DFG: Jurnalis Di Turki Bukan Kriminal
Hak Asasi Manusia
July 12, 2024
Jon Afrizal
Sebanyak 22 jurnalis perempuan di Turki tengah berada dalam proses persidangan pada bulan Juni 2024. atas aktifitas profesional mereka. (credits: stockholmcf)
“Tekanan terbesar terhadap jurnalis adalah penangkapan. Untuk membungkam jurnalis dan mencegah mereka mengungkapkan kebenaran, rekan-rekan kami ditangkap dan ditempatkan di balik empat tembok.” (Laporan DFG April 2024 tentang Pelanggaran Hak Terhadap Jurnalis)
TURKI berada di peringkat 165 dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia Reporters Without Borders (RSF) pada 2023. Posisi Turki di antara 180 negara ini, tak jauh dari Korea Utara yang menempati peringkat terbawah di Indeks Kebebasan Pers Dunia.
Berkesesuaian dengan Laporan Pelanggaran Hak Terhadap Jurnalis pada Mei 2024 yang diterbitkan oleh Asosiasi Jurnalis Dicle Fırat (DFG). Dimana, menurut laporan itu, 42 jurnalis berada di penjara pada bulan Mei 2024, dan 122 jurnalis telah diadili di Turki pada April 2024.
Selain itu, laporan itu juga menyebutkan bahwa dua jurnalis diserang, empat jurnalis ditahan setelah rumah mereka digerebek, empat jurnalis ditahan, empat jurnalis dianiaya dan tiga diancam, tujuh jurnalis dilarang mengikuti berita dan empat jurnalis dilanggar haknya di penjara.
Laporan itu juga menambahkan bahwa penyelidikan dibuka terhadap 10 jurnalis, tuntutan hukum diajukan terhadap 11 jurnalis, dan total hukuman penjara 23 tahun, 2 bulan dan 17 hari serta didenda TRY 200 ribu.
Selain itu, berkas jurnalis yang masih dalam proses persidangan berjumlah 43 orang, sedangkan jumlah jurnalis yang dipenjara sebanyak 42 orang. Disebutkan, satu jurnalis dipecat, 10 publikasi dilarang, 307 website ditutup, dan akses 450 berita diblokir.
“Sementara tekanan dan pelanggaran terhadap aktifitas jurnalisme terus berlanjut, pemerintah tidak puas dengan hal ini dan bermaksud untuk mengesahkan pasal yang disebut ‘hukum agen pengaruh’ dengan paket peradilan ke-9. Undang-undang baru ini akan menjadi pukulan besar terhadap hak dan kebebasan dan merugikan pers dan masyarakat sipil,” tulis laporan itu, mengutip ANF.
Pemerintahan Turki, memurut laporan itu, mentargetkan kebebasan berekspresi dan kebebasan media. Kali ini melalui serangkaian amandemen untuk memperluas definisi kejahatan spionase, dan memperkenalkan “agen pengaruh asing” sebagai sebuah alat kriminal baru.
“Kami, Asosiasi Jurnalis Dicle Fırat, mengatakan bahwa semua suara oposisi masyarakat, terutama jurnalis, akan dibungkam di negara yang tidak ada demokrasi. Kami tidak menerimanya,” lanjut laporan itu.
Laporan tersebut menyatakan bahwa pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi jurnalis dan pers juga berlanjut pada bulan Mei.
“Awak media yang mengikuti para pekerja melakukan pawai ke Lapangan Taksim di Istanbul pada tanggal 1 Mei pada Hari Buruh. Mereka ditahan,” sebut laporan itu.
Kekerasan terhadap jurnalis terjadi di Sarachane, salah satu daerah di mana polisi menyerang para pekerja, dengan perintah kepala polisi untuk “menyingkirkan pers”. Rekan-rekan kami terluka dan pekerjaan mereka dicekal dalam serangan-serangan ini.”
Laporan tersebut mengatakan bahwa ada hambatan terhadap jurnalis selama serangan terhadap demonstrasi untuk mengakhiri isolasi terhadap Pemimpin Rakyat Kurdi Abdullah Ocalan.
Seraya menambahkan bahwa polisi, yang menyerang protes, mengepung para jurnalis untuk mencegah mereka meliput pelecehan tersebut. Hambatan serupa juga terjadi dalam protes yang dimulai setelah diumumkannya keputusan kasus Kobane. Selama pawai dari Kosuyolu ke Lapangan Istasyon di Amed, jurnalis dikelilingi oleh perisai dan dilarang melakukan liputan.
DFG juga meminta pembebasan jurnalis Suleyman Ahmet, yang ditahan oleh unit yang berafiliasi dengan KDP di Wilayah Federasi Kurdistan. Ia diizinkan menemui pengacaranya setelah 211 hari tidak berkomunikasi dan menuntut pembebasannya.
Laporan itu mengatakan bahwa tekanan terhadap jurnalis Kurdi juga terjadi di Belanda. Sambil menambahkan bahwa Serdar Karakoc, yang berada di gedung surat kabar pada hari Ozgur Ulke dibom dan sekarang menjadi jurnalis di pengasingan, ditahan dengan instruksi Jerman dan masa penahanannya diperpanjang selama 20 hari.
“Kami mengutuk penangkapan ini, yang merupakan kelanjutan dari sikap penguasa terhadap jurnalis Kurdi. Kami menuntut pembebasan segera rekan kami Serdar Karakoc,” tegas laporan itu.*