Waspadai Perdagangan Liar Burung Berkicau

Lingkungan & Krisis Iklim

December 4, 2025

Jon Afrizal/Kota Jambi

Modus operandi yang digunakan peburu lokal untuk menangkap burung di Hutan Harapan. (credits: FLIGHT)

PERDAGANGAN liar burung berkicau masih terjadi di Indonesia. Terutama di Pulau Sumatra, perburuan liar di lakukan di kawasan-kawasan hutan. Satu di antaranya, adalah, kawasan “Hutan Harapan”.

Marison Guciano, Direktur Eksekutif FLIGHT Protecting Bird, menyatakan modus operandi yang dilakukan oleh pelaku perburuan burung berkicau umumnya adalah dengan menggunakan pulut yang terbuat dari campuran getah karet dan lem tikus. Selain itu, juga menggunakan seekor burung hidup yang diikat pada ranting pohon sebagai umpan.

“Kicauan burung yang digunakan sebagai umpan, untuk mengundang burung lain untuk datang. Burung yang datang kemudian dijebak oleh pulut yang telah diolesi di ranting-ranting pohon,” katanya di Kota Jambi, Senin (1/12).

Pihaknya telah menganalisa sebanyak empat kelompok peburu lokal. Kemudian, para peburu lokal ini juga memasok untuk 41 pedagang di Provinsi Jambi.

Menurutnya, penyitaan burung kicau terbanyak terjadi Sumatra, yaitu 73 persen dari seluruh penyitaan di Indonesia, selama tiga tahun terakhir ini. Di Pulau Sumatra, katanya, penyitaan burung kicau terbanyak terdapat di Provinsi Lampung.

“Burung-burung berkicau ini disita saat akan diselundupkan menuju ke Pulau Jawa,” katanya. 

Udang punggung merah (Ceyx rufidosa). (credits: Hutan Harapan)

Menurutnya, dari tiga insiden penangkapan, terdata sebanyak 39 jenis burung berkicau dengan jumlah 868 ekor yang berasal dari kawasan “Hutan Harapan”.

Flight mencatat sepanjang tahun 2022 hingga 2024 telah dilakukan sebanyak 801 kasus penyitaan. Terdata juga sebanyak 193.111 individu satwa liar. Dan, 172.158 individu burung (89,15 persen), dimana 166.733 individu burung kicau (96,84 persen).

Fadlurahman, Koordinator Biodiversity dan Monitoring PT Restorasi Ekosistem Indonesia (Reki), selaku pengelola kawasan “Hutan Harapan”, menyatakan terdata sebanyak 313 spesies burung dari 66 family, dimana 138 jenis adalah burung berkicau yang berasal dari 29 family.

Agung Nugroho, Kepala Balai Konservasi Sumber daya ALam (BKSDA) Provinsi menyatakan keberadaan burung berkicau telah diatur pada Undang-Undang nomor 32 tahun 2024 tentang “Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya” (KSDAE), terutama Pasal 21. Pelaku, diancam pidana minimal 3 hingga 15 tahun penjara.

“Burung adalah penyeimbang ekosistem dan bioindikator perubahan ekosistem,” katanya.

Sehingga, atas peran itu, maka burung wajib dilindungi.*

avatar

Redaksi