Kas Daerah Ditilep, Koq Bisa?
Ekonomi & Bisnis
July 10, 2023
Zulfa Amira Zaed/Kota Jambi
SETELAH ditetapkan sebagi tersangka, Yunsak El Halcon, direktuk utama Bank Jambi mengajukan praperadilan ke PN Jambi, 28 Juni lalu. Intinya, Yunsak menolak status tersangka yang disandangnya. Selanjutnya, Rabu (5/7), kembali JPU yang membacakan tanggapan atas gugatan praperadilan itu.
“Penetapan tersangka Yunsak El Halcon sudah sesuai alat bukti yang sah yang diatur dalam KUHAP. Selain itu, kerugian keuangan negara dinilai apa yang diajukan Yunsak El Halcon sebagai pemohon sudah masuk pada pokok perkara,” demikian JPU Albertinus Roni meyampaikan tanggapan dipersidangan.
Jika melirik ke elhkpn.kpk.go.id, harta kekayaan Yunsak El Halcon, setelah menjadi direktur utama, per 31 Desember 2022 adalah sebesar Rp 29.724.431.302. Sementara pada 31 Desember 2016, sewaktu ia masih menjadi direktur pemasaran, adalah sebesar Rp 504.727.802.
Kasus yang ditersangkakan kepada Yunsak adalah pada saat ia menjabat sebagai direktur pemasaran. Yunsak El Halcon, ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi senilai Rp 310 miliar oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi, Selasa (9/5). Penetapan ini karena PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) gagal membayar surat utang jangka menengah atau medium term notes (MTN) pada tahun 2017 – 2018.
Pada saat yang hampir bersamaan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), telah mengendus masalah di PT SNP sejak Juli 2017. Ditemukan ketidaksinkronan data pada kredit PT Bank Mandiri Tbk yang disalurkan ke PT SNP. Temuan OJK, PT SNP memberikan informasi yang tidak benar sehingga merugikan kreditor.
Sebanyak 14 bank menderita kerugian. Dengan perkiraan sekitar Rp 14 triliun. Pola yang sama, yakni gagal bayar bunga surat utang jangka menengah atau medium term notes (MTN) PT SNP.
Kajati Jambi Elan Suherlan mengatakan pihaknya telah menyita uang milik Yunsak sebesar Rp 23,7 miliar. Sejumlah uang itu disita dari 32 deposito dan empat rekening milik Yunsak El Halcon. Tentu saja jumlah yang jauh dari angka Rp 310 miliar yang disangkakan kepadanya.
Namun, pihak Kejati Jambi pun masih terus melakukan pendataan terhadap aset tersangka, baik aset bergerak maupun tidak bergerak.
Bagaimanapun, aksi tipu-tipu gagal bayar ini cukup merisaukan banyak pihak. Terlebih bagi pemilik saham, dimana saham tertinggi dimiliki Pemprov Jambi sebesar 22,49 persen, atau senilai Rp 173.364.000.000.
Terkait trust, OJK mewajibkan modal inti Bank Umum milik Pemerintah Daerah adalah sebesar Rp 3 triliun sampai akhir tahun 2024. Jika tidak dapat memenuhi angka itu, maka akan diturunkan menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Bank Jambi memiliki total saham Rp 787.197.500.000 per 31 Desember 2022, menurut annual report Bank Jambi tahun 2022. Dan saham yang dikelola ini adalah milik Pemprov Jambi, dan Pemkab dan Pemkot se-Provinsi Jambi, yang adalah pemilik saham seri A.
Komisaris Utama Bank Jambi, Emilia meminta maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan dari kasus gagal bayar ini. Dan pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berlangsung.
“Kami menjamin kinerja operasional Bank Jambi akan berjalan seperti biasanya,” katanya.
Mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 18/POJK.03/2016 tanggal 16 Maret 2016 tentang penerapan manajemen risiko bagi bank umum dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) nomor 34/SEOJK.03/2016 tanggal 1 Desember 2016 tentang penerapan manajemen risiko bagi bank umum, Bank Jambi telah mengelola delapan jenis risiko yaitu risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko stratejik dan risiko kepatuhan.
Penerapannya, antara lain, adalah pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi, dan sistem pengendalian intern yang menyeluruh.
Berkaca dari kasus gagal bayar ini, dibutuhkan upaya untuk tetap menjaga trust. Sebab, sebagai bank umum, Bank Jambi juga mengelola kas daerah se-Provinsi Jambi.*