Magnet Danau Tapal Kuda Di Kota Jambi

Budaya & Seni

September 13, 2023

Junus Nuh

Satu sisi dari Danau Sipin. (photo credits : Zulfa Amira Zaed/amira.co.id)

KOTA Jambi dibelah sebuah sungai besar, yakni Batanghari. Batang, dalam kasanah bahasa Melayu berarti sungai.

Sungai ini meliuk berkelok dengan sepanjang hampir 800 kilometer. Pada kelokan sungai, yang awalnya adalah kecil itu, secara alami tepiannya terus tergerus arus sungai dan arus membuang sedimentasinya ke sisi bagian dalam kelokan. Hingga akhirnya terbentuk menjadi sebuah danau.

Danau jenis ini biasa disebut dengan danau tapal kuda. Yakni sebuah danau berbentuk huruf U yang terbentuk ketika sebuah kelokan lebar terpotong dari sungai utama dan menjadi satu bagian perairan tersendiri.

Ini yang terjadi dengan Solok Sipin. Solok dalam bahasa Melayu berarti danau.

Kini danau itu lebih dikeal dengan sebutan Danau Sipin. Sebuah danau mati yang membujur dari Kecamatan Telanaipura hingga Kecamatan Danau Sipin, Kota Jambi, sepanjang 4.500 meter dan lebar sekitar 300 meter.

Danau Sipin memiliki luasan sekitar 89 hektar atau 3,4 kilometer persegi. Dengan kedalaman berkisar antara 2 meter hingga 6 meter. Setelah normalisasi yang dilakukan pemerintah pada tahun 2018 lalu, kedalamannya kini lebih dari 7 meter.

Danau Sipin ibarat embung air besar bagi Kota Jambi. Dari sana pasokan air minum warga kota berasal, dan ehm, ke sana juga perginya air banjir buangan warga kota.

Danau ini adalah sumber daya ikan. Hingga hari ini, jika memancing di danau ini, jika beruntung akan mendapatkan jenis ikan-ikan lokal seperti lambak muncung, lambak pipih, lambak pasir, mentulu, ikan kaca, wajan, beterung, serpang, kebarau, aro, betutu, lamapan, udang galah, dan  lais.

Pada awal tahun 2000-an, danau ini menjadi arena keramba ikan. Ikan seperti nila dan patin ditanam di keramba-keramba milik warga.

Namun, karena air danau cenderung statis dan tidak dinamis, maka ketika curah hujan turun dengan lebat, suhu air di danau berubah drastis. Selain juga pelet makanan ikan yang mengapung membuat ikan-ikan di keramba mati massal.

Sehingga, sedikit demi sedikit, warga mulai tidak lagi bertanam ikan di keramba di danau ini.

Gantinya kini, warga di sekitar danau bersemangat untuk membuat pola perekonomian baru; yakni mendukung Danau Sipin sebagai tempat rekreasi.

Kios-kios kuliner bermunculan, penyewaan perahu, dan pedagang asongan. Dengan sarana olah raga untuk anak-anak muda, seperti wall climbing, skate park, dan running track, juga tempat latihan cabang olah raga dayung, tentunya tiak ada alasan untuk tidak berkunjung ke sana ketika sore hari datang menjelang.

Tentu saja, warga Kota Jambi cukup menikmati suasana ini. Dan warga tidak ingin terganggu dengan kebingungan sistem administrasi antara Pemerintah Provinsi Jambi dan Pemerintah Kota Jambi. Sudah biasa, sama seperti persoalan Pasar Angso Duo baru dan lama. Ups, sorry.

Tetapi, sejujurnya, hingga kini pengembangan tempat rekreasi Danau Sipin masih meraba-raba akan menuju kemana. Apakah hanya menjadi tempat kongkow-kongkow saja, atau lebih dari itu.

Menurut buku-buku teori pariwisata, sebuah wisata tercipta jika ada objek, pelaku dan pengunjung. Kini ketiganya telah ada. Tetapi, apakah kondisi ini akan bertahan lama? Sebab, pembangunan sektor pariwisata haruslah berkelanjutan.

Jika bicara hospitality, kesemrawutan yang terjadi akibat persaingan dagang di sana, tentu saja membuat pengunjung enggan untuk menggunakan running track.

Kota Jambi diisi dengan budaya dan sejarah. Tak jauh dari Danau Sipin terdapat keramat (makam) Puteri Ayu, puteri kerajaan Jambi. Ia dimakamkan kembali di sana pada akhir tahun 1970-an. Makam asalnya adalah di persimpangan Jalan Sultan Agung – Slamet Riyadi, atau tepat di bawah rindangnya pohon beringin di water leiding bedrif Djambi 1928 (Menara Air Benteng) yang dibangun di era pemerintah kolonial Belanda.

Selain itu, tak jauh dari Danau Sipin, terdapat makam para bangsawan kerajaan Djambi. Sepeti Raden Mat Tahir, yang kini telah dikukuhkan menjadi pahlawan nasional.

Masih berdekatan, terdapat gugusan Candi Solok Sipin. Candi era peradaban Hindu – Bhudda ini, adalah daya tarik tersendiri bagi penikmat sejarah. Sayangnya, tidak digarap dengan baik.

Danau Sipin tidak berdiri sendiri. Butuh penopang-penopang lain untuk menjadikan pengunjung betah berlama-lama dan berputar-putar dari satu tempat ke tempat lainnya.

Supaya, pembangunan pariwisata di Kota Jambi dapat berkelanjutan.*

avatar

Redaksi