buruh dan tani.

Angkatan Darat, yang sewaktu itu yang dipimpin oleh Ahmad Yani, menentang keras ide pembentukan Angkatan Kelima itu. Lalu, Ahmad Yani menugaskan lima jenderal yang terdiri atas Mayor Jenderal (Mayjen) Siswondo Parman, Mayjen Soeprapto, Mayjend MT Haryono, Brigadir Jenderal (Brigjen) D.I. Panjaitan, dan Brigjen Soetoyo Siswomihardjo untuk merumuskan urgensi pembentukan Angkatan Kelima.

Hasil perumusan menunjukkan bahwa, pembentukan Angkatan Kelima bukanlah langkah efisien. Sebab Republik Indonesia telah memiliki pertahanan sipil (Hansip), yang selain dapat menampung kegiatan-kegiatan pengamanan di tengah masyarakat juga dapat diandalkan untuk kegiatan bela negara.

Maka, gagasan Aidit pada akhirnya dianggap hanyalah upaya PKI untuk mengimbangi kekuatan bersenjata Angkatan Darat. Sebab, ABRI adalah kekuatan utama dalam pertahanan dan keamanan negara.

Ilustrasi keamanan. (credits: pexels)

Setelah terjadinya peristiwa G30S/PKI, dan selanjutnya PKI dibubarkan, secara otomatis isu pembentukan Angkatan Kelima pun tidak terdengar lagi.

Indonesia telah mengatur tentang pertahanan dan keamanan. Pada Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) ’45 disebutkan, “Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung”.

Inilah yang disebut dengan Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata).

Makna dari pasal itu, adalah, bahwa; setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Lalu, Sishankamrata dijalankan dengan TNI sebagai alat pertahanan, dan Polri sebagai alat keamanan.

Selanjutnya, rakyat sebagai komponen cadangan dan pendukung. Kemudian, Sishankamrata bersifat semesta dalam konsep, ruang lingkup, dan pelaksanaan.

Terakhir, Sishankamrata menggunakan dua cara pendekatan yaitu sistem senjata teknologi (sistek) dan sistem senjata sosial (sissos) secara serasi.

Sishankamrata juga terkait dengan pertahanan non militer.

Selanjutnya, Undang-Undang RI nomor 34 tahun 2004 tentang “TNI” menyebutkan TNI adalah kekuatan utama dalam sistem pertahanan rakyat semesta (Sishankamrata). Dan, kewajiban dan tanggungjawab bela negara bukan hanya tugas TNI, tetapi setiap warga negara Republik Indonesia berhak dan wajib ikut serta mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan melindungi keselamatan segenap bangsa dari setiap ancaman.

Untuk memperjelas peran rakyat dalam pertahanan dan keamanan negara, maka seiring dengan perkembangan, terbitlah Undang-Undang RI nomor 3 tahun 2002 tentang “Pertahanan Negara”. Pada pasal 7 ayat 3 menyebutkan, “Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman non militer menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa.”

Makmur Supriyanto dalam bukunya “Tentang Ilmu Pertahanan” menyebutkan bahwa ancaman terhadap ketahanan nasional dapat datang dari dalam maupun dari luar negeri. Sehingga, Sishankamrata inilah yang digunakan sebagai strategi untuk menghadapi ancaman-ancaman itu.

Sebagai upaya menjaga pertahanan dan keamanan negara, maka alur sistem pertahanan dan keamanaan semesta dimulai dari intelijen, yang mendeteksi ancaman secara dini.

Hasil deteksi itu kemudian digunakan untuk memberi peringatan awal kepada pihak-pihak terkait guna melakukan langkah pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan. Intelijen juga bertugas memberikan analisa situasi serta rekomendasi terkait langkah dan kebijakan yang tepat yang akan diambil oleh pemerintah.

Lalu, upaya pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan oleh TNI dan Kepolisian, sebagai kekuatan utama. Sementara, rakyat adalah kekuatan pendukung. Ini sesuai dengan pasal 30 UUD ’45.

Komponen pertahanan bertugas melancarkan strategi pertahanan negara dengan menggunakan segenap kekuatan militer dan non militer secara menyeluruh dan terpadu.

Adapun strategi yang dilancarkan oleh komponen pertahanan meliputi strategi penangkalan yang bersifat kerakyatan, kewilayahan, dan kesemestaan. Juga melibatkan segenap departemen dan lembaga non departemen secara komprehensif untuk ikut serta menjamin keamanan negara.

Sementara komponen pertahanan bertanggung jawab untuk menganalisis misi, mengembangkan tindakan atau course of action (COA), dan melaksanakan COA.

Jika komponen pertahanan lebih memiliki orientasi dalam melindungi kedaulatan Indonesia dari serangan militer, maka komponen keamanan lebih berorientasi kepada situasi keamanan domestik.

Komponen keamanan meliputi keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, serta pelayanan dari aparat penegak hukum kepada masyarakat. Komponen keamanan menjadi penyokong dari smart security. Yakni sistem pengamanan kota modern yang berdasarkan pada kemajuan teknologi, keterlibatan komunitas, dan keterlibatan mitra keamanan dalam negeri.

Smart security memiliki dua sasaran, yakni keamanan digital dan keamanan pribadi. Smart security juga adalah upaya untuk mewujudkan kota yang aman dan damai.

Sedangkan komponen siber bertugas menjaga kerahasiaan data, menegakkan integritas dalam pengelolaan data, sekaligus memastikan ketersediaan data untuk menjalankan smart security dan memaksimalkan smart city.

Komponen siber menjadi satu komponen yang mendapatkan perhatian tinggi dari pemerintah. Sebab layanan smart city membutuhkan ketersediaan data yang tinggi.

Sehingga, perlindungan harus dilakukan secara maksimal karena memiliki tingkat kerentanan yang juga cukup tinggi. Komponen siber pun, pada akhirnya, bertanggungjawab melahirkan national security operation center (NSOC).*

avatar

Redaksi