Protes Suku Aborigin Di Australia Day

Hak Asasi Manusia

January 29, 2024

Jon Afrizal

Penduduk asli Australila, suku-suku Aborigin menolak peringatan Austalia Day, dan menyebutnya sebagai “Invasion Day”. (credits : democracynow)

DUA monumen yang melambangkan masa lalu kolonial Australia dirusak di Melbourne. Dua monumen itu adalah Patung perwira angkatan laut Inggris James Cook, yang pada tahun 1770 memetakan pantai Sydney, digergaji pada bagian pergelangan kaki. Monumen kedua, yakni monumen Ratu Victoria, disiram cat merah.

Perusakan itu terjadi pada Kamis (25/1). Sementara pada 26 Januari, adalah Australia Day, yang oleh pemerintah Australia dinyatakan sebagai hari resmi kebangsaan.

“Hari nasional ini adalah kesempatan bagi warga Australia untuk – berhenti sejenak – dan merenungkan segala sesuatu yang telah kita capai sebagai sebuah bangsa,”  kata PM Australia, Anthony Albanese, mengutip associatepress.

Kenyataannya, meskipun telah diberlakukan sejak tahun 1808, Australia Day yang menandai datangnya 11 kapal Inggris yang membawa narapidana di Port Jackson di Sydney pada tanggal 26 Januari 1788 ini, tetap menuai protes dari penduduk asli hingga hari ini.

Suku-suku Aborigin, sebagai penduduk asli Australia, telah sejak tahun 1938 menolak penetapan Australia Day. Didorong oleh Australian Native’s Association (ANA), penolakan ini berubah penyebutan menjadi Invasion Day (hari penjajahan) dan dinyakan sebagai Hari Berkabung bagi suku-suku Aborigin.

Penduduk asli Australia dan Penduduk Pribumi Selat Torres, menurut sensus Biro Statistik pada tahun 2021 mewakili 3,8 persen dari 26 juta penduduk Australia. Penduduk asli, dapat disebut sebagai “minoritas yang paling dirugikan” di negara Australia.

Ketegangan meningkat setelah pemilih Australia pada bulan Oktober dengan tegas menolak referendum untuk membentuk komite advokasi untuk memberikan nasihat kepada parlemen mengenai kebijakan yang berdampak pada penduduk asli.

Pemerintah Austalia telah mengusulkan perubahan konstitusi pertama sejak tahun 1977 sebagai langkah maju dalam hak-hak masyarakat adat.

Bagi banyak aktivis, Australia Day menandai awal dari periode diskriminasi dan pengusiran berkelanjutan terhadap masyarakat adat dari tanah mereka; tanpa alasan, dan tanpa perjanjian.

Pemuka suku Aborigin,  Adrian Burragubba mengutip  democracynow, berupaya untuk menghapus hari ini.

“Australia Day tidak berarti apa-apa bagi suku-suku Aborigin. Hari ini, seharusnya menjadi hari kedaulatan Aborigin. Saat Inggris datang ke sini, kami harus selalu menginformasikan kepada publik, bahwa kami hidup berdasarkan hukum kami, dan kami masih menjalankan hukum kami. Dan hukum ada di negeri ini,” katanya.

Pada tanggal 26 Januari 1788, Kapten Arthur Phillip mengklaim secara resmi koloni New South Wales di bawah Britania Raya. Sejak tahun 1808, tanggal itu telah diperingati sebagai hari resmi. Pada tahun 1888, semua ibu kota negara bagian di Australia (selain Adelaide) memperingati Hari Australia. Dan pada tahun 1994, tanggal ini ditetapkan sebagai hari resmi kebangsaan Austalia.

“Tanggal 26 Januari melambangkan hari dimana mitos Terra Nullius dikembangkan di negara ini,” kata petugas keterlibatan Aborigin Kota Fremantle, Brendan Moore, mengutip bbc.

Ini mengacu pada konsep hukum yang digunakan Inggris untuk menetap di Australia, yang menyatakan bahwa Australia adalah “tanah milik tidak ada satu”.

“Masih banyak orang yang belum mengerti apa maksudnya. Tapi ini adalah awal dari berakhirnya banyak cara hidup Aborigin,” katanya.

Untuk itu, katanya, pemerintah Australia memerlukan pengungkapan kebenaran di negara ini. Dan tidak saling menyalahkan masa lalu, dan bangga dengan budaya suku asli.

Hari resmi kebangsaan yang juga menuai protes penduduk asli, adalah Canada Day pada tanggal 1 Juli. Canada Day, terhitung sejak tahun 2017, menuai kritik dari penduduk asli di Kanada, dan menyebut hari itu sebagai perayaan penjajahan Inggris atas tanah adat penduduk asli Kanada.*

avatar

Redaksi