Sengkarut Pengusahaan Lahan Di Desa Betung  

Hak Asasi Manusia

October 12, 2023

Junus Nuh/Kota Jambi

Warga Desa Betung yang melakukan aksi damai di PN Jambi beberapa waktu lalu. (photo credits : citizen journalist/amira.co.id)

PENGADILAN Negeri Jambi memutuskan menolak permohonan pra peradilan Ardiansyah pada Senin (9/10). Alasan utamanya adalah tindakan penyidik dalam proses penangkapan, penetapan tersangka dan penahanan terhadap Ardiansyah telah sesuai prosedur.

Permohonan pra peradilan dilakukan oleh kuasa hukum Ardiansyah dari Serikat Tani Nelayan (STN), Fitrah Awaludin Haris. Masyarakat Desa Betung Kecamatan Kumpe Kabupaten Muarojambi juga ikut memberikan support terhadap Ardiansyah dengan cara aksi damai.

 Ardiansyah, sopir truk pengangkut TBS ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, dengan dugaan pencurian buah kelapa sawit. Ia diamankan oleh beberapa orang dari Koperasi Fajar Pagi, dan oleh mereka ia lalu dibawa ke Polda Jambi, Senin (12/9).

Adapun truk yang dibawa Ardiansyah adalah untuk mengangkut TBS yang dipanen oleh masyarakat. Masyarakat itu tergabung dalam empat kelompok tani hutan (KTH). Ardiansyah hanya mengambil upah angkut dari TBS yang dipanen di atas areal konflik agraria di Desa Betung Kecamatan Kumpe.

Asal muasal persoalan konflik agraria di sini lumayan ajaib. Jika tidak lebih mirip benang kusut.

Keempat KTH yang dimaksud itu adalah KTH Rimbo Betung Desa Betung, KTH Alam Lestari Desa Pematang Raman, KTH Betung Bersatu Desa Betung, dan KTH Talang Betanang Desa Petanang.

Sedangkan areal konflik agraria itu adalah juga eks konsesi PT Ricky Karya Kertapersada (RKK). PT RKK telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tinggi Jambi atas peristiwa kebakaran lahan seluas 591 hektare di areal konsesi perusahaan perkebunan dan pengolahan sawit ini.

PT RKK dihukum membayar ganti rugi kerugian materiil dan biaya pemulihan ekologis senilai total Rp 191.804.261.700.  

PT RKK bermitra dengan Koperasi Fajar Pagi Desa Betung dan Koperasi Bina Usaha Desa Mekarsari.

“Ini semua adalah dampak dari tidak adanya titik temu pengusahaan lahan di kawasan hutan seluas 2.300 hektare yang berlokasi di Desa Betung,” kata Ketua PW STN, Christian Napitupulu.

Situasi dan kondisi ini menjadi semakin ruwet untuk diurai. Pun bagi warga masyarakat di sana.

Sebab Koperasi Fajar Pagi Desa Betung hanya memiliki izin di Koperindag dengan luasan 74 hektare di wilayah areal peruntukan lain (APL), dan bukan di kawasan hutan. Sedangkan Koperasi Bina Usaha Desa Mekar Sari tidak memiliki legal standing di dalam wilayah kawasan hutan.

Sementara keempat KTH itu telah melakukan MoU dengan PT Wira Karyasakti (WKS) selaku pemegang izin kawasan hutan.

Lebih ribet lagi, karena PT RKK bersengketa dengan PT WKS. Dan hingga kini, PT RKK masih beraktifitas di sana. Sebab belum ada eksekusi dari pemerintah.

Akibatnya, masyarakat Desa Betung pun telah berhari-hari menginap di pendopo Kantor Gubernur Jambi. Mereka mengadukan penghidupan mereka yang terkatung-katung dan meminta pemerintah turun tangan menyelesaikan konflik agraria ini. Toh, ini adalah kewenangan pemerintah.

Tetapi, sejauh ini, belum ada penyelesaiannya. Sehingga, masyarakat masih harus menunggu.*

avatar

Redaksi