Waspada, Kota Jambi Endemis DBD

Lifestyle

October 8, 2024

Abi Qurairah/Kota Jambi

Nyamuk Aedes Aegypti sebagai agen penular DBD. (credits: ecdc)

KENDATI belum ditemukan adanya kematian, tetapi angka penularan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Jambi pada tahun 2024 lebih tinggi jika dibandingkan tahun 2023 lqalu. Ini terjadi karena Kota Jambi adalah endemis DBD.

Data Dinas Kesehatan Kota Jambi menyebutkan, terhitung hingga pertengahan tahun 2024 terdapat 424 kasus DBD. Jumlah ini lebih tinggi dari jumlah kasus di sepanjang tahun 2023 lalu, yakni 312 kasus.

“Jumlah kasus meningkat, meskipun angka kematian nol kasus,” kata Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Jambi, Rini Kartika, mengutip RRI, Jumat (13/9).

Sementara, data Dinas Kesehatan Provinsi Jambi menyebutkan kasus DBD secara signifikan selalu terjadi di Provinsi Jambi. Terhitung sejak 2019 (2.229 kasus), pada tahun 2020 (2.049 kasus), dan tahun 2021 (309 kasus).

Rini mengatakan Kota Jambi adalah wilayah endemis DBD. Sebab setiap saat selalu ada kasus DBD, karena adanya nyamuk Aedes (Stegomyia) Aegypti sebagai agen penular DBD.

“Wilayah terbanyak adalah di Kecamatan Alam Barajo dan Kota Baru,” katanya.

Virus penyakit DBD yang dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti ini umumnya terjadi di daerah tropis dan subtropis. Ketika nyamuk tersebut menggigit manusia, virus masuk ke dalam tubuh manusia.

Nyamuk ini aktif terutama pada pagi hingga sore hari. Meskipun kadang-kadang juga menggigit pada malam hari.

Aedes Aegypti  lebih sering ditemukan di dalam rumah yang gelap dan sejuk, jika dibandingkan di luar rumah yang panas.

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah masalah kesehatan masyarakat yang signifikan di Asia. Selain di Indonesia, juga di Jepang dan Singapura. Dengan perkiraan 96 juta dari 390 juta orang tertular virus dengue setiap tahun, yang mungkin mengalami gejala klinis.

Nyamuk yang di kalangan medis dikenal dengan sebutan Yellow Fever Mosquito ini umumnya berukuran kecil. Nyamuk ini memiliki tubuh yang berwarna hitam pekat, memiliki dua garis vertikal putih di punggung dan garis-garis putih horizontal pada kaki.

Menurut Rini, kasus dan kejadian DBD ini terjadi karena masih ada masyarakat yang belum sepenuhnya menerapkan perilaku hidup sehat dan bersih (PHBS).

PHBS, mengutip ayosehat, adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan karena kesadaran pribadi. Sehingga keluarga dan seluruh anggotanya mampu menolong diri sendiri pada bidang kesehatan serta memiliki peran aktif dalam aktivitas masyarakat. 

PHBS adalah sebuah rekayasa sosial yang bertujuan menjadikan sebanyak mungkin anggota masyarakat sebagai agen perubahan agar mampu meningkatkan kualitas perilaku sehari–hari dengan tujuan hidup bersih dan sehat. PHBS dapat dilakukan di lingkungan rumah tangga, sekolah, tempat kerja, sarana kesehatan, dan tempat umum.

Adapun manfaat PHBS secara umum adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mau menjalankan hidup bersih dan sehat.

Sehingga, Rini melanjutkan, masyarakat sudah semestinya menerapkan PHBS. Selain juga memberantas sarang nyamuk sebagai agen penular DBD.

Seperti menguras bak mandi, mengubur sampah dan membersihkan genangan air di dekat rumah yang menjadi timbulnya jentik nyamuk, termasuk berolahraga rutin dan mengkonsumsi makanan sehat beragam dan berimbang.

World Health Organization (WHO) menyatakan terdapat 428.287 kasus demam berdarah wilayah Asia Tenggara pada tahun 2015. Pada tahun yang sama, terjadi sejumlah wabah di seluruh dunia, namun mayoritas terjadi di Asia Tenggara.

Kasus DBD meningkat tiga kali lipat secara internasional selama 50 tahun terakhir. Insiden demam berdarah dilaporkan terjadi di lebih dari 100 negara di seluruh dunia setiap tahunnya, dengan perkiraan 390 juta kasus.

Sekitar 40 persen dari populasi dunia terancam terkena DBD berat. Penyakit ini menyerang sekitar 500.000 orang setiap tahunnya.

Orang yang terinfeksi virus ini untuk kedua kalinya memiliki risiko yang jauh lebih besar terserang penyakit parah.

Gejala-gejalanya adalah demam, ruam, serta nyeri otot dan sendi. Pada kasus yang parah terjadi pendarahan hebat dan shock, yang dapat membahayakan nyawa.

Penanganan dapat dilakukan dengan memberikan cairan dan pereda nyeri. Dalam beberapa kasus yang parah, pasien harus dirawat inap.*

avatar

Redaksi