Pers Mahasiswa: “Manifesto 1925” Dan “Soempah Pemoeda”
Daulat
June 19, 2024
Jon Afrizal

Demonstrasi mahasiswa menolak RUU KUHP di gedung DPRD Provinsi Jambi, Selasa (24/9) tahun 2019. (photo credits: Jon Afrizal/amira.co.id)
TERHITUNG hingga tahun 1920an belum ada perguruan tinggi yang didirikan di Indonesia pada masa kolonial Hindia Belanda. Orang-orang Indonesia yang berkuliah di negeri Belanda pun adalah kalangan pemuda yang terdampak baik oleh politik etis. Sehingga, umumnya mereka adalah golongan pribumi kaya.
Mahasiswa-mahasiswa itu, yang memiliki kesadaran kebangsaan telah mendirikan organisasi bernama Indische Vereniging pada tahun 1908. Selanjutnya, organisasi ini berkembang menjadi Perhimpoenan Indonesia (PI).
PI, mengutip lpmredline, menyerukan persatuan dengan dasar nasionalisme dengan tujuan mengusir kolonialisme di Indonesia. Seruan kepada publik ini, dimuat di majalah Hindia Poetra. Majalah yang diterbitkan di negeri Belanda.
PI mengkritik agar Volksraad (parlemen yang dibuat Hindia Belanda) diubah menjadi parlemen rakyat secara penuh. Sebab Volksraad hanyalah penasehat birokrat, dan tidak mewakili rakyat.
Gerakan ini juga mengkritik sewa tanah industri gula di Hindia Belanda yang menindas kaum tani.
Akhirnya, Hindia Poetra berubah bentuk menjadi Indonesia Merdeka. Majalah ini lebih membedah secara detil pertanyaan-pertanyaan tentang kemerdekaan. Indonesia Merdeka juga termasuk satu dari sekina banyak media yang pertama kali menyerukan agar semua wilayah bekas jajahan Hindia Belanda mendirikan nasion yang merdeka di bawah nama Indonesia.
Satu edisi Indonesia Merdeka yang secara khusus memuat hal ini adalah Manifesto 1925. Manifesto 1925 menyatakan tentang tiga persoalan.
Yakni, bahwa rakyat Indonesia sewajarnya diperintah oleh pemerintah yang dipilih mereka sendiri. Lalu, dalam memperjuangkan pemerintahan sendiri itu tidak diperlukan bantuan dari pihak manapun. Terakhir, tanpa persatuan kukuh dari pelbagai unsur rakyat tujuan perjuangan itu sukar dicapai.
Adapun para penulis di majalah Indonesia Merdeka harus menggunakan nama-nama samaran, dan bukan nama asli. Selain itu majalah ini pun disebarkan secara underground, hingga sampai ke Indonesia.
Jika tidak, maka Politiek Inlichtingen Dienst , yakni divisi khusus dalam kepolisian Hindia Belanda yang bertugas melakukan investigasi terkait kejahatan politik, akan mengincar para penulis ini.
Secara organisasi, sejak awal PI tidak mengenal eksklusifitas. Mereka berjalan seiring dengan organisasi-organisasi lainnya, yang searah dalam perjuangan. Seperti; Liga Penentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial, Komintern, dan lainnya.
Mohammad Hatta, satu dari tokoh PI pun telah menyampaikan tuntutan kemerdekaan Indonesia. Ini dikemukankannya dalam sebuah orasi pada bulan agustus 1926 di Prancis. Yakni pada kongres keenam Liga Demokratik Internasional untuk Pedamaian.
Selain itu, juga terdapat nama-nama lain. Seperti Sutan Sjahrir, Sutomo, dan Ali Sastroamidjojo.
Kondisi yang sama, pun terjadi di tanah air. Muncullah kelompok-kelompok diskusi atau studi. Seperti Indonesische Studie Club dan Algemene Studie Club .
Indonesische Studie Club dibentuk tanggal 23 Oktober 1924 di Surabaya oleh Soepomo dan kawan-kawan mahasiswa yang telah menyelesaikan studi di Belanda dan kembali ke tanah air. Sedangkan Algemene Studie Club digagas tanggal 11 Juli 1925 oleh pemuda-mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik di Bandung.
Secara redaksional, keduanya meggunakan nama Club atau kelompok. Namun, secara ideologi, mereka memiliki program perjuangan yang nyata. Kelompok studi ini mempelajari kondisi dan problem-problem konkret yang berhubungan dengan negeri dan rakyat, kemudian mengadakan ceramah-ceramah dan kursus-kursus tentangnya.
Sebagai cikal bakal dari pemecahan masalah dan mencarisolusi terbaik dari kondisi buruk yang terjadi dan dialami rakyat pada masa itu.
Seperti yang berhubungan dengan perburuhan. Yakni upah, kesejahteraan dan jam kerja. Serta tentang perumahan rakyat, kondisi organisasi politik; keuntungan atau kerugian dengan adanya pemilihan anggota Gementeraad (Dewan Kota), arti pergerakan, pendidikan nasional, parlemen, statistik perdagangan, gerakaan persatuan, kooperasi dan non-kooperasi, kerjasama diantara organisasi-organisasi politik dan lain-lain.
Selain itu, kelompok diskusi ini juga membentuk komite dan mengumpulkan data-data terkait kondisi masyarakat colonial Hindia Belanda. Lalu, menyebarkannya dalam bentuk brosur-brosur atau surat kabar atau majalah.
Seperti Soeloeh Ra’jat Indonesia dan Soeleoeh Indonesia.
Selanjutnya, mereka mencari solusi untuk menyelsaikan problem-problem konkrit itu, dan terakhir, dilakukan tindakan nyata. Mereka pun menyelenggarakan forum-forum yang ditujukan kepada publik, dengan sifat terbuka dan diadakan di gedung-gedung pertemuan umum yang di hadiri oleh kalangan pergerakan dan masyarakat luas.
Puncaknya, terjadi pemogokan buruh bengkel dan elektrik di Surabaya pada tahun 1925. Dan kelompok studi ini mendukung sepenuhnya.
Pola redaksional a la intelektual ini membuat banyak rakyat yang melek. Sehingga bermunculan organisasi-organisasi pemuda dan mahasiswa lainnya.
Organisasi lanjutan ini, kadang sayap pemuda dari organisasi massa/partai yang ada, ataupun sebagai organisasi sendiri. Dengan latar belakang ras, agama, dan pandangan politik yang berbeda-beda, organisasi-organisasi ini saling berhubungan, dan disatukan dengan satu tujuan: kemeredekaan.
Lalu, muncullah gagasan untuk merintis persatuan antar organisasi pemuda dan mahasiswa. Yang disebut Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPI). PPI menyatukan berbagai organisasi pemuda, dan berhasil menyelenggarakan Kongres Pemoeda I di tahun 1926.
Untuk menjalin persatuan bangsa Indonesia dan memupus sentimen provinsialisme, mereka menyelenggarakan Kongres Pemoeda II di tahun 1928 yang mengikrarkan Soempah Pemoeda.*
