Wah, Sumur Minyak Illegal Di Jambi Akan Dilegalkan

Lingkungan & Krisis Iklim

July 9, 2025

Junus Nuh/Kota Jambi

Pemboran minyak peninggalan kolonial Belanda di Kenali Asam. (credits: Jon Afrizal/amira.co.id)

SAAT ini masih terdapat sebanyak 1.400 sumur minyak tua yang berkontribusi pada penambahan produksi sebesar 1.600 barel per hari. Sumur-sumur itu tersebar di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Jambi.

Sehingga, terkait dengan produksi minyak mentah, baru-baru ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM nomor 14 tahun 2025 tentang “Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja Sama untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi”.

Regulasi ini terkait dengan kerja sama sumur minyak Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)/Koperasi/Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM); kerja sama operasi/teknologi; dan kerja sama pengusahaan sumur tua.

“Aturan ini dibentuk untuk mendukung ketahanan energi nasional, sebagai salah satu upaya mencapai swasembada energi. Melalui beleid ini, Pemerintah mendorong Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang memiliki Wilayah Kerja untuk terus meningkatkan produksi,” kata Wakil Menteri ESDM Yuliot, mengutip siaran pers Kementrian ESDM, Selasa (1/7).

Yuliot pun menyoroti sumur minyak dan gas bumi (migas) yang diusahakan oleh masyarakat. Dari sumur-sumur yang dikelola masyarakat itu, katanya, terdapat potensi penambahan lifting minyak sebanyak 10.000 hingga 15.000 barel per hari.

Melalui Permen ini, katanya, sumur migas masyarakat akan dinaungi oleh BUMD/Koperasi/UMKM, melalui kerja sama dengan KKKS.

Sedangkan untuk pembentukan UMKM dapat dilakukan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di dalam Wilayah Kerja (WK) itu. Dan untuk Koperasi, beranggotakan masyarakat pengelola sumur, dan dapat dilakukan juga penghimpunan kegiatan usaha oleh BUMD.

Selain mengatur kerjasama dengan sumur minyak masyarakat, beleid ini juga mengatur kerjasama antara kontraktor suatu wilayah dengan mitra, melalui kerja sama operasi ataupun kerja sama teknologi.

Untuk skema kerja sama sumur, melalui aturan ini, mitra diberikan imbalan sebesar 70 persen dari harga Indonesian Crude Price (Minyak Mentah Indonesia). Sementara untuk skema kerja sama lapangan/struktur, mitra akan diberikan imbalan sebesar 85 persen dari jatah bagi hasil KKKS.

“Mitra menanggung investasi dan biaya, dan risiko dalam pelaksanaan kegiatan dalam kerjasama dengan perusahaan KKKS ini,” katanya.

Aktivitas pemboran minyak illegal di Pompa Air, Bajubang, tahun 2019. (credits: Jon Afrizal/amira.co.id)

Aturan ini juga mengatur kerja sama pengusahaan sumur tua, yang akan dilakukan oleh BUMD/Koperasi kepada KKKS dengan rekomendasi Bupati yang disetujui Gubernur. Kerjasama ini telah berjalan sejak tahun 2008, sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM nomor 1 tahun 2008 tentang “Pedoman Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi pada Sumur Tua”.

Gayung pun bersambut.

Gubernur Jambi, Al Haris berkomitmen untuk menindaklanjuti Permen ini. Ia, akan melakukan pendataan dan inventarisasi seluruh sumur minyak yang dikelola masyarakat yang berada di luar wilayah kerja KKKS di Provinsi Jambi.

“Tujuannya adalah untuk melegalkan kegiatan yang selama ini banyak dilakukan secara illegal,” katanya mengutip Jambi Line, Senin (7/7).

Ia mengatakan, praktik pengeboran ilegal selama ini membawa dampak besar, baik dari sisi keselamatan masyarakat maupun lingkungan. Dengan regulasi baru ini, katanya, pemerintah ingin mendorong pengelolaan sumur oleh BUMD, koperasi, atau UMKM lokal yang ditunjuk secara resmi.

Dari hasil sementara, katanya, tercatat sekitar 15.000 sumur minyak, dengan 5.600 di antaranya illegal.

Aktivitas pengeboran ilegal di Jambi tersebar di tiga kabupaten, yakni di Kabupaten Batang Hari, Muaro Jambi dan Sarolagun.

Adapun di Kabupaten Batang Hari, yakni; Desa Pompa Air dan Bungku Kecamatan  Bajubang, Desa Jebak Kecamatan  Muara Tembesi, Desa Bulian Baru Kecamatan Batin XXIV, dan kawasan Tahura dan wilayah kerja PT Pertamina EP.

Sedangkan Kabupaten Muaro Jambi, yakni; Desa Bukit Subur Unit 7, Adipura Kencana Unit 20, Bukit Jaya Unit 21, Trijaya Unit 8A, Ujung Tanjung Unit 11 di Kecamatan Bahar Selatan.

Dan di Kabupaten Sarolangun, yakni; KM 51 Areal Konsesi PT AAS Kecamatan Mandiangin, dan Desa Lubuk Napal Kecamatan Pauh.

Sesuai regulasi, proses legalisasi akan dilakukan melalui pengelolaan oleh BUMD, koperasi, atau UMKM yang ditugaskan oleh pemerintah kabupaten/kota. Penugasan bersifat sementara untuk jangka waktu empat tahun.

Seluruh pemerintah kabupaten/kota diharap segera melakukan inventarisasi dan menyampaikan datanya ke Dinas ESDM Provinsi Jambi paling lambat 14 Juli 2025.

Pemerintah kabupaten/kota juga harus mempersiapkan calon mitra KKKS, maksimal tiga pengelola per wilayah; satu BUMD, satu koperasi, dan satu UMKM, yang akan ditunjuk untuk mengelola sumur minyak di wilayah masing-masing secara resmi.

Dengan cara ini, katanya, diharapkan praktik pengeboran minyak di Jambi dapat dikelola secara legal, aman, dan memberikan manfaat ekonomi yang lebih luas bagi daerah dan masyarakat.

Tetapi, legalisasi tentu butuh kajian tingkat lanjut. Sebab, sebagaimana diketahui pengeboran minyak illegal yang ada di Jambi selama ini telah banyak merenggut korban jiwa.

Selain itu, juga pencemaran yang terjadi, yang merugikan lingkungan dan masyarakat di sekitarnya.

Dan juga bakal terjadi tumpang tindih peruntukan kawasan, terutama di kawasan hutan.

Sehingga, produksi tetap harus berbarengan dengan keberlanjutan dan keberlangsungan banyak mahluk hidup. Dan bukan hanya untuk kepentingan dan keuntungan pragmatis saja.*

avatar

Redaksi