Berburu Harta Ke Timbuktu
Ekonomi & Bisnis
April 2, 2025
Nkomo A Gogo

Bangunan bersejarah di Timbuktu. (credits: Unesco)
“Penduduknya sangat kaya, terutama orang asing yang telah menetap di negara itu. Namun, persediaan garam sangat sedikit karena dibawa ke sini dari Tegaza, sekitar 800 km dari Timbuktu. Saya kebetulan berada di kota ini pada saat seonggok garam dijual seharga delapan puluh dukat. Raja memiliki harta karun berupa koin dan emas batangan. Raja Tombuto yang kaya memiliki banyak piring dan tongkat kerajaan dari emas, beberapa di antaranya beratnya 1300 pon. Ia selalu memiliki 3000 prajurit berkuda (dan) banyak dokter, hakim, pendeta, dan orang terpelajar lainnya, yang dibiayai dengan murah hati oleh raja.” Leo Africanus, Descrittione dell’ Africa
PAMAN Gober, seorang tokoh dalam komik Donald Bebek, kerap megajak Donald Bebek, dan tiga keponakannya untuk berburu harta berbentuk emas dan permata ke Timbuktu. Pun, Ketika mereka menghadapi masalah di Kota Bebek, Gua Tengkorak di Timbuktu adalah tempat persembunyian mereka.
Paman Gober, yang dalam versi bahasa Inggris dikenal dengan nama Scrooge McDuck, adalah sosok bebek antropomorfik asal Glasgow, Scotlandia. Ia adalah karakter yang diciptakan oleh Carl Barks.
Karakter ini muncul pertama kali dalam cerita Christmas on Bear Mountain dari majalah Four Color Comics nomor 178, yang dipublikasikan oleh Dell Comics pada bulan Desember 1947.
Cerita tentang Timbuktu dan harta kekayaannya di pantai barat Afrika telah lama dieksplorasi oleh bangsa Eropa. Begitu juga Leo Africanus, Ibnu Battuta dan Shabeni pun telah mendeskripsikan tentang Timbuktu.
Leo Africanus atau yang lahir dengan nama al-Hasan ibn Muhammad al-Wazzan al-Fasi, adalah diplomat dari Granada, belahan dunia Islam di Eropa. Ia menulis buku Description of Africa yang terbit pada tahun 1550.
Timbuktu, mengutip isesco, adalah nama yang berakar dari dua kata. Yakni “tin” yang berarti: tempat, dan “buktu” yang adalah nama dari seorang wanita tua Mali yang terkenal karena kejujurannya, dan yang dulu tinggal di wilayah itu.
Adalah Suku Tuareg, bagian dari etnis Berber nomaden. Kebanyakan bangsa Tuareg kini tinggal di Afrika Barat, tetapi, diketahui di dalam sejarah, mereka nomaden dan pindah di sepanjang Sahara.
Ketika mereka singgah ke kota itu, Suku Tareq terbiasa mempercayakan perbekalan dan barang-barang lain yang tidak mereka perlukan dalam perjalanan pulang ke utara kepada wanita baik ini.

Temuan manuskrip lama di Timbuktu. (credits: Unesco)
Sehingga, ketika seorang suku Tuareg, setelah kembali ke rumahnya, ditanya di mana ia meninggalkan barang-barangnya, ia akan menjawab, “Aku meninggalkannya di Tin Buktu”. Yang memiliki arti: tempat tinggal wanita bernama Buktu.
Selanjutnya, kedua kata “tin” dan “buktu” pun disatukan menjadi satu kata. Sehingga kota itu diberi nama “Tinbuktu” yang secara pelafalan kemudian menjadi “Timbuktu”, atau Tombouctou dalam bahasa Perancis.
Kota Timbuktu terletak di pusat negara Mali, yang berbatasan dengan Sahara di bagian selatan, dan sekitar 12 kilometer dari Sungai Niger yang dihubungkan oleh sebuah kanal kecil.
Kota Timbuktu, secara kesejarahan, telah berusia 900 tahun.
Pada masa kafilah Islam, yang datang dari utara, bertemu dengan para pedagang yang berlayar dengan perahu di sepanjang Sungai Niger untuk mendapatkan akses ke pasar-pasar di kota itu. Mereka memasok kaca, sutra, kuda, sereal, kulit, madu, getah, dan produk-produk Afrika lainnya.
Awalnya, Timbuktu adalah kamp yang didirikan oleh suku Tuareg pada awal tahun 1100 Masehi. Dan, wanita tua yang menjaga kamp itu, Buktu, akhirnya menjadikan nama kota itu: Timbuktu.
Kota ini tercatat dalam sejarah karena merupakan perwujudan masyarakat multi etnis yang terikat oleh satu agama. Dan para anggotanya memiliki kecenderungan yang jelas untuk berdagang.
Semua faktor ini mendukung perkembangan kota dan sinergi komunitas yang menghuninya.
Timbuktu adalah pasar yang menyaksikan pertukaran produk terus-menerus dari Maghreb dan Machreq melalui Taghaza, Arawane, Birou, dan Oualata. Serta produk yang berasal dari Selatan melalui Djenne. Akibatnya, kota ini pun menjadi tempat persilangan ras dan budaya yang mewakili kedua ujung Sahara.

Ilustrasi Suku Tuareg. (credits: Wiki Commons)
Keberadaan Timbuktu itu sendiri merupakan tantangan yang diterima manusia terhadap alam. Timbuktu adalah sebuah kota dengan ribuan penduduk yang berada di tengah bukit pasir.
Kota ini tidak memiliki sumberdaya di sekitarnya yang dapat menjamin kelangsungan hidup penduduk. Dan juga tidak memiliki pasukan yang diperlukan untuk mengawasi jalur pengadaannya, yang terus-menerus terancam.
Perkembangan perdagangan di Timbuktu disebabkan oleh banyak faktor yang kompleks.
Faktor-faktor ini, adalah; komplementaritas ekonomi negara-negara Maghreb dan Afrika Barat, pergeseran rute perdagangan lintas Sahara dari barat ke timur setelah pendudukan Ghana oleh Almoravid, masuknya Islam ke dalam masyarakat yang terbebas dari cengkeraman Tounga, dan, posisi Timbuktu di tepi Sungai Niger (Koliba).
Semua ini adalah faktor yang memungkinkan kota ini menjadi maju dan unggul dalam perdangangan, sejak dari abad ke-12 hingga abad ke15. Sebagai pusat perdagangan yang bersaing dengan Oualata.
Timbuktu, mengutip Unesco, adalah rumah bagi Universitas Al-Qur’an Sankore yang bergengsi dan madrasah-madrasah lainnya. Timbuktu adalah ibukota intelektual dan spiritual serta pusat penyebaran Islam di seluruh Afrika pada abad ke-15 dan ke-16.
Tiga masjid besar di sana, adalah; Djingareyber, Sankore, dan Sidi Yahia. Ketiganya terkait dengan zaman keemasan Timbuktu. Meskipun terus dipugar, tetapi monumen-monumen ini kini terancam oleh penggurunan.
Selain tiga masjid besar itu, sebanyak 16 makam dan tempat-tempat umum yang suci, masih menjadi saksi masa lalu yang bergengsi ini. Masjid-masjid itu adalah contoh luar biasa, dari arsitektur tanah liat dan teknik pemeliharaan tradisional, yang terus berlanjut hingga saat ini.
Unesco telah menetapkan Timbuktu sebagai World Heritage (warisan dunia) pad atahun 1988. Tujuan jangka panjang yang spesifik, beberapa diantaranya, adalah; perluasan zona penyangga untuk memastikan perlindungan properti yang terdaftar, pengembangan alun-alun bersejarah Sankore, dan, perluasan properti yang terdaftar mencakup seluruh Timbuktu Medina.
Selain itu, pengembangan konservasi terpadu dan proyek manajemen yang berkelanjutan dan harmonis untuk situs itu, pengembangan yang lebih luas dari komune perkotaan, dan, konservasi makam.*

