Kaca Pecah Jendela Sekolah
Inovasi
October 7, 2023
Jon Afrizal/Semerantihan, Tebo
Anak-Anak Dusun Semerantihan sedang mengikuti pelajaran di sekolah. (photo credits : Jon Afrizal/amira.co.id)
SIANG itu, sekitar 20 orang anak sedang belajar di Kelas Jauh Dusun Semerantihan Desa Suo Suo Kecamatan Sumay Kabupaten Tebo. Beberapa dari mereka menggunakan sendal jepit, dan beberapa lainnya bertelanjang kaki.
Mereka adalah anak-anak Suku Talang Mamak. Kerabat mereka berada di Batang Gangsal Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau.
Indigenous people ini telah hidup di Dusun Semerantihan kurang lebih 100 tahun. Tidak ada catatan akurat tentang perpindahan mereka dari Batang Gangsal ke Dusun Semerantihan.
Total dari murid kelas jauh ini adalah 47 orang. Sayangnya hari ini tidak banyak yang hadir.
Sebab tadi malam telah berlangsung acara pernikahan secara adat di dusun itu. Yang berlangsung sejak dari pukul 19.00 WIB hingga pukul 01.00 WIB.
Seluruh penduduk dusun tak terkecuali anak-anak, turut hadir menyaksikan prosesi adat ini.
Kondisi Kelas Jauh Dusun Semerantihan yang memprihatinkan dan butuh rehabilitasi. (photo credits : Jon Afrizal/amira.co.id)
Begitulah, meskipun mereka berada sekitar satu hari berjalan kaki dari Dusun Semerantihan ke Batang Gangsal, tetapi adat asali tetap mereka pertahankan.
Dua lokal kelas jauh ini sendiri berinduk pada SD 167 Desa Suo Suo. Dua orang guru yang mengajar di sini pun berasal dari Desa Suo Suo.
Mungkin, ini adalah perubahan yang baik. Sebab ketika pertama kali datang ke sini, di kitaran 2014 lalu, guru hanya datang sesekali ke dusun ini.
Jalanan tanah merah dan berlumpur ketika hujan turun, menjadi batasan tersendiri bagi dusun ini. Sehingga, guru pun harus mengkaderkan warga dusun, agar pendidikan tetap berlangsung.
Bangunan sekolah di dusun yang berada di konsesi restorasi ekosistem PT Alam Bukit Tigapuluh (ABT) ini, dibangun oleh Pemkab Tebo sekitar tahun 2007, jauh sebelum PT ABT hadir.
Atau pada masa ketika mesin-mesin perusak alam yang bernama chainsaw menggasak habis pohon-pohon di buffer zone Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) ini.
Dengan usia bangunan yang lumayan lama, dan tanpa pernah direhabilitasi, adalah kewajaran jika lantai, plafon, pintu dan kaca jendela bangunan ini rusak parah.
“Pemerintah Tebo beberapa waktu lalu pernah datang meninjau ke sini. Tetapi mereka tidak menjanjikan terkait rehabilitasi bangunan,” kata Gindok, pemuka masyarakat Dusun Semerantihan.
Adalah benar; pendidikan menjadi kewajiban negara, dan menjadi hak warga negara. Seperti yang termaktub pada pasal 31 ayat 2 Undang-Umdang Dasar 1945.
Sementara itu, mengutip tribunjambi.com, Kabupaten Tebo mendapat bantuan dari APBN pemerintah pusat pada tahun 2023 dan 2024 sebanyak 20 unit sekolah yang terdiri dari tingkat SD, SMP dan MTS Negeri.
Setiap sekolah mendapatkan bantuan sebesar Rp 2 miliar. Tetapi, belum diketahui secara pasti apakah kelas jauh Dusun Semerantihan termasuk didalamnya.
Sejauh ini, sebagai pemegang izin konsesi restorasi ekosistem, PT ABT telah memberikan bantuan berupa bangku dan kursi sekolah, juga termasuk ransum makanan tambahan secara berkala.
Juga memberikan bantuan biaya sekolah kepada dua orang warga Dusun Semerantihan yang belajar di universitas, lalu SMA (1), SMP (8) dan murid-murid SD (47).
Tetapi, mereka adalah juga orang-orang yang menjaga paru-paru dunia. Penjaga hutan yang masih tersisa di Bukit Tigapuluh.
Sehingga, adalah kewajiban bagi banyak orang yang membutuhkan udara bersih untuk peduli terhadap mereka.*