Syair Abdul Muluk
Budaya & Seni
March 24, 2025
Raja Ali Haji*

Sampan Panjang Melayu. (credits: Wiki Commons)
“Abdul Muluk putera nin tuan
Besarlah sudah emas tempawan
Elok majelis tiada berlawan
Suka bermain cara pahlawan
Dititahkan oleh duli baginda
Kepada pendekar pahlawan berida
Disuruh mengajar paduka anakanda
Bermain pedang di atas kuda”
NEGERI Barbari diperintah oleh seorang sultan yang bernama Sultan Abdul Hamid Syah. Beliau mempunyai seorang adik yang bernama Abdul Majid. Selama pemerintahan Abdul Hamid Syah, rakyat aman, makmur dan sejahtera. Ia dikurniai seorang putera bernama Abdul Muluk.
Sultan Abdul Majid memiliki seorang puteri yang bernama Sitti Rahmah. Ketika Sitti Rahmah bernajak dewasa, kedua orang tuanya meninggal dunia. Sitti Rahmah pun akhirnya dititipkan kepada Sultan Abdul Hamid.
Pada suatu ketika datanglah kapal dagang dari kerajaan Hindustan yang dipimpin oleh Bahauddin. Bahauddin adalah paman dari Sultan Syihabuddin yang memerintah Negeri Hindustan.
Dikarenakan melanggar peraturan dagang Negeri Barbari, maka Bahauddin dipenjarakan dan akhirnya meninggal dunia di penjara. Bawahan Bahauddin pun akhirnya pulang kembali ke Hindustan.
Setelah Abdul Muluk dan Sitti Rahmah dewasa, keduanya dipertemukan dan dinikahkan oleh baginda. Tidak lama setelah itu sultan Barbari dan permaisurinya meninggal dunia.
Abdul Muluk menggantikan ayahnya, dan dinobatkan sebagai sultan Barbari. Sepeninggal ayahanda dan bundanya Abdul Muluk sangat bersedih.
Pada suatu hari terniatlah oleh beliau untuk pergi ke negeri orang menghibur hati sendiri. Wazir Mansur mengizinkan kepergian anak baginda raja. Setelah seluruhnya siap, berlayarlah Abdul Muluk meninggalkan Negeri Barbari.
Di akhir pelayaran kapal Abdul Muluk singgah ke Negeri Ban yang diperintah oleh seorang raja yang adil dan mempunyai seorang puteri yang terkenal sangat cantik. Abdul Muluk sangat tertarik, dan berhasil menikahinya.
Setelah sekian lama berada di Negeri Ban itu, maka Abdul Muluk pun berniat untuk kembali ke Negeri Barbari.

Pulau Penyengat, Provinsi Kepulauan Riau, dilihat dari udara. (credits: Pemprov Kepri)
Tersebutlah kisah kerajaan Hindustan, ketika mendengar berita sultan Barbari telah meninggal dunia, maka terniatlah Sultan Syihabuddin untuk mengadakan pembalasan atas kematian pamannya, Bahauddin. Tanpa berpikir panjang lagi, Negeri Barbari pun diserang.
Hulubalang dan tentera banyak yang tewas dalam pertempuran itu. Sehingga, kerajaan Barbari pun dapat ditakluknya.
Abdul Muluk dan isterinya Sitti Rahmah, serta seorang wazirnya bernama Suka, pun ditawan pasukan Hindustan. Tetapi, Sitti Rafiah yang sedang hamil tiga bulan berhasil melarikan diri dengan suatu tipuan seolah-olah ia bunuh diri. Maka, pergilah ia berjalan ke dalam hutan rimba, tanpa tujuan.
Ketika Sitti Rafiah telah hamil tua, ia tinggal di rumah seorang tuan Syeh di sebuah perkampungan. Setelah itu, lahirlah seorang bayi laki-laki.
Setelah selesai masa nifas, dan tubuhnya cukup kuat, maka Sitti Rafiah pun meminta kepada tuan Syeh dan isteri, untuk melanjutkan perjalanannya. Tuan Syeh pun mengizinkan dengan menurunkan ilmu kepada Sitti Rafiah. Sitti Rafiah menitipkan puteranya serta berpesan. Isi pesannya, setelah puteranya berumur 7 tahun, maka mintalah ia mencari ibunya.
Dalam perjalanan Sitti Rafiah bertemu dengan lima orang hulubalang yang tersesat yang sudah tidak berdaya lagi. Kelima hulubalang itu pun dibunuhnya dan pakaiannya dipakai. Sehingga, ia pun tampak seperti seorang Iaki-laki.
Setelah jauh berjalan, sampailah ia ke sebuah negeri yang bernama Negeri Barham. Di Negeri Barham itu sedang terjadi perselisihan karena perebutan kekuasaan antar putera sultan yaitu Jamaluddin dengan pamannya, Bahsan.
Rakyat banyak yang berpihak kepada Bahsan, karena dipaksa. Sehingga, terniatlah di dalam hati Sitti Rafiah untuk membantu Jamaluddin mengembalikan kekuasaannya. Berkat kebijaksanaan Sitti Rafiah yang menyamar sebagai seorang hulubalang yang bernama Duri, tampuk kekuasaan dapat direbut kembali oleh Jamaluddin.
Setelah itu hulubalang Duri dijadikan sultan di Negeri Barham, dan dikawinkan dengan Sitti Rahatulhayani sebagaimana perjanjian yang telah dibuat.

Satu panorama di Pulau Penyengat, Provinsi Kepulauan Riau. (credits: Pemprov Kepri)
Tidak lama memerintah di Negeri Barham, Sultan Duri pun pergi ke Negeri Hindustan sebagai pedagang. Ia pun berpikir untuk menuntut membalas atas serangan raja Hindustan terhadap Negeri Barbari. Sultan Duri membuat suatu rencana dengan Sultan Jamaluddin untuk menyerang Negeri Hindustan.
Setelah siaplah seluruh perlengkapan, maka, Sultan Duri dengan wazir, menten, dan hulubalang pun bergeak menyerang Hindustan. Negeri Hindi dapat ditaklukkan.
Sultan dan adiknya dijadikan tawanan, dan dipenjarakan di dalam tanah. Hingga akhirnya, mereka pun meninggal di dalam penjara bawah tanah.
Sultan Duri menguasai kerajaan Hindustan. Dengan demikian, Abdul Muluk, isterinya Sitti Rahmah dan wazirnya Suka dilepaskan dari penjara.
Terlihat keadaan mereka sangat menyedihkan, tidak sadarkan diri lagi. Lalu merekapun diobati dan dirawat oleh Sultan Duri, hingga sehat kembali.
Tak lama Sultan Duri memerintah, kerajaan pun diserahkannya kepada Sultan Abdul Muluk sebagai gantinya. Sultan Duri pun berencana untuk mengawinkan isterinya, Sitti Rahah dengan Abdul Muluk.
Ia pun menjatuhkan talak kepada Sitti Rahah, yang kemudian dinikahkan dengan Abdul Muluk.
Semua tingkah laku Sultan Duri mengherankan Abdul Muluk. Dari sikap dan caranya mengundang pertanyaan dalam hati Abdul Muluk siapa sebenarnya Sultan Duri.
Teringatlah ia kepada isteri mudanya, Sitti Rafiah. Akan tetapi ia ragu dan tak berani mengatakannya. Demikian juga Sitti Rafiah sangat heran bahwa suaminya tidak lebih awal mengenalnya. Hingga, pada suatu hari, Sitti Rafiah pun menanggalkan pakaian laki-laki yang ia gunakan, dan tampaklah wujud aslinya: perempuan.
Tersadarlah Abdul Muluk, bahwa Sultan Duri itu sebenarnya adalah isteri mudanya, Sitti Rafiah. Akhirnya diketahuilah bahwa mereka selama ini tertipu oleh Sultan Duri.
Sultan Jamaluddin pun diberitahukan juga. Bersama itu pula kerajaan Barham yang selama ini dipegang oleh Sultan Duri dipersembahkannya kembali kepada Sultan Jamaluddin sebagai gantinya.
Sejak itu hiduplah Abdul Muluk dengan ketiga isterinya dalam kesukaan.
Rakyat pun hidup dengan aman, damai dan makmur.
Dari hari ke hari, dalam suasana kebahagiaan itu Sitti Rafiah pun teringat akan puteranya yang dititipkan dengan tuan Syeh itu tiada khabar beritanya.
Demikian juga Abdul Muluk teringat akan puteranya.
Pada suatu hari terpikirlah oleh Sultan Abdul Muluk mengirimkan berita kepada ayah bunda Sitti Rafiah di Negeri Ban. Ketika berita itu sampai ke Negeri Ban baginda suami isteri berangkat mengunjungi anak baginda di Negeri Hindustan. Sultan Abdul Muluk beserta isterinya sangat gembira menerima kedatangan ayah bundanya.
Tersebutlah kisah tuan Syeh yang memelihara anak dari Sitti Rafiah. Anak itupun telah besar, dan diberi nama Abdul Gani. Setelah berusia 7 tahun, sesuai dengan pesan ibunya, maka tuan Syeh pun memerintahkan ia untuk mencari ayah ibunya.
Setelah dilepas oleh tuan Syeh, Abdul Gani pun pergi. Tak lama berjalan, berjumpalah ia dengan seorang tukang gandum. Ia pun bertanya, jika tukang gandum kenai dengan ibu bapaknya, yang bernama Sitti Rafiah dan Abdul Muluk.
Heranlah tukang gandum itu, sebab yang bernama Sitti Rafiah dan Abdul Muluk itu adalah suami isteri sultan yang memerintah Negeri Hindustan. Maka Abdul Gani pun diangkat anak oleh tukang gandum.
Pada suatu hari, ketika Abdul Gani sedang bermain-main dengan anak-anak di kampung, terjadilah perkelahian. Sehingga, Abdul Gani melukai anak si Polan.
Bukan main marahnya si Polan, dan ia mengajak menghadap sultan untuk diminta menghukum bagi yang bersalah.
Tukang gandum pun membawa Abdul Gani beserta si Polan untuk menghadap raja. Di sanalah diketahui bahwa sebenarnya ia adalah putera raja.
Betapa senangnya Sitti Rafiah dan Abdul Muluk bertemu dengan puteranya itu. Sehingga baginda pun bersedekah kepada selutuh rakyat, dan memanggil tuan Syeh yang telah berjasa kepadanya.
Tuan Syeh pun diangkat menjadi penghulu.
Menurut ceritanya baginda sultan Ban membawa cucunya ke Negeri Ban yang nantinya diangkat sebagai penggantinya.
Konon ceritanya selama Abdul Gani memerintah kerajaan aman, rakyatnya makmur dan sentosa. Demikian juga Negeri Hindustan diperintah oleh Sultan Abdul Muluk dengan adil sehingga rakyat aman dan makmur.*
*Dinukil, diringkas dan dituliskan kembali oleh Amira, dari buku “Syair Abdul Muluk” terbitan Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan tahun 1988

