Konflik Agraria, Petani Ditahan

Lingkungan & Krisis Iklim

October 6, 2025

Anggito Asmoro/Kota Jambi

Sampul buku “Petani dari Seni Bertani” karya Jan Douwe van Der Ploeg.

PADA tanggal 29 September 2025, Thawaf Ali (59), Ketua Divisi Advokasi Persatuan Petani Jambi (PPJ) ditahan di Rutan Mapolda Jambi. Penahanan ini, terkait dengan sengketa agraria di wilayah Desa Merbau Kecamatan Mendahara Kabupaten Tanjungjabung Timur.

Mengutip rilis dari Indonesia Human Right Committee For Social Justice (IHCS) Perwakilan Jambi, penahanan ini berawal pada 10 mei 2016, ketika Dullah, Kades Merbau menerima penyerahan lahan dari Sucipto Yudodiharjo selaku Ketua Kelompok Tani Merbau Jaya, kepada masyarakat Desa Merbau. Tujuan dari pemberian ini adalah untuk dimanfaatkan dan dikelola sesuai peraturan perundangan di Kementerian Kehutanan.

Lahan yang diserahkan ini adalah areal kawasan hutan dalam izin IUPHHK PT WKS. Namun, dan anggota Kelompok Tani Desa Merbau Jaya bukanlah warga Desa Merbau.

Lalu, pada tanggal 14 September 2016, atas persetujuan Dullah, dibentuklah Kelompok Tani Maju Bersama dengan tujuan untuk menggarap lahan dan mengurus izin perhutanan sosial di kementerian KLHK.

Selanjutnya, pada 24 November 2016 Kelompok Tani Maju Bersama mendapat surat dari Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Nomor: S.4517/DISHUT-22/X1/2016 sesuai surat kelompok tani nomor 001/KT/XI/2016 tanggal 10 Oktober 2016 untuk tujuan pengelolaan lahan seluas 48 hektare. Dan dari Dinas Kehutanan Provinsi Jambi menyarankan areal yang diusulkan berada pada areal IUPHHKHT PT WKS agar berkoordinasi dengan PT WKS.

Selanjutnya, pada 5 Februari 2025, personil Polhut Dishut Provinsi Jambi mendatangi lokasi perkebunan sawit yang merupakan kawasan hutan di sekitar Desa Merbau. Personil Polhut mengamankan sebanyak sekitar 2 ton Tandan Buah Segar (TBS) Sawit yang diangkut menggunakan mobil type strada dengan nomor polisi BH 8021 Z.

Budiman, Murtako, Junaidi yang sedang melakukan panen sawit mengakui sebagai orang suruhan Sucipto Yudodiharjo.

Pada 10 maret 2025 Dishut Provinsi Jambi menyampaikan Surat nomor P.09/Dishut/PPNS/III/2025 perihal permintaan keterangan terhadap Sucipto Yudodiharjo.

Tim Pendamping yang diberi kuasa oleh Kelompok Tani Maju Bersama kemudiaan melakukan inspeksi mendadak terhadap kegiatan anak buah Sucipto Yudodiharjo yang sedang melakukan panen sawit di kawasan itu.

Persoalan pun berlanjut, hingga penangkapan Thawaf Ali pada tanggal 29 September 2025. Ini karena Thawaf Ali telah dipanggil dengan panggilan yang ke-2.

Sejauh ini, telah tiga orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan.

Setelah pemeriksaan, sekitar pukul 20.00 WIB, Thawaf Ali pun ditetapkan sebagai tersangka. Ia disangkakan perkara pencurian dengan pemberatan menurut Pasal 363 ayat 1 ke 4 KUHPidana.

Namun, Thawaf Ali dan pengacaranya menolak menandatangani penetapan tersangka. Sekitar pukul 23.30 WIB Thawaf Ali digiring ke rutan Mapolda Jambi dan ditahan.

“Seharusnya, Thawaf Ali tidak ditahan. Sebab, Sucipto Yudodiharjo yang terbukti mengerahkan anak buah untuk memanen sawit ilegal dalam kawasan hutan,” kata Ketua IHCS Ahmad Azhari, kuasa hukum Thawaf Ali.

Menurutnya, Thawaf Ali adalah petani yang sedang memperjuangkan hak atas tanahnya.

“Tidak ada unsur mens rea (niat jahat) dalam tindakan Tahwaf Ali. Semntara kelompok tani bentukan Sucipto Yudodiharjo yang sebelumnya anggota kelompoknya didiskualifikasi oleh Dishut sesuai aturan Kemenhut karena warga luar Jambi,” katanya.

Sementara Thawaf Ali menempuh jalur sesuai aturan perundangan dan terus berkonsultasi dengan pihak Dishut Pemerintah dan pemangku lainnya.

Sedangkan Rudi Hartanto, Pakar Hukum Agraria Universitas Jambi menyatakan bahwa, jika objek perkara adalah sengketa tanah, maka proses pidana wajib ditangguhkan. Sehingga, penetapan tersangka terhadap Asman Tanwir dkk, yang ditangkap sebelumnya, tidak hanya tidak sah, tapi juga berpotensi melanggar hak konstitusional warga negara sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D UUD 1945.”

Sejauh ini, proses kasus ini masih bergulir.*

avatar

Redaksi