Kasus Kualum; Layanan Kesehatan Yang “Terlalu”
Hak Asasi Manusia
December 26, 2024
Jon Afrizal/Kota Jambi
Barcode layanan pengaduan RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi. (credits: rsudmth)
KUALUM (59 tahun), adalah pasien di RSUD Raden Mattaher. Ia yang berprofesi sebagai petani, tercatat menggunakan BPJS kelas III untuk operasi pada sendi lutut.
Kualum menderita cidera di kaki karena tertimpa sepeda motor, pada November 2024. Lalu, karena alasan dekat rumah, warga Kasang Pudak, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muarojambi ini berobat ke RS Bhayangkara, Kota Jambi.
Tetapi, karena RS Bhayangkara kekurangan alat, maka Kualum pun dirujuk ke RSUD Raden Mattaher untuk tindakan operasi, pada 22 November 2024.
Sejak awal Oktober 2023, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menetapkan RSUD Raden Mattaher Jambi menjadi rumah sakit rujukan regional.
Pada tanggal 23 November 2024, oleh seorang dokter, Kualum ditawarkan untuk melakukan operasi. Diagnosa: sendi lutut pasien atas nama Kualum menipis dan/atau sudah habis.
“Saat itu, dokter menawarkan kepada saya untuk memesan alat seharga IDR 35 juta dengan diskon IDR 1 juta, dan dibayar. Alat itu dipesan dari China,” katanya, mengutip Jambi Independent.
Alat itu, kata sang dokter, tidak ditanggung oleh BPJS. Sebab, pasien atas nama Kualum menggunakan BPJS kelas 3.
Adapun terkait pembayaran pemesanan dan pembelian alat yang kata sang dokter dipesan dari China itu, menurut Kualum, tidak dilakukan di kasir RSUD Raden Mattaher.
Tetapi, katanya, dibayarkan kepada orang suruhan sang dokter. Secara cash dan tanpa kwitansi, dan di tempat yang sepi.
Secara psikologi, ketika seseorang berada dalam kondisi kesusahan, maka ia akan cenderung meng-iya-kan tawaran dari seseorang yang ia percaya, yang diyakininya dapat mengeluarkannya dari kesusahan itu.
Itu yang terjadi dengan Kualum kala itu. Dan, tentu saja, ia “harus” percaya dengan keahlian dokter spesialis yang merawatnya.
“Saya ingin sembuh,” katanya.
Penganugerahan Opini Pengawasan Ombudsman RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi, 7 Pebruari 2024. (credits: rsudmth)
Alat yang dibeli itu, bernomor seri AK N00006024 DE 12mm. Tetapi, berdasarkan penelusuran di internet, tidak diketahui secara pasti apakah alat yang dimaksud adalah deker untuk sendi lutut, ataupun sejenisnya. Dan, kini pun Kualum tidak tampak menggunakan alat yang kata dokter dipesan dari China itu.
Lalu, pada tanggal yang sama, Kualum mendapatkan tindakan operasi ganti sendi tungkai bawah atau pengangkatan tempurung sendi lutut kaki bagian kiri.
Selama perawatan, menurut Kualum, dilakukan tiga kali operasi. Baik itu pemasangan maupun pelepasan dan pembersihan alat yang katanya dipesan dari China itu.
Memang, dengan menggunakan alat seharga IDR 34 juta itu, pada awalnya, Kualum dapat berdiri seperti biasa. Tetapi, selama menjalani perawatan, terdapat darah dan nanah yang keluar dari bekas area operasi.
Lanjutannya, dokter pun menyarankan kepada Kualum agar memanggil perawat untuk datang ke rumahnya. Dengan tujuan: merawat dan membersihkan lukanya. Perawat dibayar IDR 150 ribu per visit.
Dan, obat-obatan pun harus terus menerus ia beli dan konsumsi. Tentu saja, obat yang telah diresepkan.
Jika dihitung, Kualum telah mengeluarkan biaya lebih dari IDR 80 juta untuk perawatan ortopedi ini. Kualum, sekali lagi, adalah pasien BPJS Kelas III.
“Yang terjadi saat ini, kaki saya tidak dapat digerakkan. Bengkak,” katanya.
Kualum sudah bankrupt. Untuk pengobatan dan alat yang kata sang dokter dipesan dari China itu, Kualum terpaksa me-lego harta bendanya.
Kini, Kualum tidak punya biaya lagi. Tetapi, sama seperti setiap orang yang sedang sakit, Kualum ingin sembuh, dan dapat berjalan lagi seperti saat sebelum ia mendapat cidera.
Tarmizi, selaku pendamping hukum dari Kualum, mengatakan pihaknya telah melakukan somasi sebanyak dua kali kepada pihak RSUD Raden Mattaher Jambi. Somasi pertama adalah pada tanggal 20 November 2024, dan somasi kedua pada 18 Desember 2024.
Somasi ini, dengan tembusan Kementerian Kesehatan RI, DPRD Provinsi Jambi, Gubernur Jambi, Kapolda dan Dinkes Provinsi Jambi. Namun, belum menerima jawaban.
Somasi ketiga, katanya, akan segera dilayangkan. Ataupun, upaya hukum lainnya.
Ketua Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) Provinsi Jambi sekaligus Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Jambi, Deden Sucahyana, Senin (23/12) mengatakan pihaknya telah menyimpulkan, dan memberikan rekomendasi.
Pertama, pihak RSUD Raden Mattaher tidak lepas tanggung jawab terhadap kasus itu. Karena, maladministrasi dilakukan oleh oknum dokter yang bekerja di sana.
Kedua, bentuk tanggungjawab terhadap apa yang terjadi, maka RSUD Raden Mattaher diminta untuk melakukan audit medis atau audit klinis.
Terakhir, pihak RSUD Raden Mattaher diminta untuk menindak lanjuti rekomendasi dari BPRS ini, selambat-lambatnya tiga minggu setelah LHP diterima pihak RSUD.
Mengutip rsudmth, pelaksanaan perawatan dan pengobatan di RSUD Raden Mattaher berpedoman pada Permenkes nomor 59 tahun 2014 tentang “Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan”.
Lembaga Akreditasi Rumah Sakit Indonesia (LARSI) telah mensurvei akreditasi, dimana RSUD Raden Mattaher Jambi mendapatkan hasil capaian “Paripurna”, melalui SK nomor 612/A.K/LARSI/12/2022, pada tanggal 26 Desember 2022 lalu.
Paripurna, adalah predikat tertinggi yang diberikan kepada rumah sakit berdasarkan penilaian terhadap manajemen bersama dan keselamatan pasien.
Dan, sudah semestinya, Kualum mendapatkannya.*