Krisis Dalam Gerakan Ekologi

Lingkungan & Krisis Iklim

February 6, 2025

Murray Bookchin*

Ilustrasi gerakan lingkungan. (credits: pexels)

GERAKAN ekologi Amerika — dan khususnya Gerakan Hijau Amerika — menghadapi krisis hati nurani dan arah yang serius. Akankah kelompok berorientasi ekologi dan Partai Hijau menjadi gerakan yang melihat akar dari dislokasi ekologis dalam dislokasi sosial — khususnya, dalam dominasi manusia oleh manusia yang telah menghasilkan gagasan mendominasi alam?

Alternatif-alternatif yang sangat bertentangan ini sangatlah nyata.

Perbedaan

Terdapat pertikaian besar dalam ekologi dan gerakan Hijau, saat ini. Ini adalah pertentangan antara aliran ekologi sosial dan “deep ecology”.

Socio Ecology, adalah sekumpulan gagasan yang meminta kita untuk berurusan dengan manusia terutama sebagai makhluk sosial yang sangat berbeda dalam hal status mereka sebagai miskin dan kaya, perempuan dan laki-laki, kulit hitam dan putih, dan, tertindas dan penindas.

Sementara, Deep Ecology, melihat manusia sebagai “spesies” belaka — sebagai mamalia dan, bagi sebagian orang seperti para pemimpin “Earth First!”, sebagai makhluk “kejam” — yang hampir sepenuhnya tunduk pada “kekuatan alam”, dan pada dasarnya dapat dipertukarkan dengan lemming, beruang grizzly, atau, dalam hal ini, dengan serangga, bakteri, dan virus.

Pandangan sosial tentang kemanusiaan, yaitu ekologi sosial, terutama berfokus pada kemunculan hierarki secara historis dan kebutuhan untuk menghilangkan hubungan hierarkis. Pandangan ini menekankan tuntutan yang adil dari kaum tertindas dalam masyarakat yang mengeksploitasi manusia secara sembrono, dan menyerukan kebebasan mereka.

Pandangan ini mengeksplorasi kemungkinan teknologi baru dan kepekaan baru, termasuk bentuk-bentuk nalar yang lebih organik, yang akan menyelaraskan hubungan kita dengan alam, alih-alih menentang masyarakat dunia dengan alam.

Pandangan ini menuntut perubahan kelembagaan yang menyeluruh yang akan menghapuskan masyarakat pasar yang kompetitif “tumbuh atau mati” — terus terang, yang disebut kapitalisme, bukan kata-kata yang aman secara politik dan netral secara sosial seperti: masyarakat “industri” dan “teknologi”.

Atau “pasca-industri” — dan menggantinya dengan masyarakat yang berorientasi ekologis berdasarkan komunitas yang bebas, terkonfederasi, dan berskala manusiawi dimana orang akan memiliki kendali langsung dan bertatap muka atas kehidupan pribadi dan sosial mereka.

Sebaliknya, “deep ecology” pada dasarnya mengabaikan perbedaan sosial yang mendalam yang memisahkan manusia dari manusia dan “menzoologikan” orang miskin dan kaya, perempuan dan laki-laki, kulit hitam dan putih, dan yang tertindas dan penindas menjadi gumpalan biologis yang disebut “kemanusiaan”.

Ilustrasi gerakan lingkungan. (credits: pexels)

Seperti yang disuarakan oleh Bill Devall dan George Sessions dalam kitab suci mereka, Deep Ecology, pergeseran dari pandangan yang pada dasarnya sosial menjadi pandangan yang berdasarkan spiritual, untuk menghindari pandangan sosial dan kemudian terjun bebas ke dalam Buddhisme, Taoisme, “tradisi Kristen”, “pertanyaan tentang teknologi”, “politik hijau” — dan, yang sangat penting, Malthusianisme.

Kekuatan ekonomi krusial yang membagi sebagian besar umat manusia menjadi: yang dieksploitasi dan yang mengeksploitasi, dan digantikan oleh “pandangan dunia” yang saling bertentangan.

“Perkembangan ekonomi pasar” dan “dampak kebangkitan kapitalisme” tidak terlalu diperhatikan. Keduanya hanya disebutkan sesekali, hanya sepintas, sebagai isu yang menarik “sejumlah sejarawan dan ilmuwan sosial untuk menjelaskan asal-usul dan perkembangan pandangan dunia yang dominan.”

“Tujuan kami di sini bukanlah untuk meninjau secara ekstensif asal-usul dan perkembangan pandangan dunia yang dominan,” demikian ditulis oleh Devall dan Sessions, penulis Deep Ecology, dalam apa yang dapat dianggap sebagai salah satu pernyataan utama yang meremehkan dari buku ini.

“Tetapi untuk mengeksplorasi secara umum pengaruhnya terhadap masyarakat saat ini dan terhadap pendekatan kita terhadap realitas tertinggi terhadap pengetahuan, terhadap keberadaan, terhadap kosmos dan terhadap organisasi sosial,” lanjutnya lagi.

Ternyata, pembaca yang penuh harap mendapat penghormatan besar kepada Thomas Malthus atas analisis masalah sosial terkini dampak “masyarakat teknologi” sebagai sumber keterasingan pribadi, “intuisi dasar dan pengalaman diri kita dan alam” sebagai “fondasi ekologi mendalam”, dan “realisasi ‘diri-dalam-Diri’, di mana ‘Diri’ berarti keutuhan organic” sebagai gabungan dari metafisika dan epistemologi.

Gagasan bahwa, “Semua hal di biosfer memiliki hak yang sama untuk hidup dan berkembang serta mencapai bentuk individual mereka sendiri dalam Realisasi Diri yang lebih besar” adalah isu cemerlang yang menghasilkan diskusi serius di New Scientist tentang hak “virus yang terancam punah” seperti virus cacar untuk tetap ada dan berkembang.

Semua ini disajikan dalam bentuk metaforis yang membangkitkan rasa mual pada setiap pembaca yang memggunakan akalnya dengan benar. Beberapa isu sosial yang menjadi awal Deep Ecology telah memudar dan berubah menjadi pujian terhadap alam liar, kritik terhadap konservasi sumber daya alam, dan penemuan kembali yang secara brilian menyimpulkan bahwa pertanian organik itu baik dan kehidupan kota itu buruk.

Selain sejumlah basa-basi, yang kita butuhkan selain berkomunikasi dengan alam dan melarutkan “diri” kita yang membebani menjadi keutuhan organik kosmik, Devall dan Sessions menekankan, adalah mengubah “lawan kita menjadi orang percaya”. Singkatnya, kita membutuhkan sentuhan pribadi: festival kehangatan, ritual, dan sedikit spritual yang mencoba untuk dianggap sebagai politik.

Bahwa ekonomi pasar yang berdasarkan hukum saling memangsa sebagai hukum kelangsungan hidup dan “kemajuan” telah merasuki setiap aspek masyarakat, sama sekali tidak penting dalam kolase sastra yang penuh basa-basi dan kesalehan ini. Di saat “diri” dengan cepat dibubarkan oleh media massa, kita didesak untuk melanjutkan proses ini dengan melenyapkan semua batasan yang mendefinisikan kita — ini, atas nama “Diri” kosmik yang tampaknya lebih Supranatural daripada alami.

Ilustrasi gerakan lingkungan. (credits: pexels)

Logika Gerakan

Deep Ecology karya Devall dan Sessions serta “gerakan” yang telah mereka bantu luncurkan di bawah ikon pimpinan Arne Naess, menyediakan apa yang sebenarnya dibutuhkan untuk membuai kita agar menerima “ekologi cepat saji.”

 “Earth First!” berarti persis seperti yang dikatakannya dan apa yang tersirat dalam “deep ecology” – “bumi” lebih utama daripada manusia, sesungguhnya, manusia tidak penting, bahkan mungkin berbahaya, dan tentu saja dapat diabaikan. “Hukum alam” cenderung menggantikan faktor sosial.

Sepengetahuan saya, tidak seorang pun di antara seluruh kelompok itu yang peduli untuk mencatat bahwa jika populasi dunia berkurang hingga 500 juta atau bahkan 5 juta, maka sistem ekonomi yang didasarkan pada persaingan dan akumulasi dimana kegagalan untuk “tumbuh” adalah hukuman mati ekonomi pasar tentu akan melahap biosfer, terlepas dari apa yang dibutuhkan orang, jumlah yang mereka capai, atau niat yang memotivasi mereka.

Kapitalisme Amerika memusnahkan sekitar 40 juta bison, menghancurkan hutan yang luas, dan mengeringkan jutaan hektar tanah sebelum populasinya melampaui 100 juta.

Jika ekonomi pasar yang pada dasarnya “tumbuh atau mati” tidak dapat memproduksi mobil, maka ia akan memproduksi tank. Dan seterusnya.

“Deep Ecology”, yang tunduk pada Malthus, sama sekali tidak menyadari prinsip-prinsip ekonomi klasik ini. Fokusnya hampir sepenuhnya bersifat zoologi dan gambarannya tentang manusia, bahkan masyarakat, berakar sangat dalam pada “kekuatan alam” daripada kecenderungan sosial.

Secara khas, ia berbicara tentang “masyarakat teknologi” atau “masyarakat industry” alih-alih menggunakan istilah kapitalisme. Sebuah permainan kata-kata yang dengan cerdik menyembunyikan hubungan sosial yang memainkan peran penting dalam teknologi dan industri yang dikembangkan masyarakat dan penggunaan yang mereka lakukan.

Teknologi itu sendiri tidak menimbulkan dislokasi antara masyarakat anti-ekologis dan alam, meskipun pasti ada teknologi yang, dengan sendirinya, berbahaya bagi ekosistem. Sebab, yang dilakukan teknologi pada dasarnya adalah memperbesar masalah sosial.

Berbicara tentang “masyarakat teknologis” atau “masyarakat industri”, seperti yang terus-menerus dilakukan oleh Devall, Sessions, dan “Earth First!” sama saja dengan melemparkan debu kosmik ke atas hukum ekonomi yang memandu ekspansi modal yang dikembangkan Marx dengan sangat cemerlang dalam tulisan-tulisannya tentang ekonomi dan mengganti faktor-faktor ekonomi dengan metafora zoologi.

Jika “lubang” terbesar dalam gerakan Hijau adalah perlunya “anutan yang berkelanjutan”, maka kita telah menciptakan donat, dan bukan gerakan.*

*Murray Bookchin (14 Januari 1921 – 30 Juli 2006), ahli teori sosial Amerika, penulis, orator, sejarawan, dan filsuf politik.

avatar

Redaksi