Figurin Idaman

Resonansi

December 29, 2025

Jon Afrizal

Action figure Superman dan Lois Lane. (credits: Sideshow)

SELALU ada sisi kakak-kanak dalam setiap laki-laki. Sisi yang kadang berwujud sikap, yang merepresentasikan bahwa masa kanak-kanak tidak dapat hilang begitu saja.

Laki-laki, adalah juga kolektor. Ia akan secara rutin mengumpulkan benda-benda yang satu jenis atau “satu cerita” di dalam hidupnya.

Aku adalah laki-laki, dan kebetulan atau bukan, keduanya ada pada diriku.

Ketika aku kanak-kanak, figurin adalah sesuatu yang “wah” dan sulit dicari. Yang kami dapat kala itu, hanyalah robot tiruan yang buatannya kasar, yang dijual pedagang kaki lima di depan sekolah kami. Maklum, uang jajan anak sekolah tidak bakal cukup untuk membeli robot import.

Aku, sama seperti banyak anak pada masaku, mengidolakan Superman. Sosok superhero dari Planet Krypton yang adalah jurnalis, dan bertujuan untuk menyelamatkan dunia dari musuh bebuyutannya; Lex Luthor.

Clark Kent, punya pacar, Louis Lane yang adalah editornya di surat kabar Daily Planet.

Entah benar Superman ingin menyelamatkan dunia dan seluruh isinya, belum dapat ku pastikan. Toh sewaktu kompor minyak tanah milik tetangga kami meleduk, Superman tidak hadir menyelamatkan tetangga kami itu.

Tapi, yang aku tahu, setiap apapun hal buruk yang terjadi dengan Lois Lane, Superman akan selalu menyelamatkannya. Mungkin saja, mereka sudah berjodoh.

Perspektif, meragukan banyak hal, dan ilmu pengetahuan akan tumbuh seiring usia seseorang.

Meskipun, tidak dapat dinafikan, setiap kenangan di masa kecil, terutama yang tidak dapat diraih, akan berusaha diwujudkan ketika dewasa. Dapat atau tidak dapat, bukanlah soal. Yang penting: usaha.

Beberapa orang dari teman-teman kami, juga terjebak dalam tubuh pria dewasa. Secara hormon, tentu saja kami wajar. Setiap orang adalah pekerja, memiliki kekasih, atau bahkan telah menikah dan memiliki anak.

Tetapi, sejak kemunculan action figure, atau figurin para superhero sejak akhir tahun’90-an lalu, kenangan masa kecil seperti tidak ingin pergi jauh. Adalah hal yang sangat mengasikan jika berburu figurin. Memesannya secara online dan membandingkannya dengan yang lain.

Action figure Superman dan Lois Lane. (credits: Sideshow)

Serta, setelah dapat, lalu memajangnya di rak dinding, memandanginya hingga puas, dan membersihkannya dengan tissue basah ketika mulai kotor berdebu.

Sama seperti para kolektor lainnya, yang terlihat, ehm, sedikit aneh.

Dari sekian banyak figurinku, mulai dari Flash hingga Thor, Spiderman sampai Joker. Hanya satu yang belum aku punya, yakni; Superman.

Berkali-kali aku kalah dalam perburuan. Sesekali tertipu pedagang online, adalah hal lumrah. Karena, toh, seperti dalam film cartoon, tidak semua karakter adalah baik. Apalagi manusia.

Sewaktu itu, jamannya pandemic. Semua orang sibuk dengan virus dan takut keluar rumah.

Tapi, aku malah berkeliling ke pertokoan-pertokoan di pusat kota.

Pada saat yang hampir bersamaan, film Superman terbaru telah dirilis, Superman: Son Of Kal-El. Tetapi tokohnya tidak lagi Clark Kent. Meskipun masih seorang reporter, Superman kali ini adalah anak dari Clark Kent dan Lois Lane.

Rupa-rupanya, si penulis ingin sesuatu yang lebih moderat dan modern. Yang, katanya, sesuai dengan jamannya. Maka, Superman kali ini adalah seorang gay.

Sebenarnya, aku juga bahkan telah melupakan niatku untuk berburu figurin Superman. Karena terlalu melelahkan.

Siang itu, kakiku akhirnya sampai juga ke sebuah toko yang menjual figurin. Aku beberapa kali sempat membeli figurin di sana.

Si pemilik toko juga adalah kolektor. Meskipun lebih ke action figure anime Jepang. Dan, kami, tentu saja saling kenal, dan saling mengetahui apa yang akan kami cari.

Action figure Superman dan Flash. (credits: DC Comics)

Di rak toko, deretan kedua agak ke pojok kiri, aku melihat figurin dengan kostum merah dan biru. Mata figurin itu, seperti hidup dan seolah tajam menusuk mataku. Superman.

Figurin itu diturunkan, dan si pemilik toko melepasnya dengan harga yang wajar.

Hatiku seperti campur aduk. Figurin itu ku bawa pulang, lengkap dengan kemasannya.

“Apakah kamu gay?” Aku seolah bertanya pada figurin yang belum juga keluar dari kemasannya untuk dipajang, setelah tiba di rumah.

Aku seperti kehilangan masa lalu. Direbut oleh moderasi dan cara pandang modern.

Bagiku, Superman adalah tetap seperti di masa kanak-kanakku. Sosok yang dapat terbang melintasi planet, memiliki kekasih yang harus selalu ia lindungi, dan akhirnya menikahinya.

Dan, entah angin puting beliung apa yang datang padaku saat ini. Justru aku mendapatkan figurin ini ketika skenario filmnya telah berubah jauh dan tidak seperti dulu lagi.

Meskipun, di kemasan, terdapat keterangan bahwa ini adalah Superman era Clark Kent, tapi, figurin itu tetap berada dalam kemasan, bahkan hingga hari ini.

Entahlah, mungkin tidak akan pernah ku pajang. Sebab, aku tidak ingin menghianati mimpi kanak-kanakku, yang terjebak dalam tubuh seorang pria dewasa dengan hormon testoron yang normal.*

avatar

Redaksi