Sorgum, Komoditas Ke-4

Lingkungan & Krisis Iklim

October 5, 2024

Muhammad Al Fikri/Kota Jambi

Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench). (credits: shutterstock)

MASYARAKAT di Asia Selatan dan Afrika sub-sahara telah akrab dengan Sorgum (garai). Seral ini adalah makanan pokok mereka.

Pada saat ini, pemerintah Indonesia tengah berupaya mencari pangan alternatif pengganti nasi. Yang juga bertujuan untuk mewujudkan diversifikasi pangan.

Sehingga, sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) dapat dimanfaatkan sebagai pengganti beras. Sebab sorgum memiliki kandungan gizi yang tinggi, terutama karbohidrat.

Sorgum, mengutip sehatnegeriku, memiliki kandungan protein, serat, kalsium, fosfor, dan zat besi yang lebih tinggi daripada beras. Serta kandungan lemak dan gula yang lebih rendah.

Sorgum mengandung; zat besi, kalsium serta vitamin B1 dan B3. Dalam 100 gram sorgum terdapat kandungan 332 kalori, 11 gram protein, 3,3 gram lemak, 73 gram karbohidrat, 28 miligram kalsium, 1,1 milligram zat besi, dan 287 miligram fosfor.

Sorgum juga mengandung senyawa polifenol. Seperti antosianin dan tanin, serta serat yang tinggi.

Dari seluruh jenis sorgum, sorgum hitam memiliki kandungan antosianin tertinggi dengan apigeninidin dan luteolinidin mencapai 36 persen hingga 50 persen.

Antosianin pada sorgum memiliki efek antioksidan atau imunomodulator yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Kandungan peptida protein yang tinggi pada sorgum juga menjadikan sorgum sebagai antivirus.

Silamlak Birhanu, peneliti dari Departemen Biologi di Woldia University, Ethiopia, menguraikan sejumlah manfaat potensial sorgum itu dalam artikelnya di International Journal of Food Engineering and Technology pada 2021. Terutama bagi kesehatan.

Yakni; aktivitas antioksidan, mencegah kanker, mencegah diabetes, mencegah penyakit kardioveskular, dan bermanfaat bagi kesehatan usus.

Sorgum adalah tanaman pangan lahan kering yang potensial dikembangkan di Indonesia.

Pusat Perpustakaan dan Literasi Pertanian Kementan RI menyebutkan bahwa tanaman sorgum memiliki adaptasi yang baik terhadap lingkungan kering dan lahan marginal.

Budidaya sorgum di Indonesia tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Sorgum adalah tanaman sejenis rumput-rumputan yang merupakan satu dari lima serealia teratas dalam produksi dunia setelah gandum, jagung, beras, dan kedelai.

Tinggi pohonnya menjulang dengan buah kecil yang terkumpul di ujung batangnya dan ditanam di ladang. Biji tumbuhan sorgum berbentuk bulat, kecil, dan berwarna agak kecokelatan.

Biji sorgum berbentuk bulat, ukuran kecil, dan warna agak kecoklatan. Tanaman ini dapat digunakan sebagai pengganti gandum.

Tanaman ini pun memiliki toleransi yang tinggi terhadap kekeringan, dan cocok untuk pertumbuhan di daerah tropis. 

Selain untuk konsumsi, tanaman ini dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak, dan sumber energi alternatif bioetanol.  

Tanaman sorgum dapat beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan. Tanaman ini dapat tumbuh baik dalam kondisi banjir maupun kekeringan. Sehingga sangat cocok untuk ditanam di daerah dengan kondisi tanah yang tidak stabil.

Kekuatan tanaman untuk bertahan, membuat dapat ditanam di daerah dengan iklim ekstrem. Sehingga memungkinkan petani untuk tetap mendapatkan hasil panen yang baik meskipun menghadapi kondisi cuaca yang tidak stabil.

Selain itu, tanaman ini dapat ditanam secara berulang-ulang (ratun) dalam satu musim tanam. Kemampuan ini memungkinkan petani untuk memperoleh hasil panen yang lebih banyak dalam waktu yang relatif singkat

Tanaman ini juga mampu memanfaatkan sumber daya yang ada dengan efisien. Sehingga dapat memberikan hasil yang baik meskipun ditanam di lahan yang tidak optimal.

Viddy Adhari Rahman dari Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Jambi (UNJA) dalam penelitian bertajuk Respons Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sorgum Terhadap Pupuk Kandang Sapi menyebutkan ultisol merupakan tanah yang memiliki masalah kemasaman (pH rendah), kandugan bahan organik yang rendah dengan kandungan dan ketersedian unsur yang rendah. 

Satu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut adalah pemberian pupuk kandang sapi. Setelah dilakuakn penelitian selama empat bulan, diketahui bahwa pemberian pupuk kandang sapi tidak melihat berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga dan panjang malai.

Namun demikian berpengaruh terhadap komponen hasil dan hasil dengan hasil tertinggi tertinggi didapatkan pada dosis pemberian 20 ton per hektare.

Beberapa waktu lalu, Fakultas Peternakan UNJA telah mensosialisasikan penerapan teknologi Plant growth promotion fungi (PGPF) sebagai pupuk hayati dan biopestisida untuk mengembangkan tanaman sorgum di Desa Kota Baru Kecamatan Geragai, Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Sosialisasi ini bertujuan untuk wawasan para petani dan masyarakat terkait PGPF dan tanaman sorgum. Tujuannya utamanya, adalah untuk merealisasikan program pemerintah dalam mewujudkan sorgum sebagai komoditi ke-4, setelah padi, jagung dan kedelai.*

avatar

Redaksi