Bonsai; Ketika Cantik Itu Menyakitkan
Budaya & Seni
January 24, 2024
Astro Dirjo
Asoka berbunga kuning yang dijadikan bonsai. (photo credits : Jon Afrizal/amira.co.id)
DIIKAT, dililit, ditarik, diukir dan dikerdilkan. Hasilnya, dinikmati mata manusia. Itulah bonsai, tanaman atau pohon yang dikerdilkan di dalam pot dangkal. Tujuannya agar tercipta miniatur dari bentuk asli pohon besar yang sudah tua di alam bebas.
Seni yang, dulunya hanya dinikmati oleh kalangan bangsawan China dan Jepang saja. Tapi kini, siapa saja dapat membuat dan merawat bonsai. Asalkan tahu caranya.
Bonsai, mengutip artofbonsai, berasal dari seni miniaturisasi tanaman (: penjing) dari periode Dinasti Tang di China. Lukisan tentang bonsai ditemukan di makam putra dari Maharani Wu Zetian.
Pada dinding makam terdapat lukisan yang menggambarkan pelayan wanita yang membawa pohon berbunga dalam pot dangkal. Pot dangkal berukuran kecil ini merupakan miniaturisasi dari pemandangan alam.
Lalu, pada zaman Heian, seni penjing mulai dikenal oleh para bangsawan di Jepang. Bonkei, demikian pelafalannya dalam aksara kanji. Setelah jaman Edo, seni miniaturisasi pemandangan alam ini pun disebut bonsai.
Bonsai mencapai titik kepopulerannya pada jaman Edo. Dimana seni bonsai menjadi pekerjaan sambilan para samurai.
Setelah jaman Meiji, bonsai adalah hobi yang stylisimo. Tetapi, perawatan tanaman bonsai agar tetap hidup, tentu menyita banyak waktu pemiliknya.
Sehingga, makin lama seni ini makin ditinggalkan orang-orang di Jepang. Penikmat bonsai menjadi terbatas, hanya untuk orang-orang lanjut usia saja.
Terlebih dengan adanya perubahan jaman, yang lebih modern, dengan waktu senggang yang hanya sedikit, di Jepang. Selain juga tidak adanya halaman yang luas untuk bertanam bonsai.
Tetapi, sebagai seni, bonsai tetap ada hingga saat ini. Dan, penggemarnya menyebar di banyak penjuru dunia. Tak luput juga, Indonesia.
Ukuran miniatur, adalah sekitar 15 centimeter hingga di atas 100 centimeter. Dengan tingkat kerumitan yang berbeda-beda pula.
Tetapi, keindahan sebuah bonsai, adalah dapat dinikmati dari berbagai sisi. Itu adalah bonsai dengan klasifikasi perfect. Demikian kira-kira.
Secara teori, bonsai adalah tumbuhan berpohon. Yang jika dipilah, akan menjadi empat bagian. Yakni; bonsai untuk dinikmati pohonnya, keindahan buahnya, keindahan bunganya, dan bentuk daunnya.
Jika mengikuti negeri asalnya, maka, terdapat jenis cemara, apel, sakura, dan bambu.
Tapi iklim topis di Indonesia juga memiliki tanaman tropis yang eksotik, yang dapat diolah menjadi bonsai. Sebut saja asam jawa, beringin, cemara udang, waru, jambu biji, anting puteri, kemuning, sepang, kayu aro dan seterusnya.
Pernah, di Indonesia tercipta trend menjadikan tanaman kelapa sebagai bonsai. Pohon yang kuat dengan buah yang berwarna hijau atau kuning.
Tetapi, berangsur-angsur booming ini mulai ditinggalkan. Meskipun, sebenarnya indah, tetapi tidak termasuk dalam kultur bonsai. Sebab kelapa adalah jenis palma.
Jika bicara gaya, maka terdapat banyak jenis gaya dalam seni bonsai. Mulai dari tegak lurus vertikal, berkelok-kelok, miring, terpilin, berkelompok dan seterusnya.
Tetapi, semua itu tergantung selera.
Namun, jangan pernah lupa dengan proses. Bahwa, proses menjadi cantik itu penuh dengan rasa sakit, dan memakan waktu lama. Butuh kesabaran dan ketelatenan dalam memelihara bonsai.
Tetapi, jika ingin by pass, tentu anda tinggal membeli saja. Dan tinggal disesuaikan dengan kocek anda.
Dan sangat disayangkan, anda telah melewati begitu banyak proses dalam menciptakan dan menikmati bonsai. Sebab, bonsai diciptakan melalui proses seni, dan bukan instant.*