“Ada Mandor Di Sekitar Kita”
Hak Asasi Manusia
June 29, 2023
Jon Afrizal/Sengeti
Surat dari Kementrian ATR/BPN terkait penghentian dan pencabutan izin HGU PT FPIL.
“LIHAT, itu kendaraannya mandor PT FPIL,” kata Pak Ning, driver yang membawa kami keluar dari Kompleks Perkantoran Bukit Cinto Kenang, Sengeti. Tangannya menunjuk ke arah depan, ke sebuah pick up berwarna merah jenis Toyota Hilux.
Aku menoleh ke bagian belakang, memastikan perkataan Pak Ning. Muk, seorang penumpang kendaraan kami yang duduk di bagian belakang, yang juga adalah warga Desa Sumber Jaya Kecamatan Kumpe Ulu Kabupaten Muarojambi menganggukkan kepalanya.
“Sudah beberapa kali saya melihat mobil ini ketika sidang Bahusni,” katanya.
Muk adalah juga anggota Serikat Tani Kumpe (SKT), yang dipimpin Bahusni. Hari ini, Selasa 27 Juni 2023, Bahusni bin Hamzah harus mendengarkan pendapat jaksa penuntut umum (JPU) di ruang sidang Kartika Pengadilan Negeri (PN) Sengeti.
Sebanyak 15 lembar pendapat JPU itu, isinya menolak eksepsi Bahusni dan pengacara dari organisasi bantuan hukum Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Riki Hermawan.
“Itu memang kendaraan mandor PT FPIL. Saya ingat angka empat digit pada plat nomornya,” Muk menerangkan.
Mereka berdua saling mengingat tentang kendaraan itu. Sebab, hingga saat ini, pihak PT FPIL belum diminta untuk hadir di persidangan.
Kaca kendaraan yang berada tepat di depan kendaraan kami itu gelap sekali. Mungkin diisi oleh dua atau tiga orang.
Sekitar 20 menit berlalu, tepat di sekitar warung-warung pinggir jalan di dekat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Raden Mattaher, Telanaipura, kendaraan pick up itu berhenti secara tiba-tiba.
Kami tetap melaju, dan benar saja, kendaraan itu telah merasa diikuti sejak dari tadi. Dan kini kendaraan itu yang mengikuti kami. Jalanan kota yang kami lewati sebenarnya adalah kawasan macet; Telanaipura – Sungai Kambang – Sipin Ujung. Tetapi, kendaraan itu tetap terus mengikuti kami.
Semestinya, jika kendaraan itu akan menuju kembali ke kebun yang kerap mereka nyatakan sebagai HGU PT FPIL, tentu arahnya akan berbalik 180 derajat; menuju ke arah Pasar Kota Jambi lalu ke Kumpe.
Pak Ning membawa kendaraan menuju bundaran air mancur Simpang Tugu, berputar, lalu serta merta mengambil arah ke Simpang Kawat. Terlihat kendaraan berwarna merah itu menekan rem sejenak. Tapi kondisi lalu lintas yang padat memaksanya untuk terus menurun ke bawah ke arah Simpang Mayang.
“Mereka sedang mengawasi anggota STK,” kata Muk dengan nada pelan.
Kami – tiga orang penumpang kendaraan hanya terdiam. Pak Ning dan Muk seperti sedang merekonstruksi kembali ingatan masing-masing tentang kendaraan itu.
Muk kembali berkata, bahwa setiap suatu hal buruk akan menimpa kelompok mereka, mobil itu selalu berada di sekitar mereka. Atau setidaknya, jika warga saling berbicara, pasti uraian yang sama yang akan didengarkan.
Beberapa warga Desa Sumber Jaya pernah bekerja di PT Fajar Pematang Indah Lestari (FPIL). Atau juga warga desa tetangga. Mereka menduduki jabatan yang tidak mumpuni. Seperti driver atau buruh outsourcing, misalnya.
Pada saat gerombolan preman menyerang mereka, truk yang digunakan adalah milik perusahaan. Terdapat bukti-bukti tentang itu, yang tercecer di dalam truck. Mulai dari truck, seragam hingga kartu pengenal.
Mungkin, tidak ada yang kebetulan. Supir truck adalah warga desa tetangga. Tepat tiga hari sebelum malam penyerangan itu, Rabu, 1 Februari 2023, ia diminta untuk menyerahkan truck jenis PS nomor polisi BH 8705 NV dengan nama pemilik PT Fajar Pematang Indah Lestari, ke kantor perusahaan, karena akan digunakan untuk kepentingan mengangkut karyawan.
Tapi, pada malam naas itu, belasan orang preman menyerang mereka. Irwansyah, anggota STK ditusuk di bagian punggung. Dua unit sepeda motor milik warga rusak akibat ditabrak.
Atas tragedi itu, masyarakat melaporkan PT PFIL ke pihak kepolisian.
Kondisi tidak menentu yang kini dihadapi warga — telah mereka alami, sejak memanasnya konflik agraria antara warga Desa Sumber Jaya dengan PT PFIL, terutama sekitar dua tahun lalu.
Telah ada rekomendasi dari DPRD Provinsi Jambi untuk penyelesaian persoalan konflik agraria di desa ini. Yang terbaru, adalah surat dari direktorat jendral penetapan hak dan pendaftaran tanah Kementrian ATR/BPN.
Surat dengan nomor HT.01/681-400.19/V/2023 tertanggal 19 Mei 2023 menyatakan tentang permohonan penghentian perpanjangan dan pencabutan izin HGU PT FPIL di Kabupaten Muarojambi. Surat yang ditujukan ke Kanwil BPN Provinsi Jambi itu pun telah ditembuskan ke Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Muarojambi.
Menurut “Tata cara penetapan HGU” direktorat pengaturan dan penetapan hak tanah dan ruang Kementrian ATR/BPN, pada klausal “Tanah Negara” disebutkan, bahwa, jika tanah negara yang tidak terdapat penguasaan pihak lain, dibuktikan dengan pernyataan penguasaan fisik dari pemohon, disaksikan oleh tokoh masyarakat dan diketahui oleh lurah atau kepala desa setempat atau nama lain yang serupa dengan itu.
Dan, senyata, warga Desa Sumber Jaya tidak pernah diajak berunding terkait tanah yang ditetapkan sebagai HGU di areal desa mereka. Baik itu, sejak PT Purnama Tausar Putra (PTP) hingga PT PFIL.
Dengan dipinggirkannya mereka, dan hak-hak mereka, maka warga Desa Sumber Jaya, yang sekarang bergabung dalam Serikat Tani Kumpe (SKT), meminta komitmen negara untuk menyelesaikan konflik yang telah terjadi selama 20 tahun ini di desa mereka.*