Amnesty International: Akhiri Eksekusi Mati
Hak Asasi Manusia
August 2, 2024
Farokh Idris
Aktivis memprotes hukuman mati di depan Mahkamah Agung Amerika Serikat pada tahun 2017. (credits: Agence France-Presse – Getty Images)
MESKIPUN Indonesia tidak termasuk negara yang melakukan eksekusi mati dalam beberapa tahun terakhir, namun vonis mati masih banyak dijatuhkan oleh hakim-hakim di Indonesia. Demikian mengutip laman Amnesty International.
Eksekusi mati terakhir yang dilakukan Indonesia adalah pada Juli 2016.
Namun, Amnesty International mencatat setidaknya terdapat 114 orang mendapat vonis mati pada tahun 2023, bertambah dua vonis dari tahun sebelumnya. Sebanyak 86 persen di antaranya terkait kasus narkotika.
Bahkan tahun 2024 ini, pengadilan di Indonesia masih menjatuhkan vonis mati. Terkini, Pengadilan Tinggi Medan pada 21 Mei 2024 menjatuhkan vonis mati kepada dua orang, masing-masing berinisial RS dan M, yang sama-sama terjerat kejahatan narkotika. Sebelumnya, RS dan M dihukum penjara seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Kisaran pada 13 Maret 2024.
“Indonesia memang tidak melakukan eksekusi mati dalam beberapa tahun terakhir, tapi sangat disayangkan bahwa pemberian hukuman mati masih terus terjadi di meja hijau,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid.
Menurutnya, terdapat beberapa alasan mengapa vonis mati sudah tidak pantas dijatuhkan. Hukuman mati merupakan pelanggaran HAM yang paling ekstrem, yaitu hak untuk hidup. Setiap orang berhak atas hidup, dan hak ini tidak boleh dicabut.
“Berbagai penelitian dan juga data Amnesty International menunjukkan vonis mati tidak efektif dalam mencegah kejahatan, termasuk kejahatan narkotika. Dan, juga tidak terbuktinya anggapan bahwa vonis mati dapat menekan kejahatan,” katanya.
Amnesty International menentang vonis dan eksekusi mati dalam semua kasus tanpa kecuali, terlepas dari sifat kejahatan, kesalahan, atau karakteristik lain dari individu, atau metode yang digunakan oleh negara untuk melaksanakan hukuman ini.
“Kami sepakat segala bentuk kejahatan di bawah hukum internasional harus dihukum seberat-beratnya. Namun vonis mati bukanlah hukuman yang manusiawi,” katanya.
Menurutnya, ketimbang menjatuhkan vonis mati, adalah lebih baik bagi Indonesia untuk memperbaiki sistem peradilan dan sistem pemasyarakatan. Tentunya untuk memastikan setiap pelaku kejahatan mendapatkan hukuman yang adil sesuai kejahatan yang dilakukan.
Sementara itu, Tiongkok, Iran dan Amerika Serikat adalah negara-negara dengan tingkat eksekusi mati dalam hampir satu dekade terakhir ini.
Laporan Amnesty International menunjukan sebanyak 1.153 eksekusi mati terjadi secara global pada tahun 2023. Ini tidak termasuk ribuan eksekusi yang diyakini terjadi di Tiongkok akibat kerahasiaan negara.
Semua laporan ini menunjukkan peningkatan lebih dari 30 persen dari angka di tahun 2022, yakni 883 eksekusi.
Jumlah di tahun 2023 ini, adalah angka eksekusi tertinggi yang pernah dicatat oleh Amnesty International terhitung sejak tahun 2015. Yakni tahun dimana 1.634 orang dieksekusi saat itu.
Namun, jumlah negara yang melakukan eksekusi mati kini mencapai angka terendah yang pernah dicatat oleh Amnesty International.
“Lonjakan besar dalam eksekusi yang tercatat sebagian besar disebabkan oleh Iran. Otoritas Iran menunjukkan ketidakpeduliannya terhadap nyawa manusia dan meningkatkan eksekusi untuk pelanggaran terkait narkoba. Sehingga terus memberi dampak diskriminatif dari hukuman mati pada komunitas yang terpinggirkan dan miskin di Iran,” kata Sekretaris Jenderal Amnesty International, Agnes Callamard.
Meskipun, katanya, terlihat penurunan pada tahun 2023, terutama di Timur Tengah, dan negara-negara yang masih melaksanakan eksekusi mati semakin terisolasi. Sebab kampanye melawan hukuman yang kejam ini berhasil.
“Kami akan terus berjuang sampai kami benar-benar berhasil mengakhiri hukuman mati,” katanya.
Lima negara dengan jumlah eksekusi tertinggi pada tahun 2023 adalah Tiongkok, Iran, Arab Saudi, Somalia, dan Amerika Serikat. Iran sendiri menyumbang angka 853 atau 74 persen dari eksekusi yang tercatat, sementara Arab Saudi menyumbang angka 172 atau 15 persen.
AS juga meningkatkan jumlah eksekusi mati pada tahun 2023, dari 18 pada tahun 2022 menjadi 24.
“Beberapa negara bagian di Amerika Serikat menunjukkan komitmen mengerikan terhadap vonis mati dan niat kejam untuk menghilangkan nyawa,” katanya.
Seperti yang terjadi di negara bagian Alabama, katanya, yang secara memalukan menggunakan metode baru, yakni asfiksia nitrogen yang belum teruji untuk mengeksekusi Kenneth Smith awal tahun ini, hanya 14 bulan setelah upaya eksekusi yang gagal.
Sementara untuk vonis mati oleh hakim di tingkat global, angkanya juga bertambah. Amnesty International mencatat 2.428 vonis mati pada tahun 2023, meningkat 20 persen dari 2.016 vonis yang diketahui terjadi pada tahun 2022. Angka tahun 2023 menunjukkan jumlah tertinggi sejak tahun 2018, ketika 2.531 vonis dijatuhkan.
Sementara Asia-Pasifik tetap menjadi kawasan dengan jumlah eksekusi mati tertinggi di dunia. Amnesty International meyakini jumlah eksekusi mati di Tiongkok melebihi gabungan eksekusi negara lain, dengan ribuan orang divonis mati dan dieksekusi pada tahun 2023.
Amnesty International mencatat 948 vonis mati baru di Asia-Pasifik pada tahun lalu, meningkat 10 persen dari jumlah 861 vonis di tahun 2022.
Karena kerahasiaan negara, angka-angka dari Amnesty International ini tidak mencakup ribuan orang yang diyakini telah dieksekusi di Tiongkok, yang tetap menjadi negara dengan jumlah eksekusi tertinggi di dunia.
Eksekusi dalam jumlah besar juga terjadi di Korea Utara dan Vietnam, namun ketatnya kerahasiaan di dua negara itu menghalangi penentuan angka yang akurat.*