Perdagangan Dan Kolonialisme, Siapa Yang Diuntungkan?
Hak Asasi Manusia
August 26, 2025
Kidung Paramitha

“Gates of Return II” karya Julien Sinzogan. (credits: Wereld Museum)
MESKIPUN perdagangan rempah dan barang-barang lainnya sangat menguntungkan Belanda, tetapi Belanda juga menghadapi persaingan bisnis dengan pedagang Portugis, Cina dan India. Pada awal kedatangannya, hampir seluruh pedagang dipaksa pergi. Sebab perdagangan dikuasai oleh penguasa lokal.
Dua perusahaan perdagangan Belanda di era lampau, mengutip Wereld Museum, yakni; Dutch East India Company (VOC) dan West India Company (WIC), telah membangun jaringan internasional di belakang jaringan perdagangan yang ada. Seringkali juga mengamankan kekuasaan dan perdagangan secara paksa.
Sejak awal, diakui, adanya perlawanan lokal dalam menanggapi aktifitas Belanda.
Aspek sentral dari kolonialisme, adalah: perbudakan. Penjajah dan penjelajah Eropa memaksa penduduk asli untuk bekerja untuk mereka di Asia dan Afrika, serta di Amerika Utara dan Selatan. Mereka memperbudak orang; memperjualbelikannya dalam jumlah yang mengerikan.
Sehingga, dapat dikatakan bahwa: perbudakan menjadi dasar dari jaringan kolonial internasional.
Seperti di wilayah Indonesia. Penguasa Banten di Jawa Barat bertemu dengan Cornelis de Houtman, seorang pedagang senior dengan armada Belanda pertama yang berlabuh di Indonesia pada tahun 1596. Banten adalah pusat perdagangan lada, dan juga rempah.
Tapi, pelayaran itu harus menghadapi kecelakaan, dan banyak kru yang meninggal. Fragmen tentang kondisi pertemuan ini juga dipelajari di ruang kelas Belanda.
Pada kenyataannya, kita semua mengetahui bahwa “hubungan” dimulai dengan awal yang buruk. Ini karena pendekatan De Houtman yang tidak sopan dan tidak diplomatis.
Hampir lima tahun setelah kedatangan De Houtman ini, VOC didirikan.

Kedatangan Belanda ke Banten. (credits: Wereld Museum)
Sebagaimana yang terjadi di Afrika, lukisan “Gates of Return II” dari pelukis Julien Sinzogan, misalnya, yang memperlihatkan orang-orang Afrika yang menjadi budak digiring ke kapal. Mereka harus melewati “pintu gerbang” yang tidak akan dapat membuat mereka melihat rumah mereka lagi.
Dalam pekerjaan ini, bagaimanapun, jika mereka kembali, hanya dalam bentuk Egungun (roh leluhur). Yakni tokoh sentral menjaga batas yang memisahkan kedua dunia.
Sebelum kolonialisasi Eropa membagi Afrika pada abad ke-19, ada banyak kerajaan yang kuat di seluruh benua Afrika.
Pipa emas, misalnya, adalah hadiah dari Asantehene Kwaku II, sebagai penguasa Asante di Ghana. Pipa itu adalah hadiah dari Asantehene Kwaku II untuk Raja Willem I.
Pada tahun 1836, ia menyetujui kontrak dengan pemerintah Belanda untuk merekrut tentara Afrika sebagai tentara kolonial yang ditempatkan di Indonesia.
Sementara, kembali ke wilayah Indonesia, sebuah keris, yang diketahui sebagai keris yang tertua yang diketahui di dunia, pada tahun Jawa 1264 (1342 M). Keris ini adalah satu pusaka paling berpengaruh dari raja.
Pada abad ke-19, Paku Alam V memberikan keris ini kepada Charles Knaud, seorang dokter dan cenayang Indo-Eropa. Yakni setelah ia menyembuhkan putra mahkota dari “kiriman” sihir.*

