Presiden Muda “Anti Barat” Dari Afrika

Inovasi

September 15, 2025

Junus Nuh

Ibrahim Traore bersama Vladimir Putin. (credits: X)

“Berhentilah berperilaku seperti boneka, yang menari-nari setiap kali kaum imperialis menarik talinya”. Ibrahim Traore

JIKA ada sensus tentang orang Afrika yang paling dikenal di dunia Barat, tentu saja pilihannya jatuh pada Kapten Ibrahim Traore. Ia adalah pemimpin junta militer Burkina Faso.

Ia masih muda, usianya kini, 37 tahun. Ia memiliki karisma seorang pemimpin pan-Afrikais.

Dan bertujuan untuk membebaskan negaranya dari apa yang ia anggap sebagai: cengkeraman imperialisme Barat dan neo-kolonialisme.

Burkina Faso adalah sebuah negara di Afrika Barat dengan ibukota Ouagadougou.

Sebelumnya, saat masih menjadi koloni Prancis, negara ini dikenal dengan nama: “Republik Volta Hulu”. Namun, pada tanggal 4 Agustus 1984, Presiden Thomas Sankara menggantinya, dengan identitas nasional.

Sejak saat itu, nama negar ini adalah “Burkina Faso”. Yang dalam bahasa lokal penduduk Burkinabe berarti “Tanah Orang Jujur”.

Burkina Faso, mengutip World Bank, memiliki mata uang West African CFA franc (F.CFA). Yakni mata uang yang digunakan oleh delapan negara merdeka di Afrika Barat yang membentuk West African Economic and Monetary Union (UEMOA).

Delapan negar itu adalah; Benin, Burkina Faso, Cote d’Ivoire, Guinea-Bissau, Mali, Niger, Senegal dan Togo. Kedelapan negara ini memiliki populasi gabungan sebanyak 105,7 juta jiwa pada tahun 2014, dengan PDB gabungan sebesar USD 128,6 miliar pada tahun 2018.

Burkina Faso memiliki luas 274.000 kilometer persegi, dengan populasi 23,55 juta jiwa pada tahun 2024.

Adapun PDB per kapita sebesar USD 987,32 pada tahun 2024. Dengan perekonomian yang bergantung pada pertanian dan pertambangan. Terutama pertambangan emas.

Peta Burkina Faso. (credits: Google Maps)

Namun, Burkina Faso adalah negara yang labil secara politik. Hampir setiap tahun terjadi kudeta di negara ini.

Ibrahim Traore adalah sosok yang diharapkan oleh orang-orang Afrika. Sebagai penerus dari Thomas Sankara, yang diharap dapat memakmurkan Afrika dari kungkungan kolonialisme dan neo imprealisme Barat.

Pada September 2022, Ibrahim Traore memimpin kudeta terhadap Presiden Sementara Paul-Henri Sandaogo Damiba dan berhasil menggulingkannya. Di usia 34 tahun, Ibrahim Traore menjadi kepala negara termuda di negara itu, melampaui Thomas Sankara dan Blaise Compaore, dan juga menjadi kepala negara termuda di dunia.

Sejak saat itu, ia telah berani mengambil kebijakan-kebijakan “revolusi” yang “bikin puyeng” dunia Barat.

Seperti; memutus hubungan diplomatik dengan Prancis, sebagai mantan penjajah. Lalu, membentuk aliansi strategis dengan Rusia, termasuk dengan mengahdirkan pasukan paramiliter Wagner.

Kemudian, mengambilalih tambang-tambang emas milik asing, dan mewajibkan transfer saham sebesar 15 persen ke negara. Serta, membangun perusahaan milik negara di sektor pertambangan emas.

Juga, menuntut redistribusi teknologi dan keahlian dari perusahaan asing kepada rakyat Burkina Faso.

Dan, pesan-pesannya telah bergema di seluruh Afrika.

“Karisma Ibrahim Traore sangat besar. Pesan-pesannya mencerminkan zaman yang kita jalani saat ini, ketika banyak orang Afrika mempertanyakan hubungan dengan Barat, dan mengapa masih terdapat begitu banyak kemiskinan di benua yang kaya sumber daya alam ini,” kata Beverly Ochieng, peneliti senior di firma konsultan global Control Risks, mengutip BBC.

Meskipun, Presiden Prancis Emmanuel Macron tidak menyukainya. Pada pidatonya tahun 2023, Emmanuel Macron juga menuding Rusia dan China yang telah memprovokasi kudeta di bekas koloni Prancis di Afrika, dan telah mengobarkan “argument-argumen lama” tentang kedaulatan dan eksploitasi kolonial.

“Ibrahim Traore dapat dikatakan adalah presiden paling populer, jika bukan favorit, di Afrika,” kata Enoch Randy Aikins, seorang peneliti di Institut Studi Keamanan Afrika Selatan.

Terlepas dari kegagalannya untuk menyekesaikan konflik 10 tahun pemberontakan Islam yang telah memicu perpecahan etnis dan kini menyebar ke negara-negara tetangga yang dulunya damai, Ibrahim Traore adalah idola baru di benua Afrika.

“Demokrasi, meskipun tetap menjadi pilihan, namun nilainya telah bergeser di Afrika, pada saat ini,” kata Analis keamanan Ghana, Prof Kwesi Aning.

Sehingga, sosok Ibrahim Traore, dengan seragam militer dan pistol di pinggang, adalah cara pandang baru.

Sebagai gambaran yang sangat jauh berbeda dengan 21 pemimpin lainnnya di benua Afrika. Pemimpin-pemimpin yang berjuang keras untuk tetap mempertahankan kekuasaan dengan dugaan mencurangi hasil pemilu.*

avatar

Redaksi