MoU Perhutanan Sosial Untuk Mengurai Konflik Sosial

Daulat

October 27, 2023

Jon Afrizal/Tanjung Mandiri, Batanghari

Dua orang perambah yang kedapatan sedang berkegiatan menanam bibit sawit di areal restorasi ekosistem Hutan Harapan di kawasan Sungai Jerat, Rabu (25/10). (photo credits: Jon Afrizal/amira.co.id)

KELOMPOK Tani Hutan (KTH) Pematang Telang yang berada di Dusun Tanjung Mandiri Desa Bungku Kabupaten Batanghari tinggal selangkah lagi untuk menandatangani MoU Perhutanan Sosial (PS) dengan PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI), pengelola Hutan Harapan. MoU ini adalah upaya bersama untuk mengurai konflik yang terjadi di sana.

Dusun Tanjung Mandiri berada di dalam kawasan yang telah ditetapkan pemerintah sebagai areal restorasi ekosistem. Namun, adanya pihak-pihak yang mencari keuntungan pribadi, telah mengubah peruntukan kawasan ini menjadi kebun-kebun sawit milik pribadi.

Termasuk juga di sana; Dusun Tanjung Lebar, Sungai Jerat, dan Sungai Lalan. Sebut saja ini adalah : keterlanjuran.

“Ini upaya terbaik agar tidak ada lagi konflik antara masyarakat dan pengelola Hutan Harapan,” kata Regianto, dari BPHL wilayah IV Jambi.

Beberapa warga yang ditemui mengaku bahwa kondisi yang mereka alami tidak terlepas dari politik. Politik kepentingan yang berwujud menjadi tarik menarik tapal batas antara Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Muarojambi.

Padahal, sesuai peta, kawasan ini adalah berada dalam wilayah administratif Kabupaten Batanghari. Meskipun, senyatanya, banyak warga yang menggunakan KTP dengan alamat Kabupaten Muarojambi.

Keterlambatan pemerintah daerah untuk mengurai konflik ini, telah menciptakan kisruh soal tapal batas di tingkat masyarakat.

Fakta di lapangan, yang tidak dapat untuk disangkal, adalah keberadaan tiang-tiang listrik yang telah tertancap sejak tahun 2015 lalu. Tiang-tiang listrik itu berawal di Unit 22 Bahar Selatan Kabupaten Muarojambi.

Hingga kini, tiang-tiang listrik itu tetap belum memiliki kabel dan belum dialiri arus listrik. Sebab, adalah tidak ada aturannya jika listrik mengalir ke kawasan hutan.

Selain itu, jika bicara soal kependudukan, dusun ini juga memiliki sekolah tingkat SD kelas jauh. Tetapi banyak warga yang kebingungan sekolah ini menginduk kemana.

Juga terkait layanan kesehatan. Warga belum memiliki Puskesmas atau Yankesmas. Untuk pengobatan, warga terpaksa harus ke Kota Jambi dengan menggunakan surat keterangan dari kepala desa.

“Kondisi ini membuat kami bingung,” kata Rudi, seorang warga dusun.

Terlebih di tahun politik, dimana dusun-dusun ini menjadi lumbung suara bagi para calon, dari dua kabupaten; Batanghari dan Muarojambi.

Banyak pihak yang mencari keuntungan pribadi dengan cara memasukkan orang-orang dari luar daerah ke dusun-dusun di sini. Dengan tujuan merambah dan membuka areal perkebunan sawit di kawasan hutan ini.

Pada Rabu (25/10), ranger mendapati dua orang perambah di kawasan Sungai Jerat. Kawasan ini terbakar sepanjang bulan September hingga Oktober 2023. Pun begitu, pada tahun 2019.

Ketika ranger bertanya, keduanya mengaku sebagai orang upahan.

“Mereka dapat dikategorikan illegal. Karena berkegiatan perkebunan di kawasan hutan,” kata Wahyudi dari KPH Batanghari.

Saklek-nya aturan, seperti harus menunjukkan keterangan domisili, membuat MoU tersendat-sendat. Padahal, banyak warga yang masih ber-KTP Muarojambi.

Jika saja aturan dapat dilenturkan mengikuti kondisi, tentu konflik dapat diurai lebih cepat. Sejauh ini, adalah kewenangan pemerintah untuk mengurai konflik yang terjadi.*

avatar

Redaksi