Hallyu; Apapun Tentang Korea
Lifestyle
December 17, 2024
Zachary Jonah
Hallyuwood Walk of Fame di Gangnam District, Seoul yang memberi penghormatan kepada bintang-bintang K-Wave dalam bentuk patung beruang imut. (credits: flickr)
DI penggalan tahun 90-an hingga awal tahun 2000-an, musik dari negara jiran Malaysia diminati di Indonesia. Tidak hanya di Sumatera, yang secara budaya dan bahasa adalah sama: Melayu. Tetapi juga hingga ke banyak pulau lainnya.
Ini dapat dicermati dengan banyaknya lagu-lagu dari Malaysia, yang kemudian di-cover, dan diubah menjadi berbahasa daerah.
Padahal, waktu itu, Indonesia sedang aktif dengan banyak pemusik dari banyak genre, yang hingga kini, juga masih legend. Sebut saja, project Gong 2000, Kidnap Katrina, Slank, Power Slave, Power Metal, Gigi, dan Imanez.
Tetapi, musik dari Melaysia seperti tak dapat dibendung. Menggaung sejak dari kamar-kamar kost mahasiswa hingga ke bus kota.
Sejak beberapa tahun terakhir, terdapat fenomena yang hampir sama. Jika Jepang memiliki JRock untuk mereprentasikan diri di luar negeri, maka Korea memiliki Hallyu.
Hallyu dapat diartikan sebagai: gelombang Korea (K-Wave). Cara ini, mendekati perubahan struktural dalam musik populer di Inggris dan Amerika Serikat pada akhir tahun 1970-an: New Wave.
Hallyu mengacu pada meningkatnya minat publik pada kesenian pop dan tradisional Korea di Asia, Eropa, Timur Tengah, dan Benua Amerika.
Mengutip ilmuwan politik Amerika Serikat, Joseph Nye, yang menginterpretasikan Hallyu sebagai: semakin populernya segala hal mengenai Korea, mulai dari fashion dan film hingga musik dan masakan.
Terbukti, Drama Korea (KDrama) atau yang biasa dikenal dengan sebutan drakor menjadi alternatif tontonan di Indonesia. Tidak hanya di saluran televisi yang dapat ditonton secara massal, tapi KDrama juga telah merambah hingga ke tontonan private berbayar via aplikasi di smartphone.
Drakor pertama kali hadir di layar televisi Indonesia, berjudul Endless Love (Autumn In My Heart). Drakor ini tayang di Indosiar pada tahun 2002.
Bahkan, seolah mengalahkan anime dari Jepang yang penuh hayali, Korea, apapun yang datang dari sana, adalah trend tersendiri bagi banyak orang.
Mulai dari makanan super pedas yang gak ketulungan, hingga ke musik yang penuh dengan sajian dance, dan, ehm, postur tubuh. Demikianlah K-Pop adanya.
Menurut KBS World Radio tahun 2019 yang diterbitkan oleh Korean Foundation dibawah naungan Kementrian Luar Negeri Korea Selatan, terdapat 99,3 juta orang penggemar drakor di seluruh dunia. Penggemar drama Korea terbanyak berada di benua Eropa (15 juta).
Sedangkan Rusia adalah negara penggemar drakor yang mengalami peningkatan sebanyak 290 persen, dan menduduki 85 persen di peningkatan dunia.
Padahal, pada saat yang hampir sama, bioskop-bioskop di Indonesia sedang berusaha keras untuk bangkit melalui film-film Indonesia. Mulai dari Eifel, I’m In Love, Ada Apa Dengan Cinta, dan kini, setelah badai pandemic, tetap melanjutkan diri dengan Desa Penari dan seterusnya.
Bahkan, telah juga mencoba untuk ke tontonan via aplikasi di smartphone. Film drama berseri Ratu Adil, contohnya.
Tetapi, Korea adalah trendy, demikian kira-kira.
Hallyu (K-Wave), sebagai cara bagi publik di dunia untuk mengenal Korea Selatan. (credits: umich)
Menurut ekperimen Artificial Intelligence (AI) dari Google, terdapat beberapa alasan mengapa KDrama diminati pemirsa Indonesia. Meskipun, faktanya, alasan ini dapat diperbandingkan, tapi, sulit untuk dibantah.
Alasan pertama, adalah kualitas produksi. KDrama memiliki kualitas produksi yang tinggi. Seperti; sinematografi yang apik, penggunaan teknologi canggih, dan penggarapan yang detail.
Kedua, genre yang beragam. Seperti; romans, pendidikan, fantasi, politik, sejarah, slice of life, dan horor.
Ketiga, KDrama memiliki alur cerita yang unik dan tak terduga, dengan twist kreatif dan misteri yang menarik. Keempat, para pemain KDrama memiliki akting yang mumpuni.
Kelima, para pemain KDrama memiliki wajah yang menarik dan fashionable. Keenam, KDrama dapat menimbulkan ikatan emosional.
Ketujuh, KDrama memiliki tampilan yang berbeda. Kedelapan, trend KDrama yang sedang menjamur menjadi satu faktor penting mengapa drakor banyak digemari.
Terpenting, KDrama juga mengangkat nilai-nilai kebudayaan sehari-hari masyarakat. Sehingga, membuat publik mengenal dan memahami Korea melalui KDrama.
Hallyu pertama kali muncul pada tahun 1997. Yakni setelah penayangan drakor What is Love di stasiun televisi Tiongkok.
Yang dilanjutkan dengan film Swiri pada tahun 1999, membuat Hallyu menjadi sorotan publik, karena menjadi sangat sukses di negara-negara Asia Tenggara. Disusul dengan drama berjudul Endless Love (Autumn In My Heart) pada tahun 2000, lalu, My Sassy Girl pada tahun 2001 dan Winter Sonata pada tahun 2004.
Semua film ini menjadi sangat populer tidak hanya di Korea tetapi juga di Singapura, Jepang, Taiwan, Hongkong, China dan Thailand. Dan, tentunya, Indonesia.
Fenomena ini, lalu, berdampak positif pada ekonomi Korea Selatan. Seperti peningkatan pendapatan nasional melalui penjualan album, DVD, tiket konser K-Pop, tayangan drama, dan produk-produk Korea lainnya.
Faktor terpenting yang memberi jalan munculnya Hallyu, adalah keputusan Pemerintah Korea pada awal 1990-an untuk mencabut larangan perjalanan asing bagi warga Korea. Ini membuka jalan bagi sejumlah orang Korea untuk menjelajahi dunia barat, terutama AS dan Eropa.
Banyak warga Korea yang menempuh pendidikan mereka di negara-negara barat, dan yang lainnya memulai karier mereka di perusahaan terkemuka di Eropa dan AS sebelum kembali ke Korea pada akhir 1990-an.
Orang-orang Korea berpendidikan Barat ini membawa serta perspektif baru dalam melakukan bisnis, kehalusan dan interpretasi baru terhadap seni, sinema dan musik serta bentuk ekspresi inovatif. Hal ini melahirkan sekumpulan besar bakat segar, muda, dan berkualifikasi tinggi yang menunggu untuk mengeksplorasi peluang di Korea.
Festival Film Internasional Jeonju, misalnya. Mengutip website Kedutaan Besar Republik Korea untuk Republik Indonesia, festival fim ini mempromosikan kemungkinan diproduksinya film-film digital.
Selain menampilkan berbagai macam film pendek dari seluruh dunia, panitia festival film memberikan USD 50.000 dolar tiap tahunnya kepada tiga pembuat film untuk memproduksi film-film pendek digital khusus untuk ditampilkan dalam festival film ini.
Maka, jika Amerika Serikat memiliki Hollywood, dan sinema India memiliki Bollywood, Korea mengadopsinya menjadi Hallyuwood.
Hallyuwood adalah istilah informal yang populer digunakan untuk menggambarkan industri film dan hiburan berbahasa Korea dari dan di Korea Selatan.
CNN termasuk yang pertama mempopulerkan termonologi ini.
Bahkan, lanjutan dari Hallyuwood adalah, seperti; rencana pembuatan Hallyuwood Walk of Fame di Distrik Gangnam, hingga hidangan bibimbap yang disebut Bibigo: Hallyuwood yang penuh harapan.
Masih ingat lagu berjudul Gangnam Style dari PSY pada tahun 2012? Memang, Hallyu sebagai fenomena, sedang tidak dapat dibendung.*