Sikap Seorang Pemimpin Menurut Adat Melayu Jambi

Resonansi

November 30, 2023

Fachruddin Saudagar*

(: Etsy)

ADAT Melayu Jambi telah mensyaratkan sebanyak enam sikap yang harus dimiliki seseorang jika menjadi pemimpin. Selain itu, juga terdapat tujuh tanda yang menjelaskan pemimpin tidak (lagi) disenangi rakyatnya.

Keenam persyaratan untuk menjadi seorang pemimpin itu dimulai dengan  sikap  “Jujur dan adil”. Artinya menjunjung tinggi cupak dan gantang; sedekuk bak batu di pulau, sedencing bak besi dipalu, seilmu bak kuaw lanting, tudung-menudung bak daun sirih, jahit menjahit bak daun petai, jangan bak tanduk diikat silang siur.

Sikap yang kedua adalah “Cerdik”. Artinya idak membuang kawan, gemuk idak membuang lemak, tukang idak membuang kayu, gedang idak melando, panjang idak melilit.

Sementara sikap yang ketiga adalah “Pandai”. Artinya meletakan sesuatu pada tempatnya; orang buto peniup lesung, orang pekak pelepas bedil, orang lumpuh penunggu rumah, orang patah pengejut ayam, orang buruk pelantun dune, kain baju peneding miang, emas perak peneding malu, Idak ado beras atah dikisai.

Sikap yang keempat adalah “Menjunjung kebenaran”. Artinya bekato benar bejalen lurus, memakai suci memakan halal.

Sedangkan sikap yang kelima adalah “Arif Bijaksana”. Artinya bejalan dulu selangkah, bekato dulu sepatah, netak mutus, makan ngabisi.

Adapun sikap yang terakhir adalah “Tempat Betanyo”. Artinya  pergi tempat betanyo, balik tempat beberito.

Selain enam sikap ini, terdapat juga tujuh tanda terkait pemimpin yang tidak (lagi) disenangi oleh rakyatnya. Tanda-tanda itu mengacu kepada sloko adat Melayu Jambi.

Tanda yang pertama adalah “Pimpinan Di Ujung Tanjung”. Yakni pimpinan yang suka mengambil muka, berdusta dan berdiri di atas penderitaan teman, dan suka mengaku sebagai pahlawan.

Lalu, tanda yang kedua adalah “Pimpinan Ayam Gedang”. Yakni pimpinan yang suka menonjolkan tuahnya atau kemampuannya. Padahal tak ubahnya seperti ayam berkotek saja tak pernah bertelur. Ia adalah pimpinan elok bungkus pengikat kurang.

Tanda  yang ketiga adalah “Pimpinan Buluh Bambu”. Yakni pimpinan yang mengutamakan penampilan luar, kosong di dalam, namun hilir mudik membanggakan dirinya sebagai seorang pimpinan.

Sedangkan tanda  keempat adalah “Pimpinan Ketuk-Ketuk”. Yakni pimpinan yang tidak memiliki keberanian membela masyarakat; ia akan berbuat bilamana didesak.

Sementara tanda yang kelima adalah “Pimpinan Busuk Aring”. Yakni pimpinan berhati licik, curang, serakah, melilit orang, korup, kadangkala mau menjual keluarga dan sahabatnya.

Tanda yang kelima adalah “Pimpinan Pisak Celano”. Yakni pimpinan yang suka kawin cerai, bila melihat wanita cantik maka hatinya tergiur untuk mengawininya kemudian ia ceraikan.

Tanda  terakhir adalah “Pimpinan Tupai Tuo” Yakni pimpinan berhati minder atau rendah diri, dan tidak berani tampil ke gelanggang.*

*Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di blog pribadi alm. Fachruddin Saudagar. Dan kami terbitkan kembali, sebagai upaya untuk memberikan pemahaman yang utuh terhadap sejarah, budaya dan tradisi Jambi. (Redaksi)

avatar

Redaksi