Budaya Api Dan Penyembuhan Ternak Yang Sakit

Inovasi

September 22, 2024

Ljiljana Djuricic*

Budaya terkait api. (credits: lotuswei)

API dan upacara, digunakan di banyak tempat di Eropa dan Asia. Sebagai budaya dari masa lalu, pada saat manusia kali pertama menemukan api.

Upacara tradisi spiritual api pada orang Serbia, misalnya. Mereka, di beberapa bagian di wilayah Serbia, masih melestarikan upacara api hingga saat ini.

Sehingga isi dari upacara api pun memiliki banyak varian.

Upacara api dilakukan dengan tujuan untuk menyembuhkan atau mencegah penyakit pada ternak dan manusia. Tetapi, jarang dilakukan untuk hari raya gereja ataupun untuk menyalakan api pertama di rumah baru.

Tindakan menyalakan api pada upacara ini disebut ekstraksi, letusan, pelintiran, pembangunan, atau penangkapan.

Api diekstraksi sesuai dengan arahan khusus seorang tetua di suatu komunitas. Seperti oleh seorang pria berusia tua, yang harus sehat dan jujur.

Ia harus berpuasa selama satu minggu. Di beberapa daerah, laki-laki kembar, atau memiliki nama yang sama atau mirip, atau, sebaliknya, memiliki nama yang berbeda yang tidak ada di desa, atau kerabat.

Di Pcinja, upacara ini dilakukan oleh seorang pemuda dan gadis dengan nama yang mirip dari desa yang berbeda.

Sebelum api terbuka disulut, semua api di desa harus dipadamkan. Bahkan lampu pun dipadamkan. Api dipadamkan dengan sebotol air atau anggur.

Waktu penyulutan sangat bervariasi. Yakni Jumat atau Selasa, sebelum matahari terbit, hari-hari muda, seperempat bulan terakhir, yaitu hari-hari tua, dan lainnya.

Lokasi upacara biasanya di ladang, padang rumput, atau tepi sungai.

Dimana sebuah terowongan digali di dekat tempat penyulutan, sempit dan pendek, di bawah tanah, sering kali di bawah akar pohon, atau dengan pintu masuk di barat dan pintu keluar di timur.

Dua api unggun dengan ranting yang telah disiapkan dinyalakan dengan api yang telah dikeluarkan. Satu api dinyalakan di pintu masuk terowongan, yang lain di pintu keluar, melintang, atau keduanya dinyalakan di pintu keluar, satu di sebelah kiri dan yang lain di sebelah kanan.

Di pintu masuk, dekat api unggun, berdiri laki-laki, dan di pintu keluar perempuan, dengan nama yang mirip. Di beberapa bagian, berdiri di dekat api unggun di pintu keluar, yakni dua laki-laki, atau dua perempuan tua, seorang duda tua dan seorang janda tua, laki-laki dan perempuan dengan nama yang mirip.

Seperti di Stojan dan Stojanka, dua perempuan tua dengan anak kembar yang sama atau berbeda jenis kelamin, yang menghitamkan ternak dan laki-laki dengan kayu api ketika mereka keluar dari terowongan.

Ritual ini disertai dengan persiapan ritual makanan di atas api yang menyala. Paling sering berupa kulit roti dengan bawang dan lemak, roti dan bubur yang dibagikan setelah melewati api unggun. Semua makanan disiapkan tanpa ragi atau garam.

Makanan terbuat dari mentega, tepung gandum, bawang putih, dengan sedikit cuka, kuncup cornel berry, dan tar. Tanaman gentiana, globe thistle, dan Jerusalem thorn juga ditambahkan di sana.

Di beberapa tempat, setiap orang duduk di meja untuk pesta dengan makanan dan anggur yang dibawa untuk upacara itu.

Api yang masih menyala biasanya dibiarkan menyala hingga padam. Saat dipadamkan, api  dipadamkan dengan air atau anggur yang belum dicampur.

Pintu masuk ke terowongan ditutup dengan ranting, agar tidak terbakar, karena itu adalah tempat yang disucikan.

Api yang masih menyala dihancurkan dan dicampur dengan dedak, dan diberikan kepada ternak untuk kesehatan, yang akan dilakukan hingga Hari St. George. Bara api yang dihancurkan dicampur dengan mentega digunakan sebagai minyak urapan untuk luka.

Api yang masih menyala juga digunakan untuk menyalakan api pada perapian yang telah padam. Kekuatan perlindungan api yang masih menyala, diyakni oleh masyarakat Serbia, bertahan selama satu tahun.*

*Peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi, Fakultas Filsafat, Belgrade. Tulisan ini disadur dari “Ancient Methods of Making Fire”

avatar

Redaksi