Tanjung Mandiri Jajaki MoU Dengan Hutan Harapan

Lingkungan & Krisis Iklim

July 27, 2023

Jon Afrizal/Bungku

Suasana di Dusun Tanjung Mandiri, Desa Bungku. (photo credits : Jon Afrizal/amira.co.id)

SETELAH kurang lebih 10 tahun terkatung-katung dalam ketidakpastiaan administrasi, sebanyak 56 orang yang tergabung di dalam gabungan kelompok tani (Gapoktan) Pematang Talang Dusun Tanjung Mandiri Desa Bungku Kecamatan Bajubang Kabupaten Batanghari menandatangi pra MoU dengan pengelola Hutan Harapan, PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI). Penandatanganan dilakukan di camp Hutan Harapan, pada Selasa (25/7).

“Kami pikir cara untuk mendapatkan pengesahan Perhutanan Sosial (PS) itu sulit. Ternyata, setelah tiga bulan melakukan komunikasi dengan PT REKI, kami dibantu mendapatkannya,” kata ketua Gapoktan Pematang Talang, Arifin.

Pihaknya, katanya, menyadari bahwa mereka selama ini telah tertipu. Sebab ada beberapa pihak yang memanfaatkan status mereka yang bertempat tinggal di kawasan hutan itu untuk kepentingan pribadi.

“Seseorang pernah meminta uang sebesar Rp 24 juta kepada kelompok tani untuk mengurus perizinan PS. Kenyataannya, hingga kini izin tidak kami dapatkan juga,” katanya.

Kondisi ini, membuat mereka berpikir untuk menempuh jalur hukum, agar uang mereka kembali.

Gapoktan Pematang Talang adalah satu dari lima gapoktan yang ada di Dusun Tanjung Mandiri. Kelompok mereka berharap, agar kelompok yang lain juga ikut dalam perjanjian kerjasama membangun PS ini.

Sebab, Dusun Tanjung Mandiri adalah bagian dari Kabupaten Batanghari. Namun, karena secara demografi dekat ke Sungai Bahar, maka banyak warga yang ber-KTP Sungai Bahar.

Meskipun, senyatanya, dusun ini adalah kawasan hutan, yakni Hutan Harapan, yang telah ditetapkan pemerintah sebagai areal restorasi ekosistem pada 2004 lalu.

Sebut saja, keterlanjuran. Karena pendatang dari berbagai wilayah mematok lahan untuk kebun masing-masing, dan beberapa yang lainnya memperjualbelikannya.

Dan telah pula diterbitkan sporadik, yang cukup aneh, karena ini adalah kawasan hutan. Lalu, bagaimana cara mereka membayar pajaknya?

Akibat dari kekacauan administrasi ini, warga tidak dapat menikmati listrik. Pun telah terdapat dua unit sekolah, tetapi, juga kebingungan harus ke Muarojambi atau Batanghari.

Miris memikirkan mereka yang hidup tanpa administrasi ini. Warga yang hidupnya selalu menerima kabar burung yang dihembuskan oleh pihak-pihak yang hanya mencari keuntungan dari mereka.

Warga menanam sawit. Dan sawit-sawit mereka pun telah mulai dipanen.

Tetapi, ada ketakutan mereka jika pada suatu saat kebun sawit akan digusur. Karena, mereka mengetahui, bahwa kebun mereka bukanlah diperuntukkan untuk bertanam sawit.

“Kita akan jajaki ke depan. Jika pra MoU ini berhasil, maka, tidak perlu menunggu begitu lama, MoU akan ditandatangani,” kata Direktur Operasional PT Reki, Adam Aziz.

Beberapa poin dari pra MoU ini adalah tidak melakukan illegal logging, tidak melakukan illegal drilling dan tidak memperluas lahan kebun sawit.

Gapoktan ini adalah adalah gapoktan ke-14 yang sudah bermitra denga PT Reki, di landcsape Jambi – Sumsel. Hutan Harapan sendiri memiliki luasan sekitar 1 juta hektare.

Tujuan dari Hutan Harapan, adalah melakukan restorasi terhadap eks areal logging ini. Dengan memperbaiki ekosistem di kawasan hutan hujan ini, maka lingkungan di sekitar hutan pun akan semakin baik.

Terlebih, kawasan ini juga memperbaiki kualitas dan kuantitas flora dan fauna endemik seperti harimau Sumatera dan gajah.

Semakin banyak masyarakat dan lahan keterlanjuran yang menjalin kemitraan, maka kualitas hutan pun akan semakin baik. Baik juga bagi sekitar 1.000 jiwa indigenous people Batin Sembilan yang menggantungkan pencarian di hutan.

Tentu baik juga bagi kualitas air, yang digunakan banyak warga sekitar.*

avatar

Redaksi