“Moeara Kompeh” Adalah Di “Suak Kandis”

Budaya & Seni, Resonansi

March 23, 2023

Dicky Ferdiansyah Sumadi*

Sketsa Sungai Batanghari pada sore hari. (credit tittle : Dicky Ferdiansyah Sumadi)


PERBEDAAN tata wilayah dari masa ke masa telah membuat “bergesernya” tempat sebuah wilayah. Kita sedang merujuk pada kondisi “Muara Kumpeh” pada masa lalu, yang adalah berada di Suak Kandis saat ini.

(Video melengkapi essay ini.)

Mari melakukan analisa yang sederhana atas “sejarah”, “nama tempat”, “masa pemerintahan” dan “kepentingan” yang telah terjadi.

Pada tahun 1616, pada masa pemerintahan Sultan Abdul Kahar, VOC mendapat izin membuka kantor dagang atau Loji di Muara Kumpeh. Selanjutnya, pada tahun 1636, loji di Muara Kumpeh itu ditinggalkan karena rakyat tidak mau menjual hasil panennya pada VOC.

Sejak saat itulah, hubungan kerajaan Jambi dan VOC semakin renggang dari hari ke hari. Beberapa tahun kemudian, terjadi penyerangan ke kantor dagang VOC oleh rakyat Jambi dan menyebabkan Sybrandt Swart, Kepala dagang VOC tewas.

Peta Moera Kompeh” pada masa pendudukan Belanda)

Pada 25 September 1858 Belanda melancarkan serangan. Pertempuran berkobar di Muara Kumpeh. Pasukan Jambi berhasil menenggelamkan sebuah kapal perang Belanda, akibatnya pasukan belanda menyerang Kota Jambi dengan mengerahkan pasukan perang dari Muara Kumpeh.

Sultan Thaha tidak mampu mempertahankan Istana Kesultanan, Sultan Thaha menyingkir ke Muara Tembesi dan membangun pertahanan di tempat ini.

Paragraf-paragraf awal ini adalah literasi tentang sejarah Djambi yang saya sadur dari beberapa tulisan literasi sejarah termasuk dari buku-buku sejarah Kota Jambi dan Provinsi Jambi tentang jejak sejarah jambi di “Muara Kumpeh”.

Titik berat yang ingin saya jelaskan adalah dimana lokasi “Muara Kumpeh” itu? Apakah Muara Kumpeh yang dimaksud adalah berlokasi di desa Muara Kumpeh (Kecamatan Kumpeh Ulu) sekarang?

Jawabannya adalah “Tidak”. Muara Kumpeh dimaksud adalah Muara Kumpeh Hilir atau pada zaman itu orang mengenal Muara Kumpeh yang berada di hilir atau “Kumpeh Besar”.

Sekarang lokasi sisa bagunan Loji belanda tersebut berada di wilayah daerah Plancu, lingkungan Suak Kandis Kelurahan Tanjung Kecamatan Kumpeh. Sisa-sisa puing-puing bangunan masih terlihat ditambah dengan misteri sejarah peradaban masa lalu yang masih menjadi misteri.

Termasuk juga di sekitar itu adalah eks perkebunan lada hitam. Bukan kah Belanda berlayar hingga jauh ke sini adalah untuk “Misi Mencari Rempah-Rempah”?

Dan lada hitam yang dimaksud adalah sebagai bumbu untuk masakan western. Tentu berbeda dengan negeri kita yang terbiasa menggunakan lada putih.

Penduduk lokal menyebutnya : Sahang.

Peta Muara Kumpeh menurut teknologi Google Map.

Sehingga, berdasarkan bukti dan analisis sederhana ini, perlu setidaknya untuk meluruskan penamaan & pemahaman tentang nama suatu tempat, Yakni Muara Kumpeh.

Saat ini, penamaan Muara Kumpeh secara administratif hanya ada di Desa Muara Kumpeh yang berada di perbatasan Kabupaten Muaro jambi dengan Kota Jambi. Tentu ini bukan merupakan lokasi “sejarah Djambi” seperti yang dimaksud di paragraf-paragraf awal tadi.

Selanjutnya, agar masyarakat Jambi dan khususnya masyarakat Kumpeh tahu dan memaknai sejarah besar yang ada di Kumpeh. Sebab sudah semestinya masyarakat Kumpeh pula yang membesarkannya.

Serta, agar pemerintah, dari tingkatan tertinggi hingga terendah juga teliti dan detail menjelaskan lokasi “Muara Kumpeh”. “Sesat Sejarah” diharapkan tidak terjadi terhadap generasi sekarang tidak salah paham menerjemahkan lokasi “Muara Kumpeh” yang bersejarah.

Pertanyaan selanjutnya, sejak kapan nama “Muara Kumpeh” atau Muara Kumpeh Hilir atau Kumpeh Besar ini tidak digunakan lagi?  Mengapa?

Sekelumit dokumen menjelaskan tentang keberadaan Kumpeh sekitar tahun 1877 – 1879. Yakni dari dokumen @universiteitleiden.

Pada dokumen itu berlokasi di Plancu dan perbandingan sekarang. Berikut juga peta dan photo-photo. Tetapi beberapa rekan menyatakan bahwa foto tersebut bisa lebih muda tahunnya.

Begitu lah, butuh kesabaran untuk menggali sejarah masa lalu.

Kumpeh pada masa lalu hingga masa pendudukan Belanda  kaya akan sejarah. Kami, kita atau siapa saja yang tertarik dipersilahkan untuk mendalaminya dan selalu terbuka ruang untuk berdiskusi.

Muaro Kumpeh Ilir adalah pintu gerbang peradaban, ini berdasarkan beberapa literasi. Sementara di Muaro Kumpeh Ilir terdapat peradaban yang sama tuanya dengan Candi Muaro Jambi. (Tertulis di buku-buku lama dengan sebutan “Muara Djambi”.

VOC (Belanda) pun pernah membangun kantor administrasi di lokasi yang sama (sekitar 1700-an) yang akhirnya terusir akibat pergolakan perlawanan masyarakat pada saat itu. Hal tersebut berdasarkan literasi dokumen Belanda yang saya dapat dan saya yakini bahwa yang tertulis di sana adalah “Muaro Kumpeh Ilir”.

Ini tentunya dengan berbagai berbanding teks dan dokumen sejarah, serta yang tidak kalah penting adalah temuan di lokasi.

Terdapat candi, pekuburan Islam dan eks bangunan Loji. Yang menjadi gambaran bahwa di sini pernah ada peradaban sejak era Hindu-Budha, lalu masa Islam, Kerajaan atau Kesultanan Jambi, pendudukan Belanda, hingga akhirnya ke masa saat ini.

Sangat disayangksn jika fakta dan data yang ada tidak digali dengan serius oleh pemerintah. Terlebih, para pendatang telah berlomba-lomba menggali berbagai benda sejarah yang terkubur di Sungai Batanghari. Kian hari semakin ramai saja.

Lalu, kemana benda-benda bersejarah itu dijual? Apakah hanya di Indonesia saja, atau malah telah “berlayar” ke luar negeri?

Jika penggalian tanpa izin itu terus berlanjut, maka tidak akan ada lagi benda sejarah yang dapat menjadi acuan dalam menyusun puzzle sejarah Muara Kumpeh.

Sungguh, mengingat perkataan Bung Karno, “Jas Merah” (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah).

* ASN Pemkab Muaro Jambi

avatar

Redaksi