Yang Tak Pernah Kembali
Budaya & Seni
May 27, 2023
Tunggal Rajani
“Tetapi, setiap pagi,
selalu ada teh hangat dan roti di meja makan.
Jeni yang menyiapkan.
Dalam pikiran Jeni,
jika saja Roy kembali
hari ini.”
ROY, demikian nama lelaki itu. Ia telah hidup dengan skizofrenia sepanjang ingatannya. Gejala yang mulai muncul pada usia dua puluh tahun, dan ia terus berjuang untuk sembuh, sejak saat itu.
Awalnya, Roy tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya.
“Aku mendengar suara-suara di kepalanya. Melihat hal-hal yang tidak ada. Dan aku merasa seperti sedang diikuti,” kata Roy menjelaskan gangguan jiwa yang diidapnya.
Butuh beberapa waktu baginya untuk mencari bantuan. Tetapi, itulah yang mengubah hidupnya.
Roy memulai terapinya dengan seorang psikiater. Memang, pada awalnya, sulit baginya untuk terbuka. Tetapi ia segera menyadari bahwa itu penting untuk kesembuhannya.
Di Rumah Aina
Dokter pun menjelaskan akar masalahnya. Juga cara yang dianggap terbaik yang dapat dipelajarinya untuk mengatasi kondisi mentalnya.
Roy adalah seorang pejuang, dan dia tidak pernah menyerah. Terapisnya menjadi orang kepercayaannya, dan ia selalu mendengarkan kapan pun Roy membutuhkannya.
Seiring waktu yang berjalan lambat, dia menyadari bahwa dengan pengobatan dan terapi yang tepat, ia dapat terbebas dari gangguan ini.
“Aku harus bebas.”
Perjalanan panjang dan sulit, tetapi Roy bertahan. Ia bertekad untuk mengatasi skizofrenia. Ia belajar mekanisme koping, seperti meditasi, latihan pernapasan, dan teknik grounding.
Terpenting, ia mendedikasikan waktunya untuk pemulihannya dengan sepenuh hati.
Selang beberapa lama, Roy mulai menemukan kembali kegembiraan di dalam hidup. Ia mulai berpartisipasi dalam aktivitas yang tidak ia sukai selama bertahun-tahun. Seperti membaca, menonton film, dan bersosialisasi.
“Aku menyadari, begitu banyak hal yang telah aku lewatkan selama dalam kungkungan skizofrenia,” katanya.
Keluarga pun mendukung selama pemulihannya. Mereka bangga dengan kemajuannya. Mereka pun telah melihat perubahan pada diri Roy. Roy yang dulu selalu cemas, paranoid, dan mudah tersinggung, kini terlihat tenang, suka berkumpul, dan bahagia.
Bagi Roy, pemulihan adalah proses yang berkelanjutan. Ia mengerti bahwa mungkin ada hari-hari ketika gejalanya akan kambuh. Roy tahu bahwa dia mungkin perlu bersandar pada sistem pendukungnya pada hari-hari sulit itu, tetapi ia yakin bahwa ia memiliki cara untuk menanganinya.
Kehidupan Roy benar-benar berubah. Ia sekarang menyadari bahwa gangguan kejiwaan bukanlah kelemahan, dan individu yang menderita gangguan itu pantas untuk mendapatkan empati dan dukungan orang-orang di sekelilingnya.
Berdamai Dengan Hujan
Perjalanan Roy untuk sembuh dari skizofrenia sungguh luar biasa. Dengan pengobatan, terapi, dan sistem pendukung yang tepat, ia mampu mengatasi gejalanya dan menemukan potensi sejatinya.
Setelah dinyatakan sembuh dari skizofrenia, Roy bertemu dengan Jeni. Dan,
“Aku bersedia hidup denganmu,” kata Jeni, kala itu.
Inilah titik mula dari kehidupan baru. Demikian Roy berpikir, ketika mendengar jawaban Jeni.
Mereka pun menikah. Pasangan itu diberkati dengan seorang bayi laki-laki, dan mereka melewati hari-hari yang gembira.
Roy telah melalui banyak hal; melawan iblis dalam dirinya dan berjuang untuk kembali ke kondisi pikiran yang sehat. Tetapi, dengan cinta dan dukungan Jeni yang terus-menerus, ia akhirnya menemukan kekuatan untuk mengatasi penyakitnya.
Pernikahan mereka adalah sebuah dedikasi. Jeni telah berdiri di sisi Roy dan akan melalui kesulitan demi kesulitan, juga kesenangan.
Bayi laki-laki kecil mereka ibarat seikat kegembiraan. Bayi itu menerangi hidup mereka dengan tawa cekikikan dan tangisannya. Willy, demikian bayi itu mereka beri nama, adalah perlambang dari penghargaan setiap momen kehidupan yang mereka lewati.
Pulang
Dan, bagi Roy dan Jeni, hidup baru saja dimulai. Yang penuh dengan janji, harapan, dan kemungkinan-kemungkinan tak terbatas.
Tetapi, skizofrenia yang diderita Roy kembali kambuh. Meskipun sebelumnya Roy telah mengikuti terapi, perjuangannya melawan penyakit ini sepertinya masih panjang.
“Aku harus kembali ke terapis,” kata Roy meminta persetujuan Jeni.
Roy kembali mengikuti terapi untuk mengatasi gejala skizofrenia yang kembali muncul.
Hingga pada suatu hari, Roy benar-benar berada dalam kondisi kebingungan. Ia merasakan banyak sekali bisikan-bisikan bergema di kepalanya.
Tepat di sebuah jalan raya, Roy memutuskan untuk berjalan, dan terus berjalan. Hingga akhirnya, ia pun menuju ke alam bebas, layaknya pada masa kuliah dulu.
Seperti sudah digariskan takdir, Roy pun tidak pernah kembali ke rumah mereka.
Jeni tidak pernah berpikir kondisi ini akan terjadi. Ia merasa seperti sebuah gelas yang yang terlepas dari genggaman dan jatuh ke lantai ubin. Pecah.
Hari terus berganti. Dan penantiannya terhadap Roy, tidak kunjung kembali.
Sekuat apapun Jeni bertahan, bersama Willy, adalah rasa sakit yang abadi yang ia rasakan.
Legenda Datuk Sipin
Suatu hari, Jeni akhirnya memutuskan untuk pergi dari kota tempat mereka tinggal. Berpindah ke kota lain untuk menghilangkan rasa sedih, sepi dan sendiri.
“Kita harus move on,” katanya berbisik kepada Willy.
Kenangan tertinggal jauh di belakang bis antar kota, pagi itu. Sesekali Willy menagis, seolah ia tidak ingin melupakan kehidupan yang telah mereka lalui. Bersama Roy.
Rasa sakit harus terus ditekan. Memulai hidup di kota yang baru tidaklah gampang.
Jeni mulai merasakan hilangnya beban dari rasa sakit itu. Ia bertemu dengan orang-orang baru, bertukar cerita, berkerja dan berbisnis.
Dengan menjelajahi kota secara berkala, membuat ia dan Willy merasakan ini adalah rumah mereka. Rumah yang baru.
“Selalu ada sedikit kenyamanan di sela-sela rasa sakit,” gumam Jeni dalam hati. Getir.
Perlahan, Jeni pun sembuh dari rasa sakitnya. Ketika ia melihat Willy mulai beranjak remaja, dengan berbagai aktifitasnya. Willy yang selalu pulang ke rumah dengan keadaan berkeringat. Willy yang selalu membaca buku di manapun ia sempat.
Hingga hari ini, photo Roy masih terpajang di ruang keluarga. Roy yang tersenyum manis. Dengan kacamata ber-frame oval, sama seperti Willy saat ini.
Dan, adalah rasa rindu keduanya terhadap Roy yang tidak pernah berubah. Meskipun mereka sangat memahami, Roy tidak akan pernah kembali lagi.
Tetapi, setiap pagi, selalu ada teh hangat dan roti di meja makan. Jeni yang menyiapkan.
Dalam pikiran Jeni, jika saja Roy kembali hari ini.*
Kisah ini adalah science-fiction. Nama-nama tokoh dan kejadian adalah fiksi. (Redaksi)