Fallen Angel Dan Adum Racun
Inovasi
April 11, 2025
Junus Nuh

Lukisan Turki Persia sekitar tahun 1703 yang menggambarkan malaikat Harut dan Marut yang dihukum dengan cara digantung di atas sumur, tanpa rambut dan sayap. (credits: Wiki Commons)
“Keesokan harinya, Harut dan Marut menyesali perbuatan mereka tetapi tidak dapat naik ke surga lagi karena dosa-dosa mereka, karena hubungan mereka dengan para malaikat telah putus. Setelah itu, Allah bertanya kepada mereka, apakah hukuman mereka akan diberikan di dunia ini atau di akhirat. Mereka memilih untuk dihukum di bumi dan karenanya dikirim ke Babel sebagai ujian, mengajarkan manusia ilmu sihir namun tidak tanpa memperingatkan mereka bahwa itu hanyalah godaan.” Hanan Jaber – “The Book of Watchers and Jubilees”
KETIKA itu, para malaikat mengeluhkan perilaku buruk manusia dan mengajukan permohonan untuk membinasakan mereka. Sehingga, Allah memberikan sebuah ujian untuk menentukan apakah para malaikat akan berbuat lebih baik atau tidak, dalam jangka waktu yang lama.
Disinopsiskan, para malaikat diberikan dorongan hawa dan nafsu yang mirip dengan manusia, dan setan berkuasa atas mereka.
Selanjutnya, para malaikat pun, kemudian, memilih dua di antara mereka.
Namun, setelah berada di bumi, kedua malaikat ini berubah perilaku. Mereka terlalu menghibur diri dan bertindak berdasarkan hasrat seksual.
Mereka menjadi berdosa karena penyembahan berhala, di mana mereka bahkan membunuh saksi atas tindakan mereka yang tidak bersalah.
Karena perbuatan mereka, mereka tidak diizinkan untuk naik ke surga lagi.
Harut dan Marut, dalam tradisi Islam, adalah sepasang malaikat yang secara kias dinarasikan dalam Surat Al Baqarah ayat 102.
Mereka berdualah yang mengajarkan sihir kepada manusia. Dan, selanjutnya, mereka menganjurkan penggunaan sihir kepada manusia.
Nama Harut dan Marut, berkemungkinan, berasal dari masa tradisi Zoroaster dan berasal dari dua orang Amesha Spentas yang disebut Haurvatat dan Ameretat.
Dalam tradisi Kristen, keduanya dikenal dengan sebutan: Fallen Angels.
Sihir atau ilmu hitam (black magic) telah hadir sejak lama di peradaban manusia.
Satu dari sekian banyak ilmu hitam itu, pun melekat pada masyarakat Melayu. Satu diantaranya, adalah Adum Racun.

Ilustrasi racun. (credits: pexels)
Ada banyak nama untuk Adum Racun itu. Seperti; kuman, tabung racun dan lainnya.
Adum, adalah sejenis racun yang ditaburkan ke makanan. Demikian dinarasikan para orangtua.
Adum, adalah “warisan” dari nenek moyang yang tidak dapat ditolak oleh keturunanya. Ini adalah klausal utama, yang sering didengar di kalangan masyarakat Melayu.
Dan, tidak juga dapat untuk disangkal, jika Adum masih ada hingga hari ini. Meskipun, dengan skala yang jauh berkurang, jika dibanding dengan era lampau.
Beberapa orang mengkisahkan bahwa Adum Racun juga digunakan di era peperangan dengan kolonial Belanda. Meskipun, sangat lemah secara informasi modern, karena, lagi lagi, tidak ada catatan tertulis tentang itu.
Beberapa kisah menyebutkan bahwa Adum disimpan di sebuah kotak kecil. Beberapa lainnya menyebutkan bahwa Adum “diletakan” bertumbuh di tempat-tempat seperti batang kayu, kayu yang telah mati, tumbuhan pakis-pakisan (Tracheophyta), pohon jeruk purut (Citrus × hystrix DC.), dan sejenisnya.
Adum Racun, berbentuk seperti sekumpulan hewan kunang-kunang (Photuris lucicrescens). Dan, sama, Adum akan mengeluarkan sinar di malam hari. Sinar berwarna biru, ungu, merah atau kuning.
Sulit untuk menjelaskan secara literatur tertulis. Sebab, memang belum didapatkan catatan khusus terkait Adum. Meskipun, bagi sesiapa yang “telah memasuki” dunia mistic dan magic, akan memahami ini.
Adum menyebar secara menyeluruh di banyak wilayah di Provinsi Jambi. Dari hulu ke hilir, dari hutan ke pantai, dan dari gunung menuju ke pesisir.
Tumenggung Tarib, Suku Kubu Bukit Duabelas mengatakan bahwa kelompok indigenous people ini memahami “Hukum Pucuk Undang Nang Delapan”. Sebuah hukum adat istiadat, yang namanya hampir mirip ataupun diadopsi dari budaya Minangkabau.
Pada hukum yang ke-8, disebutkan terkait tabung racun. Yakni; tidak boleh menganiayai atau membuat orang lain sakit dengan cara mistik berupa racun atau adum.
Jika itu dilanggar, maka akan didenda sebanyak 500 keping (helai) kain (panjang) jarik.
Jika orang yang sakit terkena racun itu pergi berobat dan sembuh, maka dendanya dibayar minimal 250 keping kain (separuh bangun). Tetapi, jika orang yang sakit itu telah pergi berobat namun tetap meninggal dunia, maka pelaku akan didendanya sebesar 500 keping kain (sebangun).

Ilustrasi neraka. (credits: pexels)
Dikarenakan pemiliknya selalu bersifat rahasia, maka jika terdapat kematian-kematian yang tidak wajar, masyarakat kerap saling tuduh. Meskipun, secara hukum sulit untuk dibuktikan.
Beberapa cerita menjelaskan, bahwa, jika seseorang mewariskan Adum, maka asap yang ditimbulkan dari tungku perapian di dapurnya, adalah, mengarah lurus ke atas. Dan, tidak menyebar sebagaimana asap di dapur orang biasa.
Adum, terkadang memiliki target. Tapi, lebih banyak acak.
Sebab, kuman atau racun hidup, harus selalu diberi makan secara berkala. Jika tidak, maka kuman akan memangsa si pemilik.
Sobri dalam “Reaksi Sosial Masyarakat Terhadap Fenomena Ilmu Hitam Pangarasa” menyebutkan bahwa masyarakat di Pasaman, Sumatera Barat mengenal “Pangarasa”. Yakni “rasa” (ramuan magic) yang telah diracik oleh “pangarasa” (pelaku) yang ditaburkan pada makanan. “Pangarasa” dapat menghilangkan nyawa seseorang jika ia tertelan makanan yang telah ditaburi dengan “rasa”.
“Pangarasa” umumnya, banyak ditemui pada saat momen-momen keramaian. Seperti beralek (pesta), dan sebagainya. Ketika banyak makanan dihidangkan, dan hanya sedikit mata yang dengan teliti untuk terus menerus mengawasi makanan.
Sehingga, target dari ramuan magic itu bersifat acak. Dan siapa saja dapat terkena “Pangarasa”, jika secara kebetulan makanan yang termakan terdapat taburan dari “rasa”.
Cara kerja dari racun “rasa” diyakini menyerang organ-organ vital. Seperti; jantung dan paru-paru. Dampak dari racun “rasa” biasanya akan dirasakan oleh korban beberapa hari setelah mengkonsumsi makanan yang telah terkontaminasi “rasa”. Gejala-gejala umum yang dirasakan biasanya, adalah; sesak nafas, batuk berdarah serta gagal jantung.
Adapun ciri-ciri makanan dan minuman yang telah dimasukan racun hidup, adalah; jika itu air di dalam gelas maka pada bagian bawah gelas akan sangat dingin dan bagian atas akan sangat panas. Atau malah sebaliknya.
Jika itu makanan, maka ketika masuk ke mulut, bagian langit-langit mulut akan merasakan sesuatu yang liat dan licin.
Terkadang, terdengar cerita, bahwa pemilik Adum “salah” ketika memilih sasaran. Gelas atau piring yang telah dimasukkan kuman, tiba-tiba pecah di tangan seseorang. Tentu, seseorang yang juga memiliki ilmu.
Mungkin itu “ilmu putih” untuk kebajikan, ataupun “ilmu hitam” untuk kejahatan, yang kira-kira sebandig atau lebih tinggi stratanya dari si pemilik Adum.
Tak jarang pula terdengar, bahwa Adum diletakan pada hewan. Seperti katak, misalnya. Jadi, ketika seseorang menyentuh katak itu, seperti mengusir, membunuh ataupun menggilasnya dengan kendaraan, maka ia akan terkena Adum.
Adapun orang yang terkena Adum, akan menderita.
Beberapa menyebutkan ia akan langsung tewas. Sementara beberapa yang lainnya menyebutkan bahwa ia akan mengalami sakit lunglai tak berdaya hingga lama, dan akhirnya meninggal.
Beberapa orang menyebutkan, bahwa Adum hanya dapat ditangkal oleh pemiliknya. Sehingga, jika seseorang terkena Adum, maka jika ia ingin sembuh, ia harus minta disembuhkan oleh pemilik Adum.
Tentu saja, akan banyak rentetan pertanyaan lanjutan. Tapi, yang diketahui oleh orang Melayu pada umumnya, adalah, bahwa yang kasat mata itu adalah ada, meskipun tidak terlihat.
Sehingga, demikian pesan orang-orangtua, berhatilah-hatilah di tempat orang.
Jangan salah berkata dan salah bersikap.*

