Myanmar, Delapan Dekade Perang Saudara

Hak Asasi Manusia

April 8, 2025

Junus Nuh

Bangunan di wilayah Mandalay, Myanmar tengah, yang rusak setelah gempa 7,7 skala richter. (credits: UNICEF)

GEMPA berkekuatan 7,7 skala richter yang mengguncang Sagaing, Myanmar, pada Jum’at (28/3) juga terasa di negara-negara tetangga. Kerusakan terjadi di Mandalay, sebagai kota terbesar kedua di Myanmar, dan, ibukota Maynmar, Nay Pyi Taw, yang berjarak lebih dari 241 kilometer.

Pemerintaha Junta militer Myanmar menyebutkan sebanyak 1.644 orang tewas dan banyak lagi yang diyakini terjebak di bawah reruntuhan. Demikian mengutip BBC.

Gempa ini terjadi setelah empat tahun perang saudara di Myanmar (2021 – 2025) yang menyusul kudeta militer pada tahun 2021.

Bahkan sebelum terjadinya gempa, mengutip AP, lebih dari 3 juta orang di negara itu telah mengungsi. Serta ratusan ribu terputus dari program makanan dan kesehatan vital.

Ini adalah akibat dari perang saudara empat tahun yang merusak yang diklaim oleh kelompok-kelompok internasional telah mentargetkan warga sipil tanpa pandang bulu.

The United Nations World Food Programme (WFP) mengatakan bahwa sebagian besar jatah makanan yang saat ini didistribusikan di Myanmar akan terputus pada bulan April 2025, di saat negara ini berada dalam kondisi putusa asa menghadapi krisis kemanusiaan.

Satu kamp pengungsi di Myanmar. (credits: UNICEF)

WFP menyatakan sebanyak 15,2 juta orang, hampir sepertiga dari total populasi, tidak dapat memenuhi kebutuhan makanan harian minimum mereka, dan sekitar 2,3 juta menghadapi tingkat kelaparan darurat.

Menurut WFP, organisasi ini membutuhkan USD 60 juta untuk melanjutkan bantuan pangan di Myanmar dan meminta para mitra untuk mengidentifikasi dana tambahan.

Sebab, dana yang ada saat ini, hanya untuk membantu 35.000 orang yang paling rentan. Termasuk anak-anak di bawah usia 5 tahun, wanita hamil dan menyusui, dan orang-orang yang hidup dengan cacat.

Gempa ini terjadi setelah empat tahun perang saudara di Myanmar yang menyusul kudeta militer pada tahun 2021. Kudeta tersebut memicu protes besar-besaran, dengan ribuan orang turun ke jalan setiap hari, menuntut pemulihan pemerintahan sipil.

Apa yang awalnya dimulai sebagai kampanye pembangkangan sipil terhadap kudeta militer, segera berkembang menjadi pemberontakan secara luas yang melibatkan kelompok pro-demokrasi dan pemberontak etnis. Pada akhirnya, telah memicu timbulnya perang saudara skala luas.

Empat tahun setelah itu, pertempuran sengit terus berlanjut antara militer dengan tentara etnis dan kelompok perlawanan bersenjata.

Junta militer Myanmar, yang telah menderita kekalahan terus-menerus dan memalukan serta kehilangan sebagian besar wilayah, semakin mengandalkan serangan udara untuk menghancurkan perlawanan terhadap kekuasaannya.

Tentara etnis dan berbagai kelompok perlawanan kini menguasai sekitar 42 persen daratan negara Myanmar. Sementara sebagian besar wilayah sisanya masih diperebutkan.

Junta militer Myanmar terus mengebom wilayah-wilayah yang mereka anggap “musuh”, menyusul terjadinya gempa bumi besar di sana.

Desa Dhammatha, Kyaikmaraw, Myanmar yang diserang oleh junta militer pada tahun 2024. (credits: wiki commons)

Sebagian besar wilayah Sagaing, sebagai episentrum gempa, kini berada di bawah kendali kelompok perlawanan pro-demokrasi.

PBB menyebutkan bahwa serangan junta militer Myanmar ini sebagai “benar-benar keterlaluan dan tidak dapat diterima”.

Junta militer memiliki keunggulan dalam pertempuran udara. Sedangkan kelompok perlawanan tidak memiliki kapasitas untuk melawan balik serangan udara.

Junta militer memiliki sejarah melakukan pengeboman udara tanpa pandang bulu yang telah menghancurkan sekolah, biara, gereja, dan rumah sakit. Dalam satu serangan udara paling mematikan, lebih dari 170 orang tewas, termasuk banyak wanita dan anak-anak.

Badan PBB yang menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia di negara itu telah memperingatkan bahwa; junta militer telah melakukan kejahatan perang, dan, kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap rakyatnya sendiri.

Peperangan udara militer terus terjadi berkat dukungan berkelanjutan dari Rusia dan Cina. Meskipun PBB menyerukan embargo senjata sebagai tanggapan atas kudeta, baik Cina maupun Rusia telah menjual jet tempur canggih kepada junta militere, dan memberikan pelatihan tentang cara menggunakannya.

Perang saudara Myanmar juga disebut: perang saudara Burma. Pemerintah Persatuan Nasional yang diasingkan, dan organisasi etnis bersenjata utama menolak Konstitusi 2008 dan menyerukan negara federal yang demokratis.

Selain melibatkan aliansi ini, pemerintah yang berkuasa dari Dewan Administrasi Negara (SAC), juga bersaing dengan pasukan anti-SAC lainnya di daerah-daerah di bawah kendalinya. Para pemberontak dibagi menjadi ratusan kelompok bersenjata yang tersebar di seluruh negeri.

Kudeta di Myanmar terjadi pada pagi hari tanggal 1 Februari 2021. Ketika Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), partai yang berkuasa di negara Myanmar, digulingkan oleh Tatmadaw, militer Myanmar, yang kemudian memberi kekuasaan dalam junta militer.

Peta Burma (Myanmar) tahun 1948. (credits: wiki commons)

Penjabat Presiden Myanmar Myint Swe memproklamirkan keadaan darurat selama setahun dan menyatakan kekuasaan telah dipindahkan ke Panglima Tertinggi Layanan Pertahanan Jenderal Senior Min Aung Hlaing.

Sementaraa, kekuasan yang digulingkan; Presiden Win Myint dan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi ditahan, bersama dengan para menteri, deputi mereka, dan anggota parlemen.

Sejak terhadinya kudeta, PBB menyebutkan bahwa 17,6 juta orang di Myanmar membutuhkan bantuan kemanusiaan, sementara 1,6 juta orang mengungsi secara internal, dan lebih dari 55.000 bangunan sipil telah hancur.

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (UNOCHA) mengatakan bahwa lebih dari 40.000 orang telah melarikan diri ke negara-negara tetangga, seperti Bangladesh, India dan Thailand.

Myanmar telah terlibat dalam konflik bersenjata sejak tahun 1948. Ketika negara itu, yang saat itu dikenal sebagai Burma, memperoleh kemerdekaan dari Inggris.

Konflik sebagian besar berbasis etnis, dengan organisasi etnis bersenjata memerangi angkatan bersenjata Myanmar, Tatmadaw, untuk penentuan nasib sendiri.

Meskipun gencatan senjata banyak dilakukan, dan pembentukan zona otonom yang dikelola sendiri pada tahun 2008, tetapi, kelompok-kelompok bersenjata terus menyerukan kemerdekaan, peningkatan otonomi, atau federalisasi Myanmar.

Sehingga, Perang Saudara Myanmar adalah perang saudara terlama di dunia. Yang mencakup hampir delapan dekade.*

avatar

Redaksi