“Undeclared War”, Ambisi Soekarno Terhadap Malaysia
Daulat
September 30, 2025
Jon Afrizal

“Tugu Dwikora” di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. (credits: Google Images)
FEDERASI Malaysia dideklarasikan pada 16 September 1963. Pada saat yang sama, “Cold War” sedang berlangsung di dunia.
Indonesia berada di bawah bayang-bayang Blok Timur Tiongkok dan Uni Soviet. Sementara Malaysia, yang adalah koloni Inggris, berada di Blok Barat dengan sekutu Inggris.
Dua negara yang berada di dalam satu rumpun keturunan (Melayu) sedang berkonfrontasi. Dalam sebuah arena peperangan “Blok Barat dan Blok Timur”.
Soekarno, dengan ambisi politiknya, mulai mengobarkan semangat seluruh rakyat Indonesia, untuk: “Ganyang Malaysia”. Konfrontasi pun dimulai, sebuah “konflik” yang bahkan tidak pernah dinyatakan secara resmi sebagai: perang.
Konfrontasi yang berlangsung selama 3 tahun, 6 bulan, 3 minggu, dan 1 hari.
Linda Sunarti dalam “Never Ending Brotherhood? Seeking Peace Solutions of Indonesia – Malaysia Confrontation, 1963-1966” menyatakan bahwa karena latarbelakang kepentingan nasional yang berbeda, telah membuat Indonesia dan Malaysia berada dalam dua kubu yang berlawanan.
Persepsi Soekarno yang anti-Barat dan Tunku Abdul Rahman yang pro-Barat telah membuat hubungan dua negara tetangga ini berada di titik nadir. Dan, hampir mengarah pada perang terbuka, pada tahun 1963 hingga 1965.
Dan, Amerika Serikat sangat berhati-hati bersikap. Jika, Amerika Serikat terlihat terlalu mendukung Malaysia, maka Indonesia akan semakin jauh dari pengaruh Blok Barat.

Tentara Indonesi yang tertangkap di Malaysia. (credits: Australian War Memorial)
Konflik dua negara tetangga ini terjadi adalah pada saat pembentukan dan penyatuan Malaysia Barat dengan koloni Inggris di Sabah dan Sarawak (British Borneo atau Malaysia Timur) dengan nama Federasi Malaysia pada tanggal 16 September 1963.
Ahmad Ridzuan Wan Chik, “Konfrontasi” menyebutkan bahwa deklarasi Federasi Malaysia menyebabkan Soekarno menentang Malaya, Brunei, Sabah dan Sarawak, dan berupaya menghidupkan kembali semangat anti-kolonial.
Inggris yang “menarik diri” dari Asia Tenggara mencoba untuk mengkonsolidasikan pemerintahannya di Kalimantan dengan Semenanjung Malaya untuk membentuk Federasi Malaysia.
Sebelumnya, pada tahun 1961, Borneo (Kalimantan) dibagi menjadi empat wilayah administrasi. Yakni; Kalimantan, di wilayah selatan. Sementara wilayah utara adalah Brunei, dan Sarawak dan Sabah.
Menurut Soekarno, Malaysia adalah bentukan Inggris, dan pembentukan Malaysia hanya akan memberikan kekuatan kepada kolonial Inggris di Pulau Kalimantan. Sehingga menimbulkan ancaman besar bagi kemerdekaan Indonesia.
Indonesia mendapat dukungan dari Filipina. Filipina juga mengklaim wilayah Sabah, dan bahwa Sabah secara historis adalah bagian dari Kesultanan Sulu.
Di atas kertas, sejak awal, Filipina dan Indonesia secara resmi setuju dengan usulan pembentukan Malaysia. Terutama ketika distrik-distrik yang menghadapi konflik telah membuat pilihan dalam referendum yang diselenggarakan oleh PBB.
F Efantino dalam “Ganyang Malaysia: Hubungan Indonesia Malaysia sejak konfrontasi sampai konflik Ambalat” menyebutkan bahwa sebelum deklarasi Federasi Malaysia, Tunku Abdul Rahman telah melakukan pendekatan dengan Indonesia dan Filipina.
Namun, sikap politik Soekarno berubah, kemudian. Ia memutuskan hubungan dipomatik, politik, ekonomi, dan sosial dengan Federasi Malaysia, hanya sehari setelah deklarasi Federasi Malaysia.
Pun begitu pula dengan Filipina. Meskipun, Filipina tidak mengkampanyekannya di dunia internasional.
Selanjutnya, pada tanggal 20 Januari 1963, Soekarno mendeklarasikan “Ganyang Malaysia”. Rakyat dan militer Indonesia dimobilisaisi oleh Soekarno pada konflik ini.
Pada apel besar sukarelawan di Jakarta, 3 Mei 1964, Soekarno menjelaskan tentang Dwikora (Dwi Komando Rakyat). Yakni; memperkuat ketahanan revolusi Indonesia, dan, membantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Serawak, dan Sabah.

Suasana rapat umum “Samudera Setia Kawan Revolusi Rakyat Kalimantan Utara” untuk menentang Federasi Malaysia, di Jakarta tanggal 23 Desember 1962. (credits: ANRI)
Dan kemudian, “Ganyang Malaysia” juga disebut dengan nama “Operasi Dwikora”.
Malaysia, dengan sejarah panjang kolonialisme Inggris, pun melakukan koalisi dengan Inggris, dan dengan bantuan tentara sekutu, yakni Australia, dan Selandia Baru, bersatu dalam menghadapi konfrontasi yang dilancarkan Indonesia.
Pertempuran tercatat terjadi di perbatasan Indonesia-Malaysia di Pulau Kalimantan. Tercatat sebanyak 590 korban jiwa di Indonesia, dan, 114 korban jiwa dari pihak tentara sekutu selama konfrontasi terjadi.
Pada 1964, Soekarno (Indonesia), Tengku Abdul Rahman (Malaysia), dan Diosdado Macapagal (Filipina) bertemu di Tokyo. Tapi, pertemuan tidak memberikan hasil perdamaian.
Konflik semakin meningkat, dan berujung pada keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB pada tanggal 1 Januari 1965. Atas tudingan bahwa PBB tidak independen dalam melihat persoalan kolonialisme.
Dan, selanjutnya, memang, pada tanggal 7 Januari 1965, PBB menerima Malaysia sebagai anggota tidak tetap.
Partai Komunis Indonesia (PKI) tengah mencari pengaruh politik di Indonesia. Konfrontasi dengan Malaysia adalah bagian dari agitasi dan propaganda yang telah diterapkan.
Pun, para simpatisan komunis di wilayah Brunei, Sarawak dan Sabah sedang melakukan upaya yang sama. Mereka sedang mengupayakan untuk mendapatkan pengaruh politik.
Namun, kejadian Gerakan 30 September di Jakarta telah mengubah segalanya. Peta politik dalam negeri Indonesia berubah total. Para anggota dan simpatisan komunis ditangkap dan PKI dinyatakan sebagai partai terlarang.
Konfrontasi Indonesia dengan Malaysia, secara otomatis terhenti.
Pada 28 Mei 1966, di Konferensi Bangkok, disepakati bahwa konflik antara Indonesia dan Malaysia telah selesai. Dan dilanjutkan dengan “Perjanjian Perdamaian” antara Indonesia dan Malaysia pada tanggal 11 Agustus 1966.
“Konfrontasi politik”, bagaimanapun, telah berakhir.*

