Kurangi Penggunaan Kertas, “Belacu Ditukar Lada” Gunakan Format Ebook
Inovasi
March 25, 2024
Muhammad Al Fikri/Kota Jambi
TIDAK seperti kenyamanan umum dalam membaca buku, Jon Afrizal, penulis buku “Belacu Ditukar Lada” lebih memilih memasarkan buku dalam format ebook. Hal ini terungkap dalam diskusi dan bedah buku “Belacu Ditukar Lada”, yang diadakan oleh Amiraacademy dan AJI Jambi, Sabtu (23/3) di Sekretariat AJI Jambi.
“Tujuannya adalah untuk mengurangi penggunaan kertas, dan menghargai pohon-pohon yang tumbuh bebas di alam dan hutan,” demikian dikatakan Jon Afrizal.
Dengan menimbang pemahaman itu, buku “Belacu Ditukar Lada”, sejauh ini belum dipasarkan bebas di toko buku fisik. Tetapi pembaca dapat membeli ebook yang dipasarkan secara luas melalui google play book store. Dengan nama penulis “Jon Afrizal” dengan judul buku “Belacu Ditukar Lada”.
Adapun linknya https://play.google.com/store/books/details/Jon_Afrizal_BELACU_DITUKAR_LADA?id=qADxEAAAQBAJ
Buku ke-delapan yang ditulis Jon Afrizal ini, katanya, adalah bonus track dari perjalanan lebih dari 20 tahun sebagai jurnalis. Kunjungan ke hutan dan dusun tak hanya menghasilkan liputan mendalam terkait lingkungan saja. Tetapi juga pembelajaran mengenai sejarah masa silam.
Dalam perjalanan panjang tersebut, Jon Afrizal mencari benang merah, menganalisa, serta mencocokkannya melalui riset. Lalu dikemas dalam sebuah buku berjudul “Belacu Ditukar Lada”.
Blackpaper (lada hitam) yang populer digunakan untuk masakan western, ternyata adalah tumbuhan yang pernah ada dan ditanam di Jambi. Kemudian dibawa ke negaranya oleh kolonial Belanda.
Mengupas isi buku tersebut, pemantik diskusi, Mareza Sutan mengajak untuk berdiskusi terkait motivasi, proses penulisan buku hingga penerbitan.
“Ini sangat menginspirasi kami, tentunya bagi Walhi. Perjalanan kami juga begitu panjang namun belum terpikir untuk membuat yang seperti ini. Saya suka sekali buku ini. Buku ini ditulis dengan cara yang bebas dan mengalir. Terima kasih telah menginspirasi kami,” kata Dwi Nanto dari Walhi Jambi.
Diskusi dan bedah buku ini dihadiri oleh jurnalis dari berbagai media, Walhi Jambi, KKI Warsi, Yayasan Setara Jambi, KPA Jambi, perwakilan dari Universitas UIN Jambi, serta Universitas Nurdin Hamzah.
“Saya mengunjungi banyak hutan dan dusun yang tersebar di Provinsi Jambi, dan juga provinsi tetangga. Dari setiap perjalanan, saya mendapatkan banyak cerita terkait sejarah tentang Jambi dari orang-orang yang dituakan. Seperti merangkai puzzle, saya hubungkan antara satu cerita dan lainnya. Sehingga, butuh riset untuk menulis buku ini,” kata Jon Afrizal.
Ia tidak sekedar mengutip literatur yang terserak di internet, namun ia mempelajari asal muasal setiap cerita dan mengaitkannya dengan yang telah terdata di Universiteit Leiden, misalnya. Juga di beberapa cetakan digital koran di masa lalu.
Sebuah tulisan berbahasa Belanda yang ia terjemahkan ke dalam Bahasa Inggris terlebih dahulu sebelum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Untuk kemudian dianalisa sesuai dengan kondisi yang pernah terjadi.
Suwandi, Ketua AJI Jambi yang membuka acara tersebut menyampaikan apresiasinya.
“Begitu banyak perjalanan kita semua, jurnalis, begitu juga NGO yang ada di Jambi ini. Dengan diskusi ini, mari kita ambil intisari untuk memotivasi kita menciptakan karya-karya terbaik,” kata Suwandi.*